23. Begal

30 1 0
                                    

Entah rasanya ada yang aneh padahal sudah jelas-jelas cewek itu memutuskan untuk membencinya. Sejak kejadian bahwa Freeya ikut dalam rombongan mobil yang mengakibatkan Kenzo kecelakaan beberapa waktu yang lalu, dan membuat akhir-akhir ini dirinya gelisah tak menentu.

Jujur saja Freeya tidak tau bahwa teman-temannya bisa berani melakukan hal senekat itu dan untung saja Vale tidak melaporkan kejadian tersebut ke ranah hukum. Tentu, cewek itu tidak membenarkan perbuatan tempo lalu dan membuat Freeya ingin meminta maaf secara langsung. Namun, konflik yang terjadi di antara keduanya membuat Freeya gengsi mengatakan hal tersebut.

Kini tatapan Freeya beralih ke bangku depan, menatap bangku Vale yang akhir-akhir ini kosong tak berpenghuni. Perasaan bersalah turut menghantui, menyesal bahwa banyak kejadian tak terduga saat masa skorsing Vale membuat Freeya menyadari banyak hal.

Betapa bodohnya Freeya dulu saat lebih percaya terhadap isu yang sedang beredar ketimbang kepada sahabat sejak kecilnya.

Kecurigaan itu bermula saat Hera pernah hampir keceplosan bahwa cewek itulah yang menyebarkan aib keluarga Freeya ke media hingga membuat dirinya sangat membenci Vale karena sudah menuduh sahabat kecilnya sebagai pelaku. Meski belum tau kebenaran aslinya tapi Freeya akan selalu mencari bukti.

Apalagi saat mendengar kabar bahwa Kenzo dan Aditya masuk rumah sakit secara bersamaan—yang awalnya merasa cuek—tapi entah kenapa sekarang hati nuraninya mulai tergerak untuk mencari informasinya lebih lanjut terkait perkembangan mereka.

Sepulang sekolah Freeya akan mencari di mana rumah sakit mereka sedang dirawat.

"Heh, Free. Kantin, yuk! Bengong aja. Mikiri apaan, sih?"

"Biasalah, Jo. Palingan juga Freeya mikirin Hera yang lagi sakit. Dia kan apa-apa dipikir. Udah, Hera nggak apa-apa, kok. Palingan bentar lagi dia sehat."

Freeya mengerjap, suara itu menyadarkan dirinya dari lamunan. "Lho ke mana semua orang, kok sepi? Perasaan belum bel istirahat deh."

"Lha kan bener dia ngelamun."

Veronica menarik lengan Freeya. "Ayo deh ke kantin!"

Jovanka menambahkan. "Nanti sepulang sekolah ke rumah Hera, yuk! Udah tiga hari ini dia nggak masuk sekolah padahal hari Senin udah mau semesteran aja."

Mendengar hal itu ekspresi wajah Freeya langsung berubah bukan karena apa. Iya, karena sejak Hera keceplosan mengatakan hal tersebut beberapa hari yang lalu, sejak itulah Heera dikabarkan tidak enak badan sehingga tidak ke sekolah. Entah, itu memang hanya sekadar kebetulan atau hanya sebuah alasan untuk menghindari bertemu dengan dirinya.

"Gimana, Free? Lo mau, nggak?" tanya Jovanka memastikan.

"Iya nih bengong mulu."

"Oh, i-iya gue ikut, kok."

***

Setelah pulang untuk mencuci pakaian kotor dan bersih-bersih kontrakan dari menyapu hingga mengepel kini Vale kembali ke rumah sakit untuk membawakan pakaian baru lagi.

Sejak dirinya diskor Vale hanya menghabiskan waktunya di rumah sakit dan pergi untuk bekerja sehingga ia pulang tiga hari sekali bila dirasa pakaian kotor di rumah sakit sudah menumpuk dan stok pakaian bersih sudah habis.

Hal tersebut malah membuat cewek itu bersyukur karena adanya skoring ini. Mengapa tak dari dulu aja Vale diskor? Sehingga ia tidak merasa kasihan jika harus meninggalkan kedua adiknya di rumah sakit sendirian meskipun ada suster untuk merawat.

Tiba-tiba saja angkot yang dinaikinya berhenti dan sontak langsung diteriaki oleh penumpang lainnya saat supir angkot itu mengatakan bahwa bannya bocor sehingga mau tidak mau penumpang harus turun.

Titik Lebur (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang