Musim panas menyapa. Hampir setiap hari hujan turun menyapa bumi yang kekeringan selama beberapa bulan terakhir. Para manusia tak lupa membawa payung bagi pejalan kaki dan para pengendara motor tak lupa membawa jas hujannya.
Seorang gadis yang tak lain adalah Haruka menjadi salah satu orang yang kini hanya berdiam diri di fakultasnya sambil menatap rintikan air hujan. Sambil menatap rintikan itu otaknya berputar akan beberapa kenangan masa lalu yang sangat ia rindukan, mulai dari kerinduannya pada Bunda hingga kerinduannya pada sahabat-sahabatnya.
Hampir satu jam ia menunggu sambil mengontrol kenangan di benaknya yang tak kunjung pergi, namun hujan tak juga berhenti menyapa. Rasanya ingin ia meminta tolong pada Beno, Glenn atau Liam untuk menjemputnya, tetapi ponselnya mati total.
Rintikan derasnya air dari langit mulai berkurang saat langit hendak berubah warna menjadi gelap. Sebelum semakin gelap, gadis itu melangkahkan kakinya meninggalkan fakultas sambil membawa tas ransel di pundaknya. Kepalanya ia tutupi topi jaket warna kuning.
Gerimis masih terasa di kulitnya, tetapi tak masalah untuknya. Langkah kakinya membawa naik tubuhnya ke dalam sebuah angkutan umum yang mengantarkannya di pemberhentian dekat perumahan rumahnya.
Ia kembali melangkahkan kaki ke jalanan, tak lupa berhenti dulu di mini market daerah yang biasa dikunjunginya untuk membeli air mineral karena haus. Usai membayar di kasir, ia kembali melangkahkan kakinya memasuki jalanan perumahan dengan langit yang sudah gelap sambil meneguk air mineralnya.
Langkah kakinya terasa janggal, seperti ada yang membuntuti di belakang hingga langkahnya semakin cepat. Ia tak berani menoleh ke belakang, tiba-tiba ia merasakan atmosper yang tidak menyenangkan. Langkahnya semakin cepat dan cepat hingga berlari. Namun di belakangnya terdengar jelas ada suara langkah yang ikut berlari.
Saat belok ke sebuah jalanan sebelum mencapai jalan rumahnya, Haruka memberanikan diri menoleh ke belakang. Seorang lelaki berjaket hitam dan bertopi hitam memang benar sedang mengikutinya.
Ia berlari, menahan rasa takutnya sambil sedikit terisak.
'Bentar lagi sampai rumah, aman Haru. Kamu aman,' pikirnya.
Lari Haru memang tidak terlalu kencang, tetapi nafasnya kuat hingga ia tak memberi jeda sedikit pun beristirahat walau sudah lelah. Sambil berlari ia menengok ke belakang, lelaki asing itu berlari dengan jarak lumayan dekat dengannya.
Bola mata Haru melihat belokan jalan Aster yang hampir ia capai. Nafasnya ngos-ngosan, tubuhnya serasa ingin pingsan.
Sedikit terasa lega, ia membelokkan langkahnya pada jalan rumahnya. Lebih lega lagi, ia bisa melihat sosok Glenn baru keluar dari pagar rumah sambil menenteng sebuah kresek sampah. Walau Glenn membelakanginya dan tak melihatnya, Haruka benar-benar lega.
Dalam satu langkah terakhir...
Hap.
Haru memeluk tubuh Glenn dari belakang. Isak tangisnya terdengar jelas di telinga Glenn yang langsung membalikkan tubuhnya.
Lelaki asing itu berhenti melangkah maju. Melihat ada orang lain, dia membalikkan diri dan pergi menjauh.
Glenn sempat menangkap sosok tak di kenal itu di matanya. Namun ia lebih fokus pada gadis yang kini menangis ketakutan di depannya.
"Lo kenapa?" tanya nya khawatir. Baru kali ini ia melihat Haru menangis, bukan menangis karena sedih namun menangis dengan raut wajah pucat. Bibir Haru bahkan tak bisa berkata-kata.
Walau Haru tak menjelaskan, Glenn mengerti. Ia rasa tangis Haru berhubungan dengan lelaki berjaket hitam yang baru beberapa detik lalu ia lihat.
"Biar gue kejar dia," ujar Glenn melepaskan tubuh Haru hendak mengejar sosok itu, namun Haru menolak. Ia menahan tubuh Glenn lalu memeluknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel My Rhythm
RomanceLebih dari sekedar sahabat, Haruka Eleanor merasa ke tiga sahabatanya yang bernama Glenn, Liam, dan Beno malah seperti pengawal pribadinya. Tiga laki-laki itu over protektif padanya sampai-sampai saat pertama kali Haruka berkencan dengan gebetan, m...