Chapter 36

56 12 0
                                    

Keesokan harinya, An Ning dibangunkan dengan ponselnya yang bergetar di bawah bantalnya. Tadi malam, dia tidur sampai larut malam, lalu sadar kalau dia tidak melepas kacamatanya. Dia tak terlalu memikirkannya, lalu dia melepasnya dan lanjut tidur. Sekarang dia terbangun dan melihat bukunya terbuka di dekat kepala tempat tidur, dia ingat kalau tadi malam lupa mematikan lampu. Qin Weihang hampir yang paling sering menjadi satu-satunya yang mematikan lampu untuknya...

Kali ini dia tidak membangunkan Qin Weihang. Sebelum meninggalkan ruangan seusai mandi, dia menatap tempat tidur Qin Weihang. Qin Weihang masih tertidur dengan posisi yang sama; lengannya selalu terlentang di atas bantal. Terkadang, tangannya tergantung di samping tempat tidur. Untungnya hari ini, dia memeluk bantalnya dan kedua bahunya terlentang di atas tempat tidur, tapi seluruh bahunya tidak tertutupi dengan selimut. Memangnya tidak kedinginan?

Pelajaran ketiga dan keempat adalah Bahasa Inggris. An Ning tak pernah berharap Qin Weihang akan masuk kelas, tapi tidak disangka-sangka, Qin Weihang masuk. Saat dia berjalan menuju ruang kuliah, pandangan mata semua orang di kelas tertuju langsung padanya. Akhir-akhir ini, An Ning sudah tahu tanpa perlu melihat wajah Qin Weihang kalau ini memang kemampuan Qin Weihang. Qin Weihang masih di luar, datang dari arah tangga. An Ning samar-samar menangkap tatapan seorang cowok tinggi dengan hoodie putih tipis di luar, dan dipadukan dengan jaket denim biru, dia yakin 99% kalau itu Qin Weihang.

Qin Weihang berjalan menuju ruang kuliah dengan menenteng ranselnya. Dia memperlambat langkahnya dan meraih kepalanya untuk melihat ke orang-orang di kelas. An Ning melambaikan tangannya padanya. Kedua mata mereka tiba-tiba bertemu, dan Qin Weihang berjalan ke arahnya.

Sekarang, An Ning duduk di tengah ruang kelas. Karena pancaran lensa proyektor sedikit rendah, sangat nyaman duduk di tengah untuk melihat layar. Saat Qin Weihang menghampiri, teman yang sedang duduk di samping lorong meja berdiri dan membiarkannya lewat. An Ning memperhatikan sepanjang Qin Weihang berjalan duduk di sampingnya, dan mereka tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Dia pikir kalau Qin Weihang mungkin terbiasa dengan ini, tapi duduk dengannya memberikannya banyak tekanan.

Kemudian, ruang kelas perlahan-lahan terisi penuh. Hari ini gurunya tampak sedang bersemangat, jadi guru berkata: "Jumlah kehadiran hari ini sangat bagus, jadi aku tidak akan mempresensi."

Qin Weihang bersandar dan bertanya padanya: "Apakah dia sering mempresensi?"

An Ning mendengar suara rendah dekat telinganya dan mengangguk: "Kadang-kadang."

Qin Weihang agak mengerutkan pojok mulutnya, menatap pasrah. An Ning berkata dengan malunya mencoba untuk berbangga diri: "Aku sudah menjawab dua kali untukmu, jadi tenang saja."

Qin Weihang menatapnya, menangkat alisnya, dan berkata: "Makasih."

An Ning merasa malu: "Tidak masalah, itu bukan apa-apa, tapi..."

"Tapi apa?"

"Tapi kamu ada di sini sekarang, mungkin akan terasa tidak nyaman kalau aku menjawab untukmu seterusnya. Guru pastinya akan mengingatmu."

"Kenapa?"

An Ning membuka mulutnya dan melihat Qin Weihang, yang raut wajahnya polos saat bertanya. Qin Weihang juga menatapnya, dan hanya setelah dua detik dia berkata "Oh" dan mengangguk sendiri. Dia lalu berkata: "Tenang, lain kali tak usah menjawab untukku." Dia menatapnya lagi, "Suara kita juga agak beda."

An Ning tersenyum dan mengusap hidungnya: "Benar." Well, semoga kamu menepati ucapanmu.

Biasanya, dia agak penuh perhatian di kelas, tapi hari ini, dia tidak bisa menahan diri untuk menatap Qin Weihang. Dia memperhatikan Qin Weihang memiringkan kepalanya, meletakkan dagunya dengan satu tangan, dan matanya ke buku pelajaran. Meskipun wajahnya tak berekspresi, terkadang kelopak matanya tertunduk lesu, yang membuat An Ning mengira dia sedang tertidur. Namun, Qin Weihang masih memegang pulpennya untuk menulis beberapa kalimat saat guru membicarakan tentang kesimpulannya. Dia mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Mungkin karena ini sudah mendekati akhir semester, jadi dia takut gagal di mata kuliah ini.

[END] Lemon LightningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang