9 - Serangan Maut

73 10 2
                                    

Liam duduk di ruang tengah rumahnya sambil terus melihat Oma yang sedang diperiksa oleh Ivan Hazel, Papi Glenn. Oma tidak mau dibawa ke rumah sakit walau sebelumnya sempat pingsan, akhirnya orang tua Glenn yang turun tangan untuk mengurusnya.

Begitulah lingkungan keluarga empat sekawan itu, saling membantu. Tidak hanya geng Haru, Glenn, Liam dan Beno tetapi juga para orang tua dan tetangga-tetangga dekat mereka. Solidaritas mereka satu sama lain memang patut diacung jempol.

"Oma nggak perlu di rawat, Pi?" tanya Liam saat Papi baru selesai memeriksa. Walau Liam bukan anak seorang dokter Ivan Hazel, Liam dan kawan-kawan tetap memanggilnya Papi karena begitu akrabnya.

"Enggak usah nggak pa-pa, cuman sebenarnya lebih baik di infus. Tapi Oma kamu nggak mau."

"Enggak, nggak mau. Oma mau di rumah aja nonton tivi," sahut Oma, wajahnya mulai merengut.

"Please Oma... sekali aja nurut sama Liam."

Oma menggelengkan kepalanya, kukuh.

"Udah nggak usah dipaksa, nanti malah makin banyak pikiran," potong Papi. "Yang penting Oma istirahat ya, jangan banyak gerak. Oke?"

Oma mengangguk.

"Liam kalau ada apa-apa telpon aja ya?"

"Iya Pi, makasih."

"Makasih Papi ganteng," sambung Haru yang sejak tadi di sebelah Liam.

Selama Oma sakit, Ibunda Haru maupun Mami Glenn secara bergiliran merawatnya. Bagi mereka semua, mereka bukan hanya tetangga tapi sudah seperti keluarga sendiri. Apalagi umur Oma sudah kepala tujuh, meski tampak enerjik tentunya tidak seenerjik mereka.

Sedangkan Haru, dia sampai melupakan mata kuliahnya yang ke dua pada pukul sebelas tadi. Haru ikut membantu Bunda membuatkan masakan untuk Oma meski perannya hanya mengantar makanan dan memotong sayur sebisanya.

Saat Oma sudah tertidur pulas di kamar, Liam keluar dari kamar Oma dan menghampiri Haru yang menahan kantuk di ruang tengah rumahnya. Liam bisa melihat tubuh Haru yang bergerak mencari tumpuan dengan mata tertutup sambil duduk di karpet lantai menghadap ke televisi.

Saat Liam hendak membenarkan dudukannya, Haru membuka kelopak matanya. Ia bisa melihat sosok Liam dengan sangat dekat kali ini.

"Tidur kamar gih," ujar Liam, sebenarnya ia salah tingkah karena kini sedang meraih tubuh Haru dalam sedikit peluknya. Namun ia tidak bermaksud memeluk, hanya membenarkan posisi tidur Haru.

Bukannya menjauh, Haru malah tersenyum manis pada Liam. Ia menggapai kedua pipi Liam dengan tangannya. "Nggak, nanti kasian lo sendirian kalau gue tidur."

Detak jantung Liam semakin melaju kencang. Bertahun-tahun ia berteman dengan Haru baru kali ini dia merasa salting. Liam buru-buru menjauhkan tubuhnya, ia duduk di depan Haru. Wajah Liam menyimpan berbagai macam masalah, hal itu tersirat di benak Haru.

Haru dengan sikap dewasanya merangkul pundak lelaki itu. "Nggak usah khawatir, Oma cuman kecapekan."

Liam menarik panjang nafasnya. "Apa aku pensiun aja jadi musisi biar bisa jaga Oma?"

"Jangan, yang ada Oma malah stress. Terus siapa nanti diantara kita berempat yang jadi bandar keuangan kalau lo resign? Tenang aja, ada gue dan kutu kupret itu yang bakal temenin Oma tiap lo pergi ke luar kota," ucap Haru, saat mendapati kedatangan Glenn yang masih terlihat fresh meski matahari bersinar begitu terik di siang bolong.

Usai melepas sepatunya, Glenn duduk di dekat Liam. "Gimana Oma?"

"Pingsan kecapekan," jawab Liam.

"Makanya jangan diajak badminton terus," canda Glenn, agar Liam tak terlalu sedih.

Feel My Rhythm Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang