24. Pendonor

27 2 0
                                    

Sesampainya di rumah sakit, Genta memarkirkan motornya terlebih dahulu di parkiran.

"Udah, lo boleh balik lagi ke sekolah," ucap Vale saat turun dari motor.

"Ceritanya lo ngusir gue, nih, Ve?"

Gadis itu mengembuskan napas. "Ya, nggak gitu juga, Ta. Bukannya ini masih jam sekolah, ya? Emm ...." Ia tampak berpikir ragu-ragu. "Emangnya lo serius bolos sekolah demi gue?"

Hening, tak ada jawaban dari Genta seakan membenarkan perkataan tersebut.

"Duh, maaf ya gara-gara gue lo jadi—"

"Nggaklah. Kebetulan karena gue ikut olimpiade jadi setelah bimbingan gue boleh pulang," ucap Genta datar.

Begitulah Genta, tipikal cowok yang susah ditebak.

"Emm ... oh." Ada nada kecewa di sana saat Vale mengatakan hal tersebut.

"Betewe, Ta. Gue baru nyadar lo ternyata punya motor juga, ya. Kok jarang lo pakek?"

"Males."

"Dih, gitu aja jawabannya. Kalo gue jadi lo sih palingan gue milih naik motor deh daripada angkutan umum. Capek tau, banyak polusi. " Vale mulai bercerita banyak hal. "Kalo ngomongin motor gue jadi keinget tuh sama Aditya. Bisa-bisanya nabrak kandang ayam," ucap Vale dengan tawanya yang mulai meledak.

"Kalo diinget-inget lucu juga gak sih? Sampe gue harus nyari kerja buat gantiin tuh kandang padahal pas kejadian itu bisa dibilang gue stress parah. Mikirin duit tapi nyokap belum gajian."

Vale menoleh ke arah Genta. "Mau tau kejadian lucunya, nggak?"

"Apa?"

"Motor Aditya yang bagus itu dia tuker sama motor bebek yang biasanya orang-orang bawa ke sawah. Resek emang, tuh, anak tapi kasian juga. Jadi kangen ... awas aja kalo udah sembuh gue--"

"Nggaklah, masih lucuan ada cewek yang sok berani lewat jalan sepi terus main nyerahin diri lagi ke pembegalnya."

Vale langsung cemberut mendengar hal tersebut. "Iihhhh, Gentaaa. Jangaaan ngeledeeek dong."

Puas, Genta langsung tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Vale sekarang. Apalagi saat cewek itu tidak sengaja menabrak seseorang dan Vale langsung mengucapkan permintaan maaf, membuat Genta terhenti dari tawanya.

"Gue bangga sama lo, Ve."

"Maksudnya?

"Vale sekarang udah bisa ngucap minta maaf, ternyata."

Setelah mengucapkan kata itu, Genta melangkah mendahului Vale yang masih bengong di tempat.

Sang pemilik nama tersebut terdiam lalu berucap, "Memangnya gue dulu sekejam itu, ya? Sampe lo bilang kek gi--eh tungguin dong, Ta!"

Vale berlari menyusul Genta.

"Gue baru tau perkataan sesederhana ngomong minta tolong sama minta maaf itu ternyata sangat berarti juga, ya." Vale mendongak, menatap wajah cowok di sampingnya itu yang sedang menatap ke depan. "Genta, gue minta maaf, ya?"

Genta menoleh. "Buat?"

"Karena dulu gue jahat sama lo."

Entah, Vale sedang kesambet apa hingga ia berani berkata sedemikian rupa tapi hal yang terpenting dari semua itu adalah kata tersebut tulus keluar dari lubuk hatinya.

Membuat Genta hanya bisa tersenyum tanpa bisa menjawab.

Di lain sisi sesampainya di ruangan--tempat adiknya dirawat--seorang perawat datang menghampiri mengabarkan bahwa ada pendonor darah yang cocok untuk Aditya.

Titik Lebur (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang