Sekitar pukul lima pagi sebelum Glenn membuka mata, Haruka sudah lebih dahulu kembali ke rumahnya. Pukul delapan pagi ia berniat ke kampus untuk menemui dosen pembimbing kedua karena dosen pembimbing satu-nya sudah oke dengan skripsi Haru. Jika dosen pembimbing kedua juga oke, maka Haru tinggal menjalankan sidang skripsi kemudian melangsungkan wisuda.
Dengan gerak cepat karena sudah terbiasa, Haruka mandi dan memasak nasi. Seperti biasa, tepat pukul setengah tujuh makanan-makanan untuk sarapan melayang di rumahnya. Kali ini pemberian dari Oma.
Oma memberikan semangkuk Rawon daging empal beserta tempe tahu. Tak hanya memberi, Oma ikut sarapan di rumah Haru yang seorang diri. Tak lama kemudian Liam menyusul.
"Aku antar kamu hari ini," ujar Liam sambil memegang botol susu fresh milk di tangannya.
"Hm? Kok di anter?" tanya Haru yang masih mengunyah nasi di mulutnya.
"Iya, sementara biar kamu diantarin mereka dulu sayang. Oma udah denger cerita dari Liam kemarin," jawab Oma.
Mendengar jawaban Oma, Haru memasang wajah kesal ke arah Liam. Haru sudah memperingatkan tiga temannya itu agar tidak menyebarkan berita tadi malam saat dia dikuntit, namun faktanya berita itu tetap menyebar. Jika Ayah tau, bisa-bisa Ayah menyuruh anak buahnya untuk membuntuti Haru diam-diam.
"Tenang aja, ibu-ibu pada sepakat nggak cerita ke Ayah kamu," tambah Oma lagi.
Haru sedikit bernafas lega, meski begitu ia masih kesal.
"Sayang, kamu kalau butuh apa-apa jangan sungkan bilang ke Oma ya. Kamu udah Oma anggap cucu Oma sendiri." Oma tiba-tiba memegang telapak tangan gadis itu.
Gadis itu hanya bisa tersenyum polos. Biasanya memang Bunda yang duduk di sebelahnya, tiada hari seharipun baginya bisa melupakan Bunda meski Bunda meninggal sudah cukup lama.
Usai sarapan, Liam mengemudikan mobilnya, ia membawa Haruka yang duduk di sebelahnya untuk sampai dengan selamat hingga tujuan.
Liam memarkir mobilnya tepat di jalanan seberang fakultas, sambil menunggu gadis itu memasukan beberapa lembar kertas ke dalam tas ia memandangi lingkungan universitas sambil mengenang masa-masa indah saat berkuliah.
Begitu banyak kenangan bagi Liam meski ia jarang masuk kuliah. Melihat para mahasiswa baru yang mengenakan almamater bertebaran di setiap lokasi membuat ia sadar bahwa umurnya sudah bertambah banyak.
"Nanti selesai bimbingan skripsi tunggu di kampus, jangan ke mana-mana. Kabarin di grup, biar bisa di jemput Beno atau Glenn."
"Kalau nggak ada yang bisa jemput?"
"Naik taksi. Pakai aja uang tabungan kita berempat, kamu yang pegang kan?"
Haru mengangguk.
"Jangan duduk atau kelayapan di tempat sepi, oke?"
Gadis itu mengangguk lagi.
"Kalau ada apa-apa langsung telpon kita."
"Iya Liam Kusuma," jawabnya kesal.
"Hufth." Liam menghela nafasnya, melihat Haru turun dari mobilnya pikirannya menjadi tak tenang. "Aku tunggu aja deh kamu, aku khawatir...."
"Astaga Liam, gue bisa jaga diri," potong Haru yang kini sudah menapakkan kakinya di jalanan kampus. "Kamu kan harus ke tempat latihan kamu."
"Iya tapi." Liam memandang gadis itu dengan tatapan khawatirnya.
"Nanti kalau ada yang mencurigakan gue teriak deh.".
"Oke, oke."
"Bye, thanks!" Haruka melambaikan tangannya.
Usai Haruka tak terlihat dari pandangannya karena memasuki Gedung fakultas, Liam merogoh ponselnya, segera ia membuka grup persahabatannya. Grup yang setiap harinya tak pernah kosong akan obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel My Rhythm
RomansaLebih dari sekedar sahabat, Haruka Eleanor merasa ke tiga sahabatanya yang bernama Glenn, Liam, dan Beno malah seperti pengawal pribadinya. Tiga laki-laki itu over protektif padanya sampai-sampai saat pertama kali Haruka berkencan dengan gebetan, m...