29 - Perawan

1.7K 18 0
                                    

"Jadi, kita mau ke mana neh?" Ujar pria tua di sampingku sambil terus fokus mengemudikan mobil menembus jalanan ibu kota yang cukup padat di malam minggu ini.

Aku sebenarnya masih belum mau memedulikan kata-katanya, karena sedang fokus membersihkan make up di wajahku, agar tidak terlihat berantakan setelah dihapus.

"Astari, mau ke mana ini kita?"

"Ihh, bawel banget deh," ujarku kesal.

"Ya habis, kamu gak ngasih tahu kita mau ke mana. Kan Om jadi bingung harus nyetir ke arah mana."

"Ya sudah, kita ke arah Barito saja. Om laper nggak?"

Pria tua itu hanya mengangguk.

"Yasudah, aku juga laper soalnya."

"Lah, kamu dari tadi di acara gak sempat makan?"

"Boro-boro. Malah sibuk senyum sana senyum sini. Gak sentuh makanan sama sekali jadinya," ujarku sambil mengelus-elus perutku yang mulai berbunyi, meminta untuk diisi.

"Baiklah kalau begitu."

***

Sekitar setengah jam kemudian, kami sampai di daerah Barito, di mana segala macam pedagang makanan berkumpul di sini. Itulah mengapa daerah ini pun menjadi salah satu tujuan utama para anak muda yang ingin memadu kasih, terutama di malam minggu seperti sekarang.

Apakah kami berdua juga sedang memadu kasih? Sekarang sih belum yah.

Pak Raharjo memarkir mobil di dekat pedagang nasi goreng, yang aromanya begitu sedap dihirup, membuatku menjadi semakin lapar.

"Aku kayaknya mau nasi goreng, Om mau juga?" Tanyaku.

"Boleh deh, pesenin yah. Yang pedes."

"Oke, kita makan di sana aja ya Om, biar mobilnya gak kotor," ujarku sambil menyambangi sang pedagang nasi goreng, masih dengan kebayaku yang berwarna merah muda. Pedagang tersebut pun tampak kaget dengan penampilanku. "Nasi gorengnya dua bang, satu pedas satu sedang."

Beberapa menit kemudian, nasi goreng telah tersaji, dan sang penjual langsung memberikannya padaku dan Pak Raharjo yang duduk tepat di sebelahku.

"Minumnya mau apa, Neng?" Tanya sang pedagang.

"Teh botol aja, Bang."

"Kalau Bapaknya?" Ia mungkin mengira aku dan Pak Raharjo adalah pasangan Bapak dan anak, karena usia kami yang terpaut jauh. Dan kalau Pak Raharjo langsung mempunyai anak setelah menikah, mungkin usianya memang tak jauh berbeda denganku.

"Samain aja Bang," ujarku sambil tersenyum ke arah Pak Raharjo, menyindir sapaan "Bapak" dari sang pedagang nasi goreng. Ia pun balik menatapku tajam, seperti ingin mengamuk.

Tak berapa lama kemudian, minuman yang kami pesan pun datang. Namun, kami masih tidak saling bicara, kombinasi antara menikmati makan malam super sederhana ini, dan bingung harus berkata apa. Gemas dengan kondisi itu, aku pun melepaskan "bom" yang sudah kusimpan selama beberapa hari ini.

"Jadi, ada hubungan apa Om dengan kakakku?"

"Uhukkk ... uhukkk ..." Pak Raharjo langsung tersedak mendengar pertanyaanku, dan langsung terbatuk-batuk. Aku pun mengambil minuman dan memberikan padanya, hingga Pak Raharjo kembali normal.

"Ya ampun, sampai keselek segala. Makanya pelan-pelan Om, makannya."

"Ini bukan karena makanannya, tapi karena pertanyaan kamu," ujarnya.

"Aku mengajukan pertanyaan yang tepat kan? Ada hubungan apa Om dengan Kak Amanda?"

Ia pun terdiam sejanak.

Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang