Pagi ini terasa kacau bagi Vale. Sepeda motor mahal milik Aditya yang Vale kira bisa dijual buat ngelunasi hutangnya tersebut—dikira masalah satu akan segera selesai ternyata pupus sudah—berarti dalam kata lain, Vale harus bekerja segiat mungkin untuk melunasi hutang itu selagi Wulan belum gajian kemudian setelah Vale mengantarkan Kenzo berangkat ke sekolah, dompetnya dicopet saat Vale sedang menunggu angkutan umum di pinggir jalan.Tidak, ini tidak bisa dibiarin. Seluruh pegangan uangnya ada di dompet tersebut sehingga sebisa mungkin Vale harus menangkap kembali pencopet itu--di saat angkutan umum terhenti tepat di hadapannya.
Seingat Vale, itu adalah angkutan umum terakhir yang akan datang di jam pagi ini, membuat Vale terbelalak kebingungan antara harus ketinggalan angkutan umum atau harus mengejar pencopet sialan tersebut.
"Gimana? Jadi naik, Neng?"
Pikiran Vale kembali pada kenyataan, ia menatap pencopet itu yang semakin menjauh dari sudut pandang. Vale mengerang frustrasi. "AAAA—kagak jadi, Bang!" Kemudian gadis itu berlari menyusul pencopet tadi yang sedang membelok pada tikungan.
Tadi sewaktu sedang menunggu angkutan umum di pinggir jalan, Vale memang sedang membuka dompetnya, melihat seluruh pegangan uang yang dimiliki. Mencoba untuk membagi dan berpikir, apakah uang ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai akhir bulan atau tidak. Di tengah kelengahan itulah pencopet datang.
Sekarang dengan sekuat tenaga Vale mencoba berlari, menyusul pencopet itu dengan napas yang memburu hingga ia berbelok pada tikungan tersebut. Namun, betapa terkejutnya Vale saat melihat pencopet itu sedang berbicara santai dengan seseorang--yang sepertinya Vale kenal. "Hah, itu bukannya si Cupu?"
Dengan segera Vale melepaskan sepatu sebelah kanan dan melemparkannya pada cowok tersebut hingga terdengar suara mengaduh kesakitan. "Aduh!"
"Dasar pencopet, gue aduin ke mama lo baru tau rasa!"
Iya, benar seseorang itu adalah Genta, anak dari guru TK Kenzo di sekolah. Karena sesuai perintah Wulan, sepulang sekolah Kenzo akan dititipkan di rumah gurunya hingga Vale atau terkadang Aditya datang untuk menjemput.
Lantas, seseorang yang sedang dicurigai itu pun menoleh. "Eh, eh—jangan!"
Genta pun langsung menghampiri Vale yang sedang berbalik arah—yang sepertinya ingin menelepon seseorang.
Dengan segera Genta mengambil ponsel itu dalam genggaman Vale. "Jangan macem-macem deh!" Kemudian cowok itu mematikan panggilan telepon.
"Dih, sekarang lo berani, ya, sama gue."
Jujur, sebenarnya Genta bukan tipikal orang yang penakut-penakut banget. Ia hanyalah tipikal cowok yang menghindari konflik. Hal tersebut yang menyebabkan Genta memiliki prinsip bahwa lebih baik dirinya terluka daripada harus bertengkar dengan orang lain.
"Balikin ponsel gue!"
"Ambil aja kalo bisa."
Melihat tubuh Genta yang memiliki kaki panjang dengan tinggi badan sekitar 180 cm dibanding Vale yang hanya 154 cm, membuat gadis itu merengut sebal.
"Jangan bercanda deh. Gue bilang balikin!" ucapnya sambil berjinjit, berusaha mengambil ponsel itu dari tangan Genta.
Di detik selanjutnya terlihat seseorang yang tadi mencuri ponsel Vale sedang berdiri menyaksikan pertengkaran kecil itu, membuat sosok tersebut angkat suara. "Sorry, itu tadi gue yang nyuri ponsel lo dan Bang Genta nggak terlibat dalam hal ini."
Mendengarnya, membuat Vale menoleh. "Maksudnya?"
"Dia tadi cuman nasihatin gue supaya balikin, nih, dompet."
"Apa?" Vale terkejut, ia menoleh ke arah Genta. "Lo temenan sama pencuri?"
"Namanya Apeng, bukan pencuri." Kali ini Genta yang berbicara. "Dia udah gue anggep sebagai adik sendiri."
"Kalian berdua gila, nggak waras!" Vale melangkah mengambil ponselnya yang sedang di bawah genggaman Genta lalu mengambil sepatunya yang tergeletak asal di jalan.
"Hei?"
Vale menoleh.
"Dompet lo."
***
"Ini hanya kepepet, nggak lebih!" Dalam hati Vale merapalkan mantra tersebut. Segala macam bentuk umpatan keluar dari mulut gadis itu.
Bau kambing menyengat di hidung saat Vale dan Genta sedang duduk di truk pengangkut hewan. Hal tersebut dilakukan karena sudah tidak ada angkutan umum lagi yang melaju sedangkan waktu sudah cukup mepet untuk berangkat ke sekolah, membuat kedua insan itu--yang terpaksa juga harus berangkat bersama—menumpang di truk ini.
"Lo kalo nyari tebengan nggak ada yang lebih bagusan sedikit apa? Ya, kali gue udah dandan cantik ini disamain sama kambing." Kemudian terlihat hewan tersebut sedang mengeluarkan kotorannya di atas truk, Vale pun mengibas-ibaskan tangannya sambil menutupi hidung.
Mendengar Vale yang mengomel tak karuan bukannya ikut kesel, Genta malah tersenyum tipis.
Cowok itu menatap Vale saat rambutnya bertebaran karena terkena embusan angin, membuat Genta sedikit terpesona olehnya. Namun, di detik selanjutnya ia langsung kembali pada kesadaran hingga truk itu pun berhenti agak menjauh dari gerbang sekolah agar tidak ada orang yang mengetahui bahwa Vale datang ke sekolah menaiki truk bersama kambing dan ... Genta.
Sesuai dugaan, gerbang sekolah sudah ditutup saat Vale menatap jam yang ada di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 07:15 WIB.
Mau tidak mau pun Vale mengajak Genta untuk memanjat pagar sekolah, mengingat Genta adalah siswa berprestasi yang tidak pernah melanggar aturan sekolah sehingga setelah melalui perdebatan kecil akhirnya Genta menyetujui rencana tersebut.
"Pantat gue, sakit!"
"Sssttt. Jangan rame-rame. Lemah lo!" teriak Vale di balik tembok tersebut.
Genta yang tidak bisa memanjat hingga pada akhirnya menaiki punggung Vale—yang untung saja badan Genta kecil meskipun tinggi itu—walaupun pada awalnya Genta menolak. Namun, bukan Vale namanya jika tidak memberontak hingga membuat Genta mau menuruti perintahnya. Setelah sampai bawah, Genta pun menangkap tas dan sepatu milik Vale saat gadis itu sedang memanjat tembok.
Sesaat setelah berhasil duduk di atas tembok, Vale menoleh ke arah Genta. "Lo jangan nginip!"
"Iya, iya, gue tutup mata."
Dengan ancang-ancang sambil berusaha menutupi rok, Vale mendaratkan tubuhnya hingga terjatuh mengenai punggung Genta yang menyebabkan keduanya tersungkur di bawah.
Kedua tangan Vale yang sedang melindungi kepala Genta--agar tidak mengenai bebatuan kecil--dengan perlahan Genta membuka kelopak mata, hingga tatapan itu bertemu.
Tanpa disadari dari kejauhan ada seseorang yang mengabadikan momen tersebut.
Dengan cepat, Vale langsung bangkit saat menyadari ada seseorang yang sedang memfotonya secara diam-diam. Gadis itu menoleh saat bayangan tersebut langsung pergi saat menyadari bahwa perbuatannya sedang ketahuan kemudian dengan segera Vale pun mengejar.
"Eh, tunggu!"
Genta yang menyadarinya juga ikut bangkit dan mengejar.
"Sial!" Vale mengacak rambutnya frustrasi saat bayangan itu tak berhasil ditangkapnya. "Gila, larinya cepet banget!" ucapnya sedikit ngos-ngosan.
"Lo di sini ternyata. Gue cariin di mana-mana juga."
Vale menoleh saat mendapati suara Genta yang berada di belakangnya.
"Eh, lo ngapain ikutin gue."
"Ya, kan gue mau bantuin lo."
"Nggak usah. Sana balik kelas!"
Tanpa disadari ada seseorang yang berada di belakang mereka. "Jadi kalian yang diem-diem manjat tembok belakang sekolah?"
Vale dan Genta yang mendengar suara tersebut langsung menoleh secara bersamaan. Bagaimana guru itu tahu kalau mereka baru saja memanjat pohon?
"Cepat cabuti rumput liar di lapangan sebagai hukumannya!"
***
Jangan lupa meninggalkan jejak
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Lebur (End)
Genç Kurgu[Update setiap hari Senin dan Kamis.] Seperti air yang membeku pada suhu 0' c dan mendidih pada suhu 100'c di tekanan 1 atmosfer. Begitu juga kehidupan karena semua unsur memiliki properti agar bisa berubah! Jeovanna Valeria adalah remaja dengan s...