"Kenapa nggak cerita kalo pas nggak gue tanya?"
Tanpa memberikan kesempatan Genta menjawab, Vale langsung masuk ke rumah. Menutup pintu dan meninggalkan Genta di luar.
Sejak kejadian itu Vale seakan memberi jarak pada Genta. Tak ada berangkat ke sekolah bersama, tak ada acara belajar bersama semuanya terasa berlalu hingga hari Ujian Nasional itu sudah usai. Dan ini adalah hari terakhir ujian itu telak dilaksanakan. Semua murid berteriak gembira saat mereka harus terbebas dari penjara pendidikan.
Sebuah momen langkah saat tiba-tiba saja Heera menghampiri Vale, mengakui kesalahan bahwa yang memfitnah dia dulu adalah dirinya.
"Lo inget nggak anak culun yang pernah lo bully pas SD?"
"Hah? Siapa? Yang mana?"
Heera mengangkat salah satu bibirnya ke atas. "Yang mana kata lo? Pasti terlalu banyak korban sampai-sampai lo lupa yang mana."
"Maksud lo apa? Langsung to the point apa susahnya, sih?"
"Nama gue dulu Pelangi. Tapi anak kecil itu dulu tak seindah namanya gara-gara perlakuan lo yang ngebuat si kecil itu menderita dan tak menikmati masa-masa kecil yang kata orang-orang penuh dengan kesenangan."
Vale terdiam di tempat. Ia mencoba mengingat anak bernama Pelangi.
"Gimana mau tau siapa gue kalo lo sendiri aja nggak inget siapa gue pas kecil!"
Ah, Vale terus mencoba mengingat hingga pikirannya menangkap seseorang.
"Lo pelangi yang dulu gendut, item iu bukan?"
Heera tertawa. "Lo inget juga ternyata."
Sungguh, Vale langsung terbelalak. Bagaimana mungkin Heera, cewek yang menurutnya sempurna adalah seseorang yang pernah ia bully dulu.
"Lo nggak bercanda, kan?"
"Buat apa gue bercanda. Dan asal lo tau yang donorin darah buat Aditya dan bayarin rumah sakit itu adalah Freeya. Dia nggak salah. Gue bilang gini juga karena disuruh sama dia."
Tiba-tiba saja Heera terjatuh di lantai, suaranya berganti isak. "Maafin gue, Ve." Ia menoleh ke atas. "Boleh kan gue manggil lo dengan sebutan Ve?"
Vale hanya menunduk sambil memejamkan kelopak mata. Menggigit bibir bagian bawahnya dengan telapak tangan yang sudah melingkar penuh emosi.
"Gue dulu cuman dendam ke lo sampai ngelakuin hal senekat ini. Gue mau minta maaf karena udah jahat ke elo, Ve. Gue minta maaf."
Heera sudah menangis, perlahan para murid mulai berdatangan dan menjadikan itu sebagai pertunjukkan.
Dari arah belakang disusul Veronica dan Jovanka yang langsung memeluk Vale, membuat cewek itu juga ikut menangis. Kemudian Vale meringkuk, mencoba membawa Heera agar berdiri. Mereka bertiga pun berpelukan dengan saling minta maaf ditambah suara isakan yang membuat suasana menjadi haru padahal mereka sedang dijadikan tontonan. Namun, kehadiran para murid di sana seakan tak ada karena sedang benar-benar menikmati momen ini.
Di tengah-tengah momen itu tiba-tiba saja gerombolan murid itu memisah, menghadirkan Freeya dibaliknya. Vale melepaskan pelukannya saat melihat Freeya yang sedang berjalan ke arahnya.
"Ve, gue kangen," ucap Freeya saat sudah berada dalam pelukan Vale.
"Gue apalagi."
Tangis keduanya bertambah kencang, kemudian ditambah Jovanka, Veronica dan Heera yang kembali memeluk dengan tangis yang tak kalah keras.
"Selamat tinggal buku-buku. Selamat tinggal kertas yang memusingkan dan selamat tinggal masa SMA!"
Mereka berteriak kemudian berpelukan sambil berjalan melingkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Lebur (End)
Novela Juvenil[Update setiap hari Senin dan Kamis.] Seperti air yang membeku pada suhu 0' c dan mendidih pada suhu 100'c di tekanan 1 atmosfer. Begitu juga kehidupan karena semua unsur memiliki properti agar bisa berubah! Jeovanna Valeria adalah remaja dengan s...