24 - Ungkapan Rasa

59 10 2
                                    

Waktu berlalu memang cepat, tetapi terasa pilu.

Mungkin bagi orang yang tidak ditinggalkan, hidup berjalan normal seperti biasa. Hanya saja bagi orang yang ditinggalkan, rasanya begitu kosong, begitu hambar.

Namun berkat support dari keluarga lain, kerabat dan lingkungan, kekuatan yang menghilang mulai muncul kembali. Tidak cepat, memang butuh waktu dan perlahan sedikit mengisi kekosongan hati yang telah hilang.

"Liam!" Rania melangkahkan kakinya dengan sedikit berlari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Liam!" Rania melangkahkan kakinya dengan sedikit berlari.

Liam menghentikan langkahnya saat Rania berdiri di hadapannya.

"Kamu terima tawaran pak Leo?"

Liam hening, tak menjawab.

"Mending kamu pikirkan baik-baik, ini kesempatan emas buat kamu."

Liam hanya melayangkan senyumnya sambil mengangguk.

Rania yang manis itu membalas senyumnya. "Yaudah aku pulang dulu. See you." Ia melangkahkan kakinya menjauh.

"Ran...."

"Hm?"

"Kamu pulang naik apa?"

"Taksi."

"Mau aku anter?"

Mendengar tawaran dari Liam, jantung Rania berdetak. Selama ia mengenal Liam, ini adalah pertama kalinya Liam menawarkan sebuah ajakan untuknya. Yang Rania lakukan saat ini hanya bisa mengangguk hingga ia duduk di sebelah kemudi.

Liam mengemudikan mobilnya dengan tenang di tengah renggangnya jalanan siang hari. Kini tak ada lagi tambahan aktivitas yang membebaninya seperti jaman dia kuliah. Saat masih kuliah, dia harus pintar-pintar membagi jadwal kuliah dan kesibukannya bermain musik.

Tidak langsung mengantar Rania ke kediaman Rania, Liam membawa gadis itu ke sebuah resto cepat saji dengan alasan sedang kelaparan.

Rania tak bisa membendung kebahagiannya, wajahnya berseri-seri. Matanya tak bisa luput dari sosok Liam yang kini berjalan ke arahnya sambil membawa dua porsi paket panas MCD.

"Thanks," ujar Rania tersipu malu.

Liam mengangguk dan memakan makanannya. Walau terlihat seperti sedang berkencan, mereka hanya diam dalam keramaian resto sampai makanan yang Liam makan habis.

Melihat wajah Liam yang belepotan, Rania langsung tersenyum lebar dan sedikit tertawa.

"Why?"

"Belepotan, itu." Rania menunjuk saus yang menempel di dekat bibir Liam.

Liam buru-buru membersihkan menggunakan tangannya.

Wajah Rania masih tersenyum lebar. Meski mereka dalam keheningan sejak tadi, ia akui sangat bahagia. Bagaimana bisa tidak bahagia ketika lelaki yang ia suka sejak bertahun-tahun lamanya kini mulai menganggapnya ada.

Feel My Rhythm Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang