Ayara menyerngit saat baru saja membuka matanya, ia merasakan sesuatu yang panas mengenai punggung tangan miliknya.
Membuka mata lebar-lebar dan melihat apa yang telah ia sentuh, ternyata...yang panas adalah kening milik pria yang tidur disebelahnya. Buru-buru Ayara bangun dan memeriksa keadaan Edgar yang masih tertidur, pria itu meringkuk kedinginan dengan tubuhnya yang tertutup sempurna oleh selimut.
"Kak...", Ayara panik, ia kembli menempelkan punggung tangannya diatas kening Edgar, panas. Pria itu demam.
Ayara hendak turun untuk mengambil kompresan didapur namun pria itu menarik lengannya kembali, "Ay...disini aja, temenin saya...", gumam Edgar.
"Kak, gue mau ambil kompresan dulu ya?, bentar", ucap Ayara, Edgar melepas genggaman tangannya. Wanita itu bergegas ke dapur untuk mengambil alat kompres.
Kembali kedalam kamar dan meletakkan handuk kecil yang sudah basah diatas kening Edgar, setengah sadar lelaki itu menyuruh Ayara untuk duduk disampingnya.
Edgar meletakkan kepalanya diatas paha Ayara dan memeluk pinggang wanita itu dengan erat, "Kak, lo demam. Kita kerumah sakit ya?", Ayara mengelus surai Edgar.
"Engga, Ay. Saya gapapa, nanti juga demamnya turun sendiri", ucap pria itu, telapak tangan Edgar yang terasa panas menggenggam tangan Ayara, genggaman tangan itu diletakkan diatas dadanya dan mengelus lembut punggung tangan Ayara, "Kamu tetep disini ya?, jangan kemana-mana. Jangan tinggalkan saya sendiri", gumam pria itu.
"Gue ga kemana-mana Kak, gue ada sama lo", Ayara mengelus lembut pipi kanan Edgar, pria itu tersenyum.
Benda pipi yang tergeletak diatas nakas berdering menandakan seseorang telah menghubungi lewat telefon, Ayara mengulurkan tangan mengambil handphone Edgar. Arkanza menelfon.
"Gar, lo kemana si?. Kita ada meeting penting sekarang, client kali ini ga bisa dilewatin Gar", pekik Arkanza dari sebrang telfon.
"Kak..", cicit Ayara.
Arkanza mengerjab, "Eh, Yar?. Edgar-nya kemana ya?".
"Maaf Kak, Kak Edgar demam tinggi jadi ga bisa kekantor hari ini", ucap Ayara yang terus mengelus rambut Edgar.
"O-oh, yaudah nanti biar gue sama Lino yang ngehandle".
"Iya Kak, sorry..gue bisa minta tolong ga?", tanya Ayara tak enak.
"Boleh dong, mau minta tolong apa Yar?", jawab Arkanza yang siap menolong apapun yang diminta oleh Ayara.
"Ini Kak, Kak Edgar ga mau kerumah sakit jadi gue boleh minta tolong beliin obat ga ya?. Kak Edgar ga mau ditinggal soalnya", saat Ayara berucap, pria dibawah sana tampak membentuk bibirnya menjadi seperti bulan sabit dengan matanya yang terpejam.
"Boleh boleh, nanti gue kirim Grab buat ngirim obatnya ya?. Titip Edgar ya, Yar".
"Iya Kak, makasih", terlfon tertutup, Ayara kembali meletakkan handphone Edgar pada tempatnya semula.
Ia menunduk menatap wajah pucat Edgar dibawah sana, "Kak, gue bikin bubur sebentar ya?. Buat lo makan, Kak Arkan nanti kirimin obat buat lo".
"Engga Ay, saya ga mau minum obat. Saya gapapa", Edgar terus mengelus punggung tangan Ayara dengan ibu jarinya yang juga terasa panas.
"Gapapa gimana si Kak?, lo demam kaya gini", ucap Ayara, suaranya sedikit naik.
"But I don't want to be left with you anymore", mata Edgar terbuka, menatap manik Ayara dari bawah.
Ayara menghelas nafas, "Gue pergi kedapur doang sebentar, nanti balik lagi kesini".
"Promise?", jari kelingking Edgar terangkat diudara. Ayara tersenyum, pria ini tetap saja bertingkah saat sedang sakit. Ayara menyatukan jari kelingkingnya dengan milik Edgar.
"Janji", Edgar tersenyum, ia mengetuk pipinya mengisyaratkan Ayara untuk memberinya kecupan. Wanita itu peka, ia langsung mendaratkan kecupan singkat dipipi Edgar.
Saat mendapat persetujuan dari pria itu, Ayara langsung pergi kedapur untuk membuatkan Edgar bubur.
•÷•
Edgar sudah usai meminum obat, Ayara meletakkan mangkuk bekas bubur serta gelas air diatas nakas. Tubuhnya langsung ditarik oleh Edgar, lelaki itu meletakkan kepalanya diatas paha Ayara dan memeluk tubuh wanita itu dengan erat.
Ayara menghelas nafas, suhu tubuh lelaki itu masih tinggi. Tangannya bergerak mengelus lembut kepala Edgar, "Masih pusing, Kak?", Ayara menunduk.
"Udah engga sayang", suara Edgar terdengar serak, "Ay, can i ask you something?", Edgar mendongak, menatap balik wanita itu.
"Just ask", Ayara tersenyum.
"Who is that boy?,um saya tau dia teman kamu dan kalian tidak ada apa-apa. Maksud saya, who is he?, and how long have you known him?", pertanyaan yang tak sabaran itu terus keluar dari mulut Edgar.
"His name is Vano. kita temenan udah dari kecil, kita pisah karena dia ngelanjutin kuliah di Australia", jelas Ayara.
Dibawah sana, Edgar mengangguk, "Do you have liking?".
Ayara diam sejenak lalu menghela nafas, "It used to appear, but now it's gone because I already have you", Ayara mencolek ujung hidung Edgar.
"Nonsense", kekeh Edgar.
"Loh, Kakak ga percaya hm?", alis Ayara menukik.
Edgar terkekeh menggona, "Tidak".
"I will prove it", Ayara berbisik didepan indra pendengaran lelaki yang ada dibawahnya itu.
"The method?", alis Edgar terangkat.
Ayara tersenyum, ia mendaratkan bibirnya cukup lama dibibir Edgar. Tidak ada lumatan, hanya kecupan lama yang menyalurkan rasa sayang serta betapa cintanya Ayara terhadap orang ini, "That's the proof, a kiss full of love".
Edgar tersenyum lebar, "Saya nambah pusing karena mabuk cintamu", cicitnya.
"Kamu pikir saya tidak mabuk karena cintamu?", Ayara menatap dalam manik tajam pria itu.
Edgar terkekeh kecil, ia menarim tengkuk kepala Ayara dan perlahan menempelkan bibir ranum wanita itu pada bibirnya. Kini Edgar memberikan kecupan bahkan sedikit lumatan cinta didalamnya.
Keduanya terhanyut akan kenikmatan serta cinta yang keduanya rasakan, begitu memabukkan keduanya. Rasanya...dua hanya milik mereka berdua.
Beralih dari bibir manis Ayara, Edgar memiringkan kepala hingga berhadapan dengan perut rata Ayara. Ia memeluk erat pinggang ramping wanita itu, tangannya bergerak mengelus perut Ayara yang datar, "I am waiting for my seeds to grow in here, I will plant them soon", ucapnya, Ayara terdiam.
Entah mengapa saat mendengar ucapan Edgar, jantungnya berdetak begitu cepat. Perutnya merasakan ribuan kupu-kupu yang bertebaran didalam sana. Terlebih saat Edgar mengelus perutnya dengan lembut, itu terasa geli.