Edgar pulang kerumah lebih cepat karena ia ingin bermain bersama Ayara dan kucingnya, Snowie. Ia masuk kedalam rumah dan hendak menghampiri Ayara yang biasanya duduk santai disofa ruang keluarga namun kini wanita itu tidak ada, kemana perginya?.
"Ay?", mata Edgar berkeliling mencari keberadaan Ayara disetiap ruangan, ia naik kelantai dua memastikan jika Ayara ada didalam kamar dan benar saja.
Wanita itu tengah duduk diatas kasur dengan tanan kirinya yang mengelus perban yang membalut telapak kanannya, Edgar yang melihat keadaan tangan wanitanya itu langsung menghampiri dengan rasa panik.
"Ay, tangan kamu kenapa?", Edgar menatap Ayara dengan khawatir.
Wanita itu terkejut, kapan Edgar pulang?, "Ini, Kak. Tadi pagi Snowie naik-naik keatas lemari yang ada diruang tamu, pas dia mau turun badannya nyenggol cermin yang ada di dinding. Akhirnya cermin itu pecah dan pada saat gue mau beresin tangan gue malah kena potongan kacanya".
Edgar menatap tangan kanan Ayara dengan ngeri, "Kita kerumah sakit ya?, periksa lukanya".
"Gausah, tadi gue udah kasih obat merah kok", Ayara tersenyum mengisyaratkan bahwa tanganya tidak kenapa-kenapa dan tidak perlu sampai kerumah sakit.
Namun Edgar tetap lah Edgar, ia terus mengajak Ayara memeriksa lukanya, "Engga, Ay. Itu lukanya besar kan?, aku ganti baju dulu terus kita kerumah sakit", kekeuhnya.
•÷•
Tangan Ayara sudah diobati dan diperban dengan benar, usai pulang dari rumah sakit Edgar berinisiatif untuk membeli makanan karena katanya Ayara belum makan dari siang.
Edgar memilih makanan untuk dimakan dirumah, telah mendapatkan beberapa menu untuk dimakannya malam ini keduanya pulang kerumah.
Ayara ingin membantu Edgar unfuk membawakan makanan namun lelaki itu tidak mengizinkannya dengan alasan tangannya yang luka padahal bisa ia bawa dengan tangan kirinya yang baik-baik saja.
Kini keduanya sudah duduk manis diatas sofa, Edgar membuka bungkus makanan dan meletakkannya diatas meja. Ayara hendak menarik makanan itu agar lebih mudah untuk digapainya namun Edgar menahannya.
"Biar aku suapin", ujarnya.
"Tapi gue bisa sendiri, Kak", ucap Ayara yang tak mau diperlakukan seperti bayi oleh Edgar.
"Can you just obey?", Ayara memilih untuk diam, ia menuruti perkataan Edgar sebelum lelaki itu berubah menjadi galak.
Edgar menyodorkan satu suapan pertama, Ayara menerima suapan itu dan mengunyahnya perlahan, "Mulai sekarang kamu jangan main kucing dulu, fokus sampe luka ditangan kamu sembuh", ucap Edgar yang sedang mengaduk-aduk makanan.
"Kak, tapi-", ucapnya terpotong saat Edgar berbicara dengan tegas.
"Ga ada bantahan Ayara, dokter bilang luka kamu cukup besar. Robekannya bisa infeksi, bulu kucing penuh kuman Ay, jadi kamu nurut sekali aja sama saya bisa?", Edgar menatap dalam manik Ayara.
Wanita itu tertegun, ia mengangguk patuh pada ucapan suaminya. Suapan demi suapan masuk kedalam mulut Ayara hingga wanita itu sadar bahwa laki-laki yang menyuapinya tidak ikut makan, "Kakak ga ikut makan?".
"Saya sudah makan dikantor bersama Arkanza dan Lino sebelum pulang", Edgar kembali menyodorkan suapan didepan mulut Ayara.
Ayara mengangguk dan terus mengunyah hingga suapan terakhir, Edgar menyodorkan cola dan membantu Ayara untuk minum. Laki-laki itu benar-benar memperlakukan Ayara seperti bayi.
"Sekarang tidur ya?, sebentar saya beresin ini dulu", Edgar mengumpulkan bekas makanan kedalam plastik dan membuangnya ketempat sampah yang ada didapur.
Ia kembali menghampiri Ayara dan tiba-tiba saja mengangkat tubuh Ayara membuat sang empu kaget, "Kak, gue bisa jalan sendiri. Yang luka tangan, bukan kaki".
"I want to carry you to the room", Ayara hanya pasrah dengan ucapan laki-laki itu.
•÷•
Lino celingak-celinguk mencari keberadaan Edgar diruang kerja pribadi bosnya, tidak biasanya Edgar bolos kantor walaupun ia adalah bos.
"Edgar ga ngantor hari ini, Ar?", Lino duduk samping Arkanza yang sibuk berkutat dengan handphonenya.
Laki-laki itu menjawab tanpa melirik lawan bicaranya sedikitpun, "Ga tau, gue bukan nyokapnya".
Lino menghela nafas, ia merebut paksa benda pipih yang digenggam oleh Arkanza. Sang empu berdecak dan melirik pelaku dengan sinis, "Apa apaan si lo?".
"Dari pada lo main game mulu nih ya, mending coba chat Edgar deh. Dia ada jadwal meeting soalnya", ucap Lino.
Arkanza berdecak dan kembali merebut handphonenya, "Iye iye, gue chat".
"Edgar bilang dia ga bisa ninggalin Ayara yang tanganya lagi sakit, jadi dia minta gue buat wakilin meetingnya. Lumayan, naik gaji 50 persen buat tambahan jajannya Layla", Arkanza cengengesan dengan alisnya yang naik turun.Lino melirik seakan cemburu dengan Arkanza yang mendapat taikan gaji, "Tangan Ayara kenapa emang?, dicakar kucing?".
"Kena potongan kaca gara-gara kucingnya mecahin cermin besar yang diruang tamunya itu", jelas Arkanza, Lino mengangguk paham.
"Ar, gini. Kan yang ngatur jadwal meeting gue, yang nyiapin agenda juga gue. Jadi kita bagi dua gaji 50 persen lo itu, biar adil", Lino tersenyum merayu laki-laki disampingnya.
Arkanza yang melihat senyuman itu bergidik geli, "Ogah, yang dikasih gaji gue kenapa malah bagi dua. Lo ngomong aja sama Edgar biar dikasih juga", Arkanza bangkit dari sofa ruangan Edgar dan melenggang meninggalkan Lino yang misah misuh.
"Ga setia kawan lo, awas aja balik kerja bulunya Layla gundul", umpatnya.