EMPATPULUHDELAPAN

5.5K 498 61
                                    

Sesempurna apa kalian sampai menjudge saya hina?

Raisya Shaqira Ningsih.

Pagi harinya pesantren Al-Fatah kedatangan tamu, sahabat dari ustadz Abi yang pernah sepondok dulu waktu SMA. Kedatangan mereka untuk mengundang ustadz Abi dengan keluarga pesantren untuk menghadiri syukuran sekalian silaturahmi. Shaqira tidak terlihat dari subuh tadi. Umi naik ke atas untuk membangunkan Shaqira untuk membantu membuat jamuan untuk sahabat ustadz Abi dengan ustadz Zaki. Umi tersenyum geleng-geleng kepala melihat Shaqira ketiduran diatas sajadah dengan mukenah yang masi ia kenakan.

"Shaqira?" panggil umi, membuat Shaqira melenguh membuka matanya, entah kenapa ia cepat bangun.

"Umi mau minta tolong, bisa?" tanya umi. Shaqira langsung bangun.

"Iya umi," jawab Shaqira dengan suara serak khas bangun tidur. Ia membuka mukenah yang ia pakai lalu merapikannya.

"Umi tunggu di dapur."

"Oke siap, Shaqira cuci muka dulu." Umi tersenyum sebagai jawaban lalu keluar.

Setelah mencuci muka Shaqira keluar dari kamar ikut menjamu sahabat ustadz Abi dengan ustadz Zaki. Ia hanya memakai Hoodie dengan celana training dipadukan jilbab instan terlihat jelas outfit yang digunakan seadanya, bahkan ini baju tadi malam yang ia gunakan untuk tidur. Dari pagi Shaqira belum sempat mandi pasalnya setelah sholat subuh ia ketiduran gara-gara bergadang tadi malam. Bahkan umi langsung yang membangunkan dirinya. Malu itulah yang Shaqira rasakan. Sekarang Shaqira rasa bukan kenangan mantan yang sulit ia lupakan tapi lebih sulit menahan untuk tidak tidur setelah sholat subuh.

"Lapar ya?" tanya umi mengagetkan Shaqira yang ingin memakan nasi goreng di dapur.

"Hehe iya umi," jawab Shaqira cengengesan.

"Ayok kita sarapan sama-sama," ajak umi.

"Shaqira disini aja umi gak papa," jawab Shaqira. Ia malu melihat pakaiannya.

"Ustadz Abi yang panggil, kamu gak mau?"

"Malu tapi umi," jawab Shaqira cengengesan, melihat baju yang ia pakai.

"Gak papa, selama aurat kamu tertutup."

"Hm sayang banget sama umi," ucap Shaqira memeluk umi.

"Umi juga sayang anak umi." Membalas pelukan Shaqira. Disini Shaqira tak pernah dibeda-bedakan dengan ustadz Abi. Kasih sayang umi dengan Abi sama tak ada yang kurang. Ini yang membuat Shaqira nyaman, dulu ia pernah berpikir semua mertua sama-sama kejam. Shaqira sering lihat di tv mertua yang menyiksa menantunya. Tapi Shaqira sekarang bantah, itu tidak semua. Bahkan sekarang ia berpikir mungkin tidak ada mertua yang kejam melainkan cara pembawaannya yang kelebihan atau mungkin itu cara mengungkapkan kasih sayangnya.

Umi dengan Shaqira sudah berada di meja makan. Sahabat ustadz Abi juga ikut berada di sana untuk ikut sarapan. Shaqira duduk di samping ustadz Abi. Tak ada pembicaraan selama makan kecuali umi yang terus menyuruh teman ustadz Abi untuk nambah. Sampai akhirnya Dhani nyeletuk.

"Maaf umi kesannya kayak numpang sarapan."

"Hehe gak, umi senang lihat kalian kesini udah lama kita gak ketemu. Terakhir ketemu pas acara pernikahan ustadz Abi."

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang