EMPATPULUHLIMA

5.3K 437 38
                                    

Sudah tiga hari Shaqira menginap di rumah sakit. Tapi kata dokter Shaqira diperbolehkan pulang sore ini. Dan itu membuat ustadz Abi bersyukur. Ustadz Abi tidur di dekat Shaqira. Ia memaksa ustadz Abi untuk tidur di dekatnya agar bisa nyaman tidur. Kasihan melihat ustadz Abi yang selalu tidur di sofa. Untungnya juga brankarnya cukup luas bisa muat sampai dua orang. Shaqira memandang wajah ustadz Abi yang tertidur terlihat ada lingkaran hitam di bawah matanya. Wajah lelah sangat terlihat jelas. Shaqira mengusap wajah ustadz Abi lembut membuat sang empu terbangun.

"E-hh maaf."

"Hm mau apa?" tanya ustadz Abi dengan suara serak khas bangun tidur.

"Gak ada. Ustadz Abi lanjut tidur aja!"

"Yakin?" tanya ustadz Abi lagi memastikan.

"Iya! Udah bobo suami Shaqira yang masyaallah ganteng banget!" ucap Shaqira.

"Mau langsung pulang besok?"

"Terserah ustadz Abi aja."

"Pulang ya, dompet udah tipis!"

"Hehe iya."

"Maaf ya Shaqira banyak mau," sambung Shaqira cengengesan.

Dari pertama Shaqira masuk rumah sakit di Jakarta itu semua ustadz Abi yang biayain. Ditambah lagi jajan Shaqira. Badan kecil tapi makan banyak. Tapi ustadz Abi tak permasalahkan uang
nya. Selama istri bahagia, Rizki juga pasti akan mengalir. Belum lagi biaya rumah sakit ini.

"Gak papa cantik, nanti kita cari lagi."

"Kalau duit ustadz Abi gak cukup, pakai tabungan Shaqira aja!"

"Gak usah! Simpan aja. Ini udah cukup."

"Oke pak suami!" Mencium pipi ustadz Abi singkat. Membuat ustadz Abi terkejut dengan detak jantung yang tak beraturan. Yang tadinya setengah sadar jadi full sadar. Jangan tanyakan seberapa bahagia ustadz Abi rasanya lebih fresh lebih plong rasanya enak banget.

Sedangkan Shaqira menetralkan rasa gugupnya. Entah kekuatan apa yang ia keluarkan untuk bisa melakukan hal itu. Ia melingkarkan tangannya di pinggang ustadz Abi lalu menenggelamkan wajahnya di dada bidang ustadz Abi sekaligus menyembunyikan senyuman yang masih tercetak jelas di wajah cantiknya yang sedikit pucat. Ustadz Abi mengecup kening Shaqira cukup lama. Membuat Shaqira syok dengan wajah terkejutnya yang dihadiahi senyuman manis ustadz Abi.

"Satu sama ya!" ucap ustadz Abi mengerlingkan matanya pada Shaqira.

"Dasar gak mau kalah!"

"Ayok tidur lagi," ajak ustadz Abi melingkarkan tangannya pada pinggang Shaqira.

...

"Gimana dia mati kan?" tanya seseorang yang sedang duduk dengan angkuhnya di meja kebesaran miliknya.

"Ah sial! Gitu aja gak becus!" Mendengar itu ia langsung berdiri, menendang apa saja yang ada dihadapannya. Ruangan yang ia tempati saat ini seperti gudang semua berserakan akibat amukannya.

"HAHAHAHA!" siapapun yang mendengar tawanya akan bergidik ngeri. Terdengar seperti kebencian yang sangat mendalam bahkan terdengar juga seperti orang yang paling tersakiti.

"Tidak masalah! Ini baru awal tunggu part-part yang paling menyakitkan pada dirimu!"

Tut

Ia mematikan ponsel sepihak lalu melempar handphone yang berlogo Apple gigit keluaran terbaru itu ke tembok dengan keras. Hancur lebur seperti hatinya saat ini. Kebencian dalam dirinya tak bisa ia kontrol. Ia tak memikirkan apa resiko yang telah ia perbuat. Hidup dengan kesendirian sudah biasa dari kecil sampai saat ini. Terlahir di keluarga yang sangat berada tidak membuatnya lebih baik. Tak ada yang kurang dari hal materi hanya saja kurang dalam hal kasih sayang. Malam yang sepi selalu ia lalui sendirian. Anak yang malang itu pantas untuk dirinya.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang