Chapter 40

47 11 0
                                    

Pada 1 Desember, ramalan cuaca memprediksi akan ada hujan es hari itu, tapi hingga kelas siang, cuaca masih sejuk dan seperti musim gugur. Tapi, dia tidak menduga langit akan berawan setelah kelas selesai. An Ning menunggu teman sekelasnya pergi dan dengan cepat mulai membersihkan kelas. Saat dia baru saja membalik kursi, langit sudah gelap dan berangin. Dia mencurahkan perhatian untuk menyapu—menyapu dan terus menyapu sampai gedung kuliah hening. Seolah-olah tidak ada siapa pun selain dia di dalam gedung.

Angin kencang berembus diluar jendela. Suara anginnya melewati koridor kosong gedung dan dedaunan terus tertiup masuk. An Ning menjadi sedikit terdesak, menutup jendela agak pelan. Lantai yang baru saja dibersihkan harus disapu lagi. Dalam situasi ini, sepertinya bakal ada angin kencang dan hujan deras. Dia melihat ruang kelas yang baru setengah disapu dan merasa dia mungkin akan terjebak di gedung kuliah.

Saat dia tenggelam dalam kegiatan menyapu lantai, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakang:

"Kenapa kamu masih disini?"

An Ning terlalu familier dengan suara bernada rendah itu. Dia tidak bisa mempercayainya, jadi dia menegakkan tubuh dan berpaling. Di tengah-tengah angin dingin yang menyerbu, suara Qin Weihang tiba-tiba terdengar di gedung kuliah—entah mengapa menyelamatkannya. Qin Weihang berdiri di pintu kelas, mengenakan jaket besar warna hijau army. Selain itu, dia berpakaian serba hitam dari kepala hingga kaki; kaus hitam, celana hitam, dan sepatu hitam. Dia mengerutkan dahi dan menatapnya, ekspresinya seperti kucing besar yang tidak senang. Dia seperti macam kumbang hitam dengan tingkatan daya tarik tinggi, badan besar, dan diselimuti baju perang yang tangguh.

An Ning tidak menyangka hal ini dan benar-benar terkejut: "Ah, aku sedang membersihkan kelas." Qin Weihang tahu tentang work-studynya, jadi dia tidak paham kenapa Qin Weihang menanyakannya meskipun tahu hal itu.

Qin Weihang melirik kelas di belakang mereka dan berkata: "Yang lain sudah pergi."

An Ning sadar kalau dua teman sekelas work-studynya sudah pergi. Dia menatap kelas lagi yang belum sepenuhnya bersih: "Aku agak...  lambat melakukannya..."

Alis Qin Weihang mengkerut. Dia tiba-tiba berjalan masuk dan menepuk tangannya di dinding sebelah pintu. Awalnya lampu di kelas hanya dinyalakan sebagian, jadi Qin Weihang menyalakan semuanya dan seluruh ruangan menjadi terang. Saat Qin Weihang mendekat, dia melepas jaket hijau armynya, hanya mengenakan kaus hitam lengan panjang, dan bertanya tanpa melihatnya: "Dimana tasmu?"

An Ning menunjuk tempat dimana dia menaruh tasnya dengan ekspresi tercengang. Qin Weihang berjalan kesana, membuka tas, dan memasukkan jaketnya. Kemudian dia mengangkat ujung lengan bajunya, menariknya sampai bawah siku, dan berkata: "Apa yang kau inginkan untuk kulakukan?"

An Ning berkata: "Huh?"

Angin diluar kejam, menabrak jendela kaca. Kancing salah satu jendela tidak dipasang, jadi jendelanya terbuka dengan suara bang. Qin Weihang melewatinya dan pergi ke jendela. Dia menarik jendela dengan suara bang lainnya. Tapi, di saat itu, pasir tertiup ke matanya. Dia memegangi bingkai jendela dan menundukkan kepala.

An Ning buru-buru melangkah maju: "Kau tidak apa-apa?"

Kepala Qin Weihang masih tertunduk, matanya terpejam, dan bulu matanya bertaut erat. Akan tetapi, suaranya tenang saat dia berkata: "Kemasukan pasir."

An Ning: "Aku akan meniupnya untukmu!"

Qin Weihang membuka mata dengan susah payah, dan dengan penuh pertimbangan merendahkan lehernya ke laki-laki yang mengkhawatirkannya. An Ning mencondongkan tubuhnya dan berjinjit, melihat mata Qin Weihang diselimuti lapisan air dan bulu matanya basah. Meskipun dia tahu itu hanya air mata dan bukan tangisan, detak jantungnya sedikit tidak stabil. Kurang lebih rasanya seperti dia sudah melihat Qin Weihang menangis.

[END] Lemon LightningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang