"Assalamualaikum", Edgar masuk kedalam rumahnya dengan membawa pet cargo ditangannya, dibelakang Arkanza membuntutinya untuk menjemput anak kesayangannya sebelum Ayara kembali membully Layla.
"Waalaikumsalam", jawab Ayara, ia sedang bermain disofa ruang keluarga bersama Layla, "Lah?, Kak Arkanza ngapain kesini?", tanyanya menatap laki-laki yang berada di belakang Edgar.
"Gue mau jemput Layla, mentalnya ga aman disini", ucapnya dengan sinis.
Ayara menyerngit, "Kakak ngasih tau Kak Arkan kalo aku dandanin Layla?", ia menatap Edgar dengan penuh tanya dan sedikit terkekeh.
Edgar terkekeh pelan dan mengangguk, "Arkan terpesona ngeliat anaknya yang mirip kaya miss universe pas kamu make up in", Edgar mengeluarkan kucing yang ada didalam pet cargo.
Kucing itu sama persis dengan milik Arkanza hanya beda dibagian bola mata, kucing yang baru saja dibeli oleh Edgar memiliki bola mata berwarna biru sedangkan Layla berwarna kuning.
"Aaaa, lucu banget Kak", ujar Ayara yang masih mengelus-elus Layla.
Arkanza menghampiri Ayara dan tangannya terulur, "Sini anak gue, lo udah punya kan tuh", pintanya.
"Kirain Layla lo kasih buat gue", Ayara memberi alih Layla ke tangan Arkanza.
Pria itu langsung mencium setiap sudut wajah berbulu Layla seakan ingin dilahapnya hidup-hidup, Edgar yang melihat temannya itu hanya melirik dengan aneh sekaligus geli.
"Suami lo lebih kaya dari gue, masa gue ngasih ke lo", Arkanza membenarkan posisi Layla, "Gue balik duluan ye, makasih udah nyiksa anak gue".
Ayara terkekeh, "Thanks juga udah ngasih pinjem Layla".
"Hati-hati, Ar", ucap Edgar, matanya mengikuti pergerakan Arkanza berjalan keluar rumah bersama kucingnya.
Saat Arkanza sudah pergi, Edgar ikut duduk disamping Ayara. Ia memangku kucing peliharaannya yang masih belum diberi nama, "Mau kamu kasih nama apa?", Edgar melirik wanita cantik disebelahnya.
Ayara tampak berfikir, "Snowie?, bulunya kan putih cantik kaya salju. Dia cewe kan?".
Edgar memutar tubuh kucingnya dan melihat bagian belakang yang tertutup oleh ekor panjangnya, "Iya, cewe".
Tangan Ayara terulur meminta Snowie yang ada didalam pangkuan Ayara, Edgar tidak memberikannya kepada wanita itu melainkan memasukan Snowie kedalam pet cargo kembali, "Jangan main kucinb lagi, kamu pasti belum mandikan karena main seharian sama Layla?", Ayara mengerucutkan bibirnya, "Sekarang kamu mandiii, biar aku yang ngurus Snowie. Besok baru kamu boleh main sama dia".
Dengan berat hari Ayara menuruti perintah Edgar, ia masuk kedalam kamar dan membersihkan tubuhnya yang penuh dengan bulu putih milik Layla. Bau badannya sudah hampir mirip dengan kucing.
Edgar memasukan Snowie kedalam kandang yang telah ia beli di pet shop juga beberapa keperluan kucing, usai dengan peliharaannya.
Ia naik kelantai dua dan masuk kedalam kamar, Edgar menunggu Ayara hingga wanita itu usai membersihkan dirinya. Melepas jas yang masih melekat ditubuhnya dan meletakkannya pada sandaran kursi rias milik Ayara.
Edgar duduk disofa yang tersedia disudut kamarnya, ia belum melirik kearah jendela kamar yang luas yang langsung memperlihatkan suasana malam hari disekitar rumahnya.
Denyitan pintu kamar mandi terdengar membuat Edgar beralih, wanita cantik itu keluar dengan piyama yang sudah ia kenakan. Edgar tersenyum melihat wajah segar dan cantik Ayara.
Aroma coklat tercium saat wanita itu menghampirinya, "Lo mandi buruan, Kak. Bau asem", kekehnya, ia duduk disamping Edgar yang bersandar dengan tangan yang melebar pada sandaran sofa.
Edgar terkekeh, "Iya deh si paling wangi", ia bangkit dari duduknya. Sebelum melangkah menuju kamar mandi, Edgar berhenti dihadapan Ayara dan mengecup singkat pipi Ayara membuat sang empu diam membatu.
Wanita itu terdiam dengan keadaan pipi yang memerah serta memanas, Edgar selalu saja melakukannya tanpa aba-aba membuat jantung Ayara berdebar.
•÷•
Pagi hari setelah Ayara sarapan Edgar telah berangkat ke kantor, wanita itu langsung menghampiri kandang peliharaannya yang ada disudut rumah.
Saat Ayara membuka pintu kandang, hewan yang berada didalamnya langsung bangkit dan menghampiri dengan mengeong kecil, "Hallo anak Mama", Ayara menggendong kucing itu dan membawanya masuk kedalam rumah.
Ayara mengajak kucing peliharaannya itu sama seperti saat dirinya bermain dengan Layla kemarin, entah mengapa kucing peliharaannya ini lebih agresif dibandingkan dengan Layla.
Kucing itu sangatlah lincah dan gesit sehingga Ayara kesulitan untuk mengimbangi pergerakannya, Snowie melompat kesana kemari.
Berlari dari sudut satu hingga kesudut lainnya, hingga pada saat Snowie melompat keatas lemari tinggi yang berada disamping sofa ruang tamu. Ayara mendongak dan berusaha mengambil kucingnya itu mamun tak sampai.
"Snowie, turun nak. Jangan diatas, bahaya", tangan Ayara melambung tinggi berusaha menggapai kucing yang ada diatas lemari.
Kucing itu tampak bergerak hendak melompat kebawah namun ia mendarat dengan tidak sempurna, tubuh Snowie menyenggol cermin yang tergantung disamping lemari hingga terjatuh dan pecah.
Beruntung barang pajangan yang terbuat dari kaca yang berjejer diatas lemari pajangan tepat dibawah cermin itu tak ikut jatuh, jantung Ayara berdebar kencang saat mendengar suara cermin besar yang jatuh.
"Oh god...", Ayara menatap kosong kearah hamparan kaca yang berhamburan dilantai.
Ia berjongkok untuk mengumpulkan semua serpihan kaca yang memenuhi lantai ruang tamu, "Snowie, kamu jangan kesini dulu. Bahaya", Ayara menahan Snowie saat kucingnya itu melangkah menghampiri.
Dengan telaten Ayara mengumpul serpihan-serpihan kaca, namun apalah daya tangannya terkena serpihan yang bentuknya lumayan besar sehingga melukai telapak tanganya.
Ayara lemas, darah yang keluar dari sobekan telapak tanganya keluar begitu banyak. Dengan gemetar, ia berlari menuju kotak P3K yang terpajang disamping pintu dapur.
Membuka kotak dan mengambil perban serta obat merah, sebelum memberi obat merah Ayara membasuh lukanya dengan air bersih yang sudah ia ambil dengan berwadahkan baskom.
Sungguh, rasa perih menjalar hingga keseluruh tubuh. Ayara tidak bisa melihat darah sedikit pun, ia merasa pusing saat melihat air kental berwarna merah yang membuat warna air bening itu menjadi merah pekat serta mengotori kain yang ia gunakan untuk membersihkan lukanya.
Saat obat sudah menetes, Ayara mati-matian menahan rasa perih. Dengan cepat ia membalut seluruh lukanya sebelum bakteri masuk dan membuat lukanya menjadi lebih parah.
Selsai dengan lukanya, ia kembali menatap kaca-kaca yang masih berhamburan dilantai, "Oh Snowie, let's see what you did", ujarnya kepada kucing dengan raut wajah yang tak mengerti apapun.
"Gimana beresinnya?", gumamnya, mau tak mau ia harus kembali berhadapan dengan serpihan tajam yang tadi melukai tangannya.