STATEMENT

71 4 0
                                    

Vano keluar kamar dan melangkah menuju ruang tengah, ia mendaratkan tubuhnya diatas sofa dengan tangannya yang memegang handphone. Senyumannya terlihat kala ia membayangkan dirinya dan Ayara saat makan bersama dicafe.

Hari yang sangat menyenangkan dan istimewa bagi Vano setelah lamanya ia tak bertemu dengan wanita itu, "Gue jadi kangen sama Ayara, dia lagi apa ya sekarang?", gumamnya.

Handphonenya terangkat, "Apa gue telfon aja?", ucapnya bimbang, "Telfon aja deh", ia mulai mengetikan nama Ayara dikontaknya dan memencet tombol telfon.

Berdering, hingga beberapa menit kemudian telfon itu tersambung, "Hai, Ay", sapa Vano riang.

"Halo?", mendengar balasan dari sebrang telfon, Vano terdiam. Bukan suara Ayara melainkan suara berat laki-laki, ia menatap layar handphone memastikan kalau ia tak salah menghubungi nomer.

"H-halo, ini siapa ya?. Ayara nya mana?", tanya Vano terbata.

"I'm Ayara's husband, Ayara is in the bathroom now. Ada perlu apa?, nanti saya sampaikan kepada istri saya", Vano terpaku saat mendengar pernyataan bahwa yang mengangkat sambungan telfon ini adalah suaminya Ayara, setelah diam beberapa detik. Vano pun menjawab.

"Ah, sorry. It's okay, sorry to bother, thank you", Vano memutus sambungan telfon, ia meletakkan handphonenya disofa yang kosong. Sungguh, ia masih terpaku, "Husband...", gumamnya, matanya menatap kosong meja yang ada didepannya.

•÷•

S

etelah mengangkat sambungan telfon dari Vano, Edgar kembali meletakkan handphone milik Ayara pada tempatnya semula. Ayara yang baru saja selsai sari kamar mandi langsung menghampiri Edgar saat ia menyadari lelaki itu meletakkan handphonenya.

"Kenapa Kak?", Ayara duduk ditepi kasur.

"Tadi Vano telfon, trus saya angkat", ungkapnya.

Ayara membulatkan matanya, "T-trus?, Kakak ga marah-marah kedia kan?", tanyanya khawatir.

"Ya engga dong sayang, orang ga salah apa-apa masa Kakak marahin?", alis Edgar terangkat.

"Um, iya juga. Vano ngomong apa?", tanyanya penasaran.

Edgar mengangguk, "Dia ga ngomong apa-apa sama saya, dia minta maaf trus telfonnya dimatiin. Coba kamu telfon lagi, siapa tau ada sesuatu penting yang mau dia omongin sama kamu".

Alis Ayara naik sebelah, "Gapapa?", tanyanya memastikan.

Edgar tersenyum, mengelus pucuk rambut Ayara, "It's okay babe".

Wanita itu tersenyum dan mengangguk, ia menaut handphonenya yang tak jauh lalu menghubungi Vano. Ia melangkah jauh dari Edgar, tak lama, sambungan telfon yang tadi Vano akhiri kembali tersambung, "Halo, Van?".

"Iya, Ay?. Kenapa?", tanya Vano.

"Loh, harusnya gue yang tanya kenapa. Lo kenapa telfon gue tadi?, sorry tadi lagi dikamar mandi", ucapnya.

"Gapapa, Ay. Ga jadi, iya gue udah tau kok lo tadi lagi dikamar mandi, suami lo yang ngasih tau", ucap Vano, Ayara melirik Edgar yang rebahan diatas kasur.

"Iya, tadi Kak Edgar yang angkat".

"Selamat ya, Ay", Ayara menaikkan alisnya, tak tahu ucapan selamat yang dikatakan oleh Vano untuk apa.

"Selamat?, buat?".

Kekehan Vano terdengar, "Buat nyokap lo, ya buat lo lah. Selamat atas pernikahan lo, sayang banget ya. Padahal tadinya gue mau ngajak lo jalan, eh ternyata udah berpawang", kekehan Vano terdengar begitu renyah ditelinga Ayara.

"Haha...thanks Van, sorry. Mulai saat ini kita jaga jarak ya?, Kak Edgar marah waktu dia tau kemarin gue jalan sama lo", ucap Ayara.

"Suami lo tau?, sampein maaf dari gue ya. Gue janji kok ga bakal ajak istrinya jalan lagi", kekehan Vano masih terdengar sama.

Ayara tersenyum simpul, "Haha, iya Van. Nanti gue sampein".

"Thanks ya, Ay. Thanks because all this time you have been with me, you have filled my days. Sorry karena gue udah ninggalin lo selama tiga tahun, bahagia terus Ay", nada bicara Vano seketika berubah membuat hati Ayara terasa nyeri mendengarnya.

"You're welcome, Van. Gue ngerti kok, lo tinggalin gue buat ngejar cita-cita lo. Lo juga, bahagia terus", ucap Ayara, suaranya terdengar parau.

"Haha siap, yaudah kalo gitu gue matiin ya?. Nyokap minta tolong", izin Vano.

"Iya, Van. Bye", sambungan terputus, Ayara menghampiri Edgar dan meletakkan handphonenya.

"Udah?", tanya Edgar, wanita itu mengangguk. Edgar tersenyum, ia membawa wanitanya kedalam pelukan hangat, suhu tubuh Edgar sudah menurun sejak tadi pagi jadi Ayara nyaman berada didalam pelukan hangat itu.

"Ada pesan dari Vano, Kak", cicit Ayara.

Edgar mengerutkan kening, "Apa?".

"Maaf, dia bilang. Maaf karena waktu itu dia udah ngajak jalan gue dan menyebabkan lo cemburu, dia janji ga akan ngajak gue pergi lagi karena sekarang dia tau kalo gue udah jadi milik lo".

Edgar terkekeh kecil, ia mengusap-usap kepala Ayara dengan lembut, "Sudah saya maafkan, Vano orang yang baik ya?. Dia tidak ingin merebut apa yang sudah menjadi milik orang lain".

Didalam pelukan Edgar, Ayara tersenyum, "Iya Kak, Vano baik".

Edgar menunduk, menatap wanita yang ada didalam pelukannya, "Are you sad because you can't be close to him anymore?".

"Engga lah, gue lebih suka deket sama lo", Ayara mengeratkan pelukannya.

"Masa sih?", Edgar tersenyum.

Ayara mendongak, membalas tatapan sang pria, "Iya lah!".

Edgar terkekeh melihat raut gemas Ayara, ia mencium pipi Ayara cukup lama, "Iya saya percaya". Pelukan itu semakin erat, menciptakan rasa nyaman dan hangat, "Oh iya, tangan kamu yang luka gimana?".

"Udah sembuh, tuh liat. Perbannya udah gue buka", Ayara memperlihatkan tangan kanannya, terlihat bekas luka yang lebar pada telapak tanganya.

"Udah sembuh tapi ada bekasnya", Edgar mengelus telapak tangan Ayara, "Tapi gapapa, tetap cantik", Edgar mengecup punggung tangan Ayara mengundang senyuman wanitanya.

"Crocodile", Ayara dan Edgar tertawa bersama.

EDGAR WITH AYARA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang