20. Sama tapi tak serupa

27 2 0
                                    

Tak henti-hentinya Vale menangisi keadaan Kenzo saat ia sendiri masih berada di ruang tunggu tetapi tidak ada tanda-tanda pintu ruangan itu akan terbuka saat Kenzo masih berada dalam penanganan dokter.

Beberapa kali menggigit kuku jempol berharap mampu menghilangkan rasa cemas. Namun, tak sedikitpun malah membuat Vale semakin khawatir. Akhirnya ia memutuskan untuk berdiri--saat sebelumnya hanya duduk, lalu berjalan mondar-mandir bagaikan setrikaan yang sedang kepanasan saat tak mendapat informasi apa pun terkait perkembangan adiknya.

Terlihat dari lorong ujung rumah sakit ini bayangan seseorang--yang satunya membawa rantang di kedua tangan dan satunya sedang berteriak ke arah Vale, "Kakak!"

Vale menoleh, lalu memaksakan senyum dan membersihkan sisa air mata saat bayangan itu berlari kepadanya hingga menampilkan salah satu sosok di balik suara itu yang tak lain halnya adalah—

"Aditya."

Vale langsung menyambut kedatangan adiknya dengan memeluk tubuh yang kini tak berdaya itu. Meskipun kini Aditya terlihat sangar--di hadapan teman sekolah barunya--tetapi ia tetaplah Aditya yang cengeng, dan Vale memang mengakui hal tersebut.

Aditya menangis sesenggukkan di dalam pelukan Vale.

Beberapa menit saat Aditya sudah agak tenang, selanjutnya cewek itu dibuat tertegun saat kedatangan seseorang hingga membuat Vale melepaskan pelukannya pada tubuh Aditya.

"Lo?"

Aditya yang merasa Vale sedang melepaskan pelukannya menoleh, menatap arah pandang kakaknya tersebut.

"Oh, iya--Kak Genta," ucap Aditya menoleh ke arah pemilik nama tersebut.

"Kenapa ada dia?" tungkas Vale ketus sambil menatap orang yang dimaksud.

Entah, mengapa jika melihat cowok tersebut bawaan Vale ingin marah dan kesal meskipun pada kenyataannya tidak begitu. Mungkin, Vale sendiri merasa malu karena dulu pernah mem-bully-nya sedangkan kini keluarga Genta mau direpotkan untuk menjaga Kenzo selagi Vale masih berada di sekolah. Sehingga terlihat marah dan tidak sukalah cara Vale agar menutupi perasaan gengsi tersebut.

Merasa terintimidasi, Genta pun menunduk. Cowok itu selalu menghindari masalah sehingga malas bertengkar Genta langsung berbalik arah. Namun suara seseorang mengurungkan niat tersebut saat Genta akan meninggalkan tempat itu.

"Apaan sih, Kak! Dia dateng bareng gue, kok. Jangan main usir aja dong!"

Vale menatap ke arah Aditya. "Siapa yang ngusir, sih? Cermati omongan gue dong. Nggak ada yang ngusir, dia-nya aja yang baperan!"

Melihat kakaknya yang emosi, Aditya tak mau kalah. "Tapi omongan lo yang secara nggak langsung ngusir dia secara halus—"

"Stop!" Merasa tak tahan dengan perdebatan kakak-adik tersebut karena bertengkar di rumah sakit, Genta dengan lantang menghentikan perdebatan itu. "Gue ke sini cuman mau ngasih makanan ini dari nyokap."

Genta meletakkan dua rantang--yang sebelumnya berada di kedua tangan—di kursi ruang tunggu. Kemudian tanpa berkata-kata lagi ia langsung berbalik dan berjalan cepat meninggalkan tempat tersebut, membuat sejoli yang ada di hadapan sebelumnya hanya mampu menganga heran saat melihat bahwa Genta bisa semarah itu.

"Lo sih, Kak, nyari gara-gara aja."

"Kok gue, sih?"

"Dia ke sini tuh disuruh mamanya buat nganterin gue ke rumah sakit saat denger berita kalo Kenzo kecelakaan."

"Emangnya tau dari mana kalo Kenzo kecelakaan?"

"Nggak tau. Kayaknya berita itu udah kesebar, deh."

"Loh, kok—"

Titik Lebur (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang