10.

761 107 10
                                    

***

Tubuh Zahra membeku, namun dua detik setelah mendengar ucapan Yoshi, Zahra kembali ke dapur untuk memasukkan minuman kedalam kulkas. Ia tak mempedulikan ucapan Yoshi yang terus terngiang-ngiang didalam otaknya.

"Loh Zahra?"

Mashiho dan Yoshi menoleh kebelakang, disana sudah ada Jeongwoo yang berdiri. Hanya ada Jeongwoo, Mashiho dan Yoshi tidak bisa melihat Zahra karena tertutup oleh pintu kulkas.

"Kapan datengnya?" tanya Jeongwoo seraya membantu Zahra memasukkan minuman dan beberapa cemilan.

Yoshi dan Mashiho berjalan menuju dapur dan melihat bagaimana sikap manis Jeongwoo yang membuat Zahra nyaman. Bahkan Zahra diam saat dibantu oleh pria itu, berbeda jika Yedam yang membantunya.

Yoshi tersenyum kemudian menepuk bahu Jeongwoo untuk segera menyudahkan kegiatannya, kemudian diganti oleh Yoshi yang membantu Zahra memasukkan cemilan kedalam kulkas.

Zahra sempat was-was namun ia segera berakting seolah tak terjadi apapun.

"Makasih," ucap Zahra yang diangguki oleh Yoshi.

Gadis itu kembali kedepan meja bar dan mengeluarkan pasta serta bahan lainnya yang akan ia masak malam ini.

Biarkan Zahra merasa puas malam ini sebelum dirinya benar-benar mati tersiksa. Zahra mulai merebus pasta yang baru saja ia pindahkan, hal itu tak lepas dari pandangan Yoshi. Sedangkan Jeongwoo dan Mashiho sudah pergi dari dari tadi.

"Habis makan, tidur ya?" Yoshi mengelus surai gadis itu membuatnya menoleh dan mengangguk.

Zahra menghembuskan napasnya pelan, ia benar-benar tidak menyangka bahwa sikap manis Yoshi hanya kebohongan. Lantas bagaimana sikap manis Jeongwoo? apa ia tidak bisa mempercayainya juga?

* * *

Zahra terbangun dini hari, ia merasa udara malam ini sangat dingin hingga menembus kulitnya. Gadis itu beranjak menuju jendela yang ternyata masih terbuka dari sore kemarin, ia menutup jendela kamaranya dan menatap pekarangan penthouse yang sepi dan sunyi. Bahkan disana tak terlihat bodyguard yang berjaga malam.

Hingga sorot matanya tak sengaja menatap sorotan laser kecil, sialan dia malah berpikir bahwa laser itu akan mengeluarkan peluru. Namun Zahra masih tetap diam tak bergerak sedikitpun, satu menit berlalu pria dibawah sana yang menyorotkan laser mulai menjauh.

Hingga perawakannya hilang tanpa jejak, Zahra mengucek kedua matanya. Hasilnya tetap sama orang itu bak hilang ditelan titan🌚

Padahal sebelumnya Zahra masih bisa melihat tubuh pria tadi, tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu tinggi.

Tak ingin memikirkan hal lain, Zahra kembali ke tempat tidur dan mulai memejamkan matanya lagi.

Malam berlalu berganti dengan pagi yang cerah, Zahra baru saja menyelesaikan ritual paginya didalam kamar mandi. Rambutnya ia ikat agar ketika ia kabur tak tersangkut kemana-mana.

Sebelum tidur tadi malam, Zahra sempat memikirkan rencana kaburnya. Gadis itu tidak jadi menyerahkan diri untuk dibunuh, tekadnya untuk hidup kembali kala melihat bayangan wajah ibu dan ayahnya.

Zahra berjalan menuju lantai satu, ia ingin memasak sesuatu karena masakan maid disana hanya itu-itu saja. Terkecuali Yoshi atau yang lainnya yang meminta.

"Pagi bi," Zahra menyapa dengan senyuman yang merekah dibibirnya.

"Pagi juga nona"

Panggilan itu jauh lebih enak didengar daripada maid dipenthouse Jihoon, Ah... Zahra jadi rindu. Gadis itu menggeleng kala menyadari apa yang sedang ia pikirkan.

Twilight For Queen | Treasure [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang