1. Hari Ketika Dia Pergi

25 5 1
                                    

365 hari sebelum dia pergi....

Aku masih menyukainya. Tidak, mungkin harus kukatakan jika aku mencintainya. Bahkan setelah hampir dua tahun sejak pertama aku bertemu dengannya. Aku masih bertahan pada perasaanku. Dan belum bisa melupakan meski pernah mencoba.

Kami masih bersama, maksudku dalam lingkungan yang sama. Kami masih sering bertemu di tempat kerja, walau jarang ada kata untuk sekadar menyapa. Dia masih sama seperti saat aku sadar tentang perasaanku dulu. Masih dengan segala sikap manisnya yang membuat anganku terus semakin tinggi melaju.

Kupikir kami punya kesempatan, kukira aku bisa memilikinya. Karena dia seolah menunjukkan jika dia juga menginginkan hal yang sama. Ketika itu hatiku penuh dengan keyakinan tentang sebuah perasaan yang berbalas, keyakinan bahwa bahagia yang kurasa adalah nyata, bukan hanya angan semata.

Saat itu, kukira kami bisa bersama.

304 hari sebelum dia pergi....

Tidak kusangka jika ragu kemudian hadir dalam hatiku. Apa akan baik-baik saja jika aku terus bertahan dengan perasaan ini? Aku mulai merasa lelah. Dua tahun, masih tidak ada yang berubah.

Sebenarnya aku lelah dengan kisah yang sama, kisah yang terus berulang meski aku sudah tahu bagaimana nanti akhirnya. Mencintai dalam diam. Hanya itu yang selalu kulakukan. Aku terlalu payah untuk bertutur tentang perasaanku padanya. Walau tidak harus peduli dengan perasaan yang berbalas, aku bahkan enggan untuk sekadar membiarkannya tahu tentang perasaanku.

Aku terlalu nyaman dengan diamku.

Tanpa kata aku berusaha menyampaikan rasa. Tanpa suara aku berusaha untuk didengar olehnya. Entah berapa kali aku merutuki diri sendiri. Memaki hati yang merasa patah di saat tidak ada siapa pun yang melukainya.

Kenyataannya, aku hanya terluka oleh harapan yang kubangun sendiri.

Tetapi dalam segala ragu dan resah itu, dia masih saja tega menabur harapan di hatiku. Semua perhatian dan tutur manisnya yang selalu mampu menghadirkan senyumku. Untuk kemudian aku menyadari jika aku tidak pernah jadi siapa-siapa baginya. Tidak peduli seberapa keras aku menolak, angan itu masih tetap ingin tumbuh, terus bersemai dengan indah. Aku lelah, tapi aku tidak bisa berhenti.

100 hari sebelum dia pergi....

Rasanya aku sudah tidak ingin peduli lagi dengan perasaan ini. Aku memaksa diriku untuk melupakan segalanya. Tentang rasa itu, tentang semua harapan dan angan, tentang semua kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Aku tahu, setiap kali ada momen yang tercipta di antara kami, aku tahu jika saat itu hatiku mati-matian menahan sakit karena harus berpura-pura biasa saja. Rasanya ingin menangis ketika harus menahan gejolak itu. Aku benci hatiku yang tidak mampu mengendalikan perasaan ini.

Aku benci untuk jatuh cinta seperti ini.

21 hari sebelum dia pergi....

Tidak ada lagi momen. Tidak ada lagi harapan untuk bertemu dengannya setiap kali menyambut hari. Dia sudah jauh untukku. Walau seharusnya dari awal aku menyadari jika dia memang jauh.

Aku tidak tahu, apa hanya perasaanku atau bagaimana. Jika interaksi di antara kami tidak seperti dulu. Apa karena dia ingin pergi? Bagus sekali karena aku tidak perlu lagi mempertahankan harapanku. Meski aku harus menghela napas berat setiap bertemu dengannya karena menahan perasaan itu. Aku tahu semua sudah berakhir.

Kukatakan pada diriku saat itu, "Jangan bodoh. Kamu tidak harus bertahan untuk apapun lagi. Tidak perlu menahan diri dan kamu baik-baik saja."

Hari ketika dia pergi....

Aku sudah berkali-kali mengatakan pada diriku sendiri jika aku baik-baik saja. Iya, aku baik-baik saja. Tapi ternyata semua tidak semudah yang kukatakan. Ternyata hatiku masih belum bisa menerima. Bodoh. Aku tahu itu kesalahanku sendiri karena mengulang luka yang sama.

Kisah yang sama, di mana akhirnya aku tidak pernah mendapat kejelasan apa-apa. Lagi-lagi semua berujung pada ketidakpastian. Ironis, karena terjebak di situasi seperti ini lagi.

Aku sudah tidak bisa merasakan hatiku lagi. Kupikir aku bisa melewatinya, setidaknya itu yang berulang kukatakan pada diriku sendiri. Tidak ada yang bisa mengendalikan bahagiamu kecuali dirimu sendiri. Tidak juga dia.

Untuk sekarang, aku ada di titik tidak ingin mengenal perasaan jatuh cinta.

End

08 Juni 2022
-P

Shades of Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang