16. Cepu dan cupu

24 2 0
                                    

Suara teriakan terdengar menggema saat Vale dan Genta sedang mencabuti rerumputan liar di lapangan. Apalagi saat kelas Vale yang juga jadwalnya untuk olahraga dan kebetulan guru yang mengajar sedang cuti sehingga kelas mereka melakukan olahraga mandiri.

"Nggak nyangka, setelah sama Rio sekarang malah macarin si Cupu!"

"Nggak laku kali, makanya turun drajat."

"Dih, kasian banget, sih!"

Suara teriakan-teriakan itu terus beruntutan memenuhi gendang telinga Vale, membuat gadis itu sangat kesal, sedangkan Genta malah terlihat tenang. Cowok itu masih setia mengerjakan tugasnya mencabuti rerumputan menggunakan tangan sesuai perintah.

"Eh, lo nggak risi apa dikatain gitu sama mereka?" tanya Vale sedikit kesal.

"Kan tuduhan mereka nggak bener, ngapain kesal?"

Mendengar jawaban Genta yang santai—bahkan terlalu santai—membuat Vale yang sedang memanas malah tambah naik pitam. Gadis itu langsung menghampiri orang-orang yang sedang mengatainya.

Sontak langsung saja Vale melempari rerumputan itu dari hasil jerih payahnya—yang ia cabuti menggunakan tangan—kepada teman-teman sekelasnya yang sedang berolahraga.

"Nggak usah nyebar hoax deh!" Sedangkan salah satu dari mereka tidak terima diperlakukan seperti itu, lantas maju satu langkah.

"Apa sih lo. Mau nyari gara-gara? Kan bener, cupu ketemu cepu," ucap salah satu di antara mereka dan disusul dengan tawa yang mengejek.

Vale menoleh ke arah Genta. Oh mungkin ini yang dirasain cowok itu saat dulu ia mem-bully-nya. Di lain sisi dari kejauhan terlihat Genta hanya menatap datar Vale yang sedang menatapnya penuh perihatin.

Terdengar embusan napas Vale yang terbilang berat--saat melihat Genta tak ada tanda-tanda untuk membelanya—akhirnya Vale memutuskan pandangan itu dan langsung berbalik, menyerang seorang perundung yang berani mem-bully-nya.

Aksi saling tarik-menarik rambut terjadi. Para siswa yang sebelumnya sedang bermain bola pun sampai menghentikan aktivitasnya. Kebetulan lapangan sepak bola yang berada di belakang sekolah itu meskipun sedang ramai. Namun tak terdengar oleh para guru, terkecuali jika ada orang yang melapor.

Cewek itu menjambak rambut Vale hingga berantakan, begitu juga Vale yang menjambak teman sekelasnya dengan sangat kasar, sedangkan orang-orang yang berada di sekeliling bukannya melerai, mereka malah asyik mendokumentasikan pertengkaran tersebut sambil berteriak mendukung jagoan mereka masing-masing dan tak ayal bahwa tiada orang sedikitpun yang menjadikan Vale jagoan mereka.

Hanya Genta satu-satunya orang yang menjagokan Vale meskipun dalam diam. Mau membantu pun pasti percuma, sehingga Genta hanya terdiam saat Vale diserang oleh sekitar.

"Sorry," gumam Genta pelan, nyaris tak terdengar.

Beberapa menit setelah itu terlihat Freeya, Heera, Veronica dan Jovanka datang dengan membawa makanan ringan di tangan masing-masing—yang sepertinya habis dari kantin sekolah.

"Stop, apa-apan sih ini!" Freeya berteriak hingga membelah kerumunan tersebut, membuat si penyebab keramaian itu menghentikan aktivitas dan menatap ke sumber suara.

"Lo juga, Ve. Nggak capek-capeknya, ya, lo bikin ulah. Gue aja capek ngeliat tingkah laku lo yang--murahan!"

Awalnya Vale sedikit senang saat Freeya masih mengucapkan nama "Ve" yang mana panggilan tersebut hanya ditujukan untuk orang terdekatnya saja. Namun, kata terakhir yang diucapkan Freeya barusan sedikit membuatnya tersinggung.

Titik Lebur (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang