Chapter 58

46 10 0
                                    

Dalam perjalanan pulang, mereka sesekali melihat bus wisata bertingkat. An Ning dengan semangat menanyai Qin Weihang: "Kau sudah pernah naik itu?"

Qin Weihang melihat pasangan kekasih menaiki bus, lalu berkata: "Ini bukan jalan kembali."

Karena dia mengatakannya seperti itu, An Ning tiba-tiba merasa malu. Mereka keluar untuk membeli barang, bukan berwisata. Jadi, dia mengangguk paham.

Bus wisata bertingkat masih di peron. An Ning tertatih-tatih ke depan, tapi tiba-tiba dia mendengar Qin Weihang berkata dari belakang: "Kita bisa naik sebentar."

Dia berbalik dan menatapnya.

Qin Weihang berdiri di sana dan melihat tanda. Setelah mengkonfirmasinya, dia berkata, "Kita bisa naik lima pemberhentian lalu ganti ke kereta." Akhirnya, dia menatapnya sambil menaikkan alis, "Mau naik?"

Setelah naik bus, mereka berdua langsung pergi ke lantai dua. Menaiki tangga bus membuat An Ning merasakan pengalaman baru. Di hari yang dingin, tidak ada siapa pun di lantai dua kecuali mereka. Mereka duduk di kursi dekat lorong. Dua orang dipisah oleh lorong, masing-masing duduk di satu sisi. An Ning berpikir mustahil bagi dua laki-laki duduk bersama karena terlalu aneh, jadi mereka bisa berpisah seperti ini. Tapi ini tidak apa-apa—dia bisa menghindarkan jantungnya berdegup lebih kencang, dan dari berpikiran liar.

Bus perlahan berjalan, dan Qin Weihang menaruh satu tangan ke sandaran kursi di depan, dengan malas melihat pemandangan di bawah. Jaketnya yang empuk dan lebar tak di ritsleting di angin yang dingin, dan ada kaus hitam di dalamnya. Saat angin berhembus, kausnya bergoyang di dadanya.

Dia dingin dan bersemangat; bertentangan tapi juga harmonis.

An Ning berpikir dalam hati, kau melihat pemandangan, sementara aku melihat pemandanganku.

Bahkan kalau cinta bertepuk sebelah tangan ini tak ada hasilnya, terus kenapa? Ini adalah memori yang indah, jadi aku sama sekali tidak menyesalinya.

***

Tiket keretanya pukul 10 pagi, jadi An Ning bangun dua jam lebih awal hari ini. Dulu, orang-orang di asrama akan bangun dan mandi di saat ini, jadi suasanany akan sangat hidup. Qin Weihang masih tertidur di kasur dengan tangannya di bawah bantal. Dia membuka mata saat An Ning kembali cuci muka di balkon. Dia menunduk mengantuk, kantuk dalam suaranya: "Aku tidak akan menemanimu pergi, kalau begitu."

An Ning mengangguk bersalah: "Tidur nyenyak." Lalu dia segera berkata, "Aku akan kembali sekitar seminggu."

Qin Weihang sudah mengubur kepalanya di bantal lagi. Kepalanya dipalingkan dan dia tidak menjawab. An Ning tidak yakin apakah dia mendengarnya.

An Ning meninggalkan sekantung kue kuning telur di meja Qin Weihang, lalu pergi dengan barang bawaannya. Pegal di tangannya sudah lebih baik dari kemarin. Saat dia meraih pintu dan menutupnya, dia melihat lagi ke dalam dengan agak enggan. Dia melihat Qin Weihang menarik selimut dan menutupi kepalanya.

Dia menunggu monitor kelas Cao Zheng di tangga bawah, yang akan pergi dengannya. Baguslah dia punya seseorang yang menemaninya dalam perjalanan pulang; setidaknya Cao Zheng tampak sangat senang. An Ning di lain sisi, tidak bisa senang. Dia merasa sudah meninggalkan Qin Weihang.

Saat mereka tiba di stasiun kereta, dia menelepon ibunya sambil menunggu kereta. Dia memberitahunya betapa lamanya perjalanan keretanya dan kapan dia akan sampai rumah. Di sisi lain telepon, ibunya agak terkejut: "Ah? Bukannya kau akan bekerja?"

An Ning bingung. Sebelumnya dia sudah memberitahu ibunya kalau dia akan bekerja part-time selama liburan musim dingin, tapi dia bermaksud kalau dia mungkin akan kembali ke sekolah lebih cepat setelah sampai rumah. Dia tidak bermaksud kalau tidak akan pulang.

[END] Lemon LightningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang