18. Now You Know

8 3 0
                                    







( •ᴗ• )







Aku membuka pintu kamarku sambil melepas sebelah headset di telinga. Aku mengerutkan kening melihat J sedang berdiri di kaki ranjangku, entah melakukan apa. Aku masuk ke dalam sambil menatapnya tidak suka.

“Oi, situ ngapai di sini? Mau maling?” tegurku.

Aku tertegun sesaat. Maling? Apa yang mau dimaling? Tv? Lemari? Laptop? Ranjang? Kan di kamarnya juga ada. Atau jangan-jangan Ps ku yang mau dicolongnya? Hmmm…

“Kamu sudah pulang, Li?” sapanya lembut—seperti biasa.

“Ditanya malah balik nanya.”

Aku menatap pakaianku yang ada di atas ranjang. Celana kain batik, tshirt lengan pendek warna ungu bertuliskan jogja, lengkap dengan pakaian dalam juga.

“Kamu pasti capek. Mandi gih, ini baju gantinya sudah kusiapkan.”

Aku mendengus. "Kamu siapa nyuruh-nyuruh? Jadi kamu yang selama ini suka berantakin lemariku? Nyari apaan kamu, sertifikat rumah? Sok ngide nyiapin baju segala lagi, MODUS!”

“Ya ampun, Li, kamu ngomong apa sih? Buat apa aku nyari sertifikat rumah? Aku nggak serendah itu!”

Aku mendengus sinis sambil memutar bola mata meremehkan. “Oh ya?”

“Li! Selama ini aku udah sabar sama kamu—”

“Nggak perlu sabar sama aku—”

“Kenapa sih sikap kamu sekarang begini ke aku? Dulu kita nggak begini, kan? Dulu kita baik-baik aja, kenapa sikapmu berubah sejak aku mau menikah dengan Lim? Alasanmu dulu menentang kami juga tidak jelas—”

“Tidak jelas?”

“Dan kamu selalu membuat masalah! Sejak pernikahan kami, setiap hari kamu pergi mabuk-mabukan. Sampai pulang ke rumah pun kamu harus selalu diantar kawan. Kamu itu kenapa, Li? Kenapa kamu menolak kehadiranku? Kenapa kamu kasar? Kenapa—”

“Karena aku sayang padamu!” teriakanku membungkam mulut J seketika. “Kamu nggak tahu siapa aku, Limario dan Chae. Aku berteman denganmu hanya sebagai kedok, JANE! Agar tidak ada yang menyangka apa pekerjaanku sesungguhnya!”

Aku menatapnya dengan mata memerah menahan marah dan dia balas memandangku.

“Aku bahagia mengetahui kamu dan si Kim itu akan menikah. Tapi ketika gagal dan kamu patah hati itu membuatku hancur. Tapi kamu tahu apa yang membuatku lebih hancur? Saat kamu memutuskan untuk jatuh cinta pada Lim! Kamu begitu bodoh hingga ketika tahu siapa kami pun tak mengubah perasaanmu untuknya, lalu kamu pikir bagaimana perasaanku? Kami adalah mafia, J, hidup kami selalu dikelilingi bahaya.”

“Itu adalah pilihanku sepenuhnya, Li, kamu sahabat baikku, Lim cintaku, Chae sudah seperti adikku. Adalah suatu kebahagiaan yang tak terhingga menjadi bagian dari keluarga kalian.”

“Astaga, J, kamu nggak ngerti juga? Kamu nggak akan tahu berapa banyak musuh kami di luaran sana. Mereka semua orang yang tidak segan membunuh demi apa yang diinginkan. Mereka bisa menyakiti orang-orang di sekitarku untuk memancingku, dan aku nggak mau kamu terlibat dalam semua ini. Aku tidak ingin kamu menjadi salah satu target mereka. Lagi pula kamu istri Lim, tidak perlu alasan khusus untuk mencelakaimu. Dan bisa jadi bayi di perutmu juga, orangtuamu juga!”

“Tapi selama ini berjalan lancar, bukan? Semuanya baik-baik saja.”

“Baik-baik saja? Lalu bagaimana dengan rem mobilmu yang tiba-tiba tidak berfungsi tempo hari? Apa itu juga baik-baik saja? Aku menghajar supirmu habis-habisan untuk mengenyahkan frustasiku. Aku tidak ada saat kamu hampir celaka, aku merasa gagal menjagamu, apakah itu juga baik-baik saja?”

Jennie menghembuskan napas panjang sambil mengusap air mata di pipinya. “Everything’s gonna be ok, Li, I’m fine.

Fine karena Chae berhasil menyelamatkanmu. Bagaimana jika lain kali gagal? Bagaimana jika kau mati dan…”

Aku tidak sanggup melanjutkan kalimatku, dadaku sesak rasanya. Demi semesta dan segala isinya aku sungguh menyayangi wanita di depanku ini. Dia perempuan berhati baik dan memperlakukanku seperti ibu dengan kasih sayang yang sudah lama kurindukan. Dan aku benar-benar tidak ingin menempatkannya dalam bahaya demi apa pun dan siapa pun.

“Mulai sekarang, jangan pernah dekati aku. Kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu dengan Lim? Silahkan. Tidak sayang lagi pada nyawamu dan orangtuamu? Tidak masalah. Lagi pula sekarang kamu sudah tahu alasan dibalik sikapku. Sekarang pergi dari kamarku dan tak perlu sok peduli!”

“Li—”

“Kamu letak tahu pintunya, J.”

Jennie memandangku lama dengan berurai air matanya di sana. Aku melangkah meninggalkannya dan membuang pandanganku keluar jendela.

“Kita akan menjadi saudara, meski telah berbeda dunia. Kita saudara sampai mati, bahkan setelahnya.” ujar J di sela isak tangisnya.

Tak lama kemudian terdengar suara pintu menutup. Wanita itu pergi setelah mengingatkanku akan janji yang dulu pernah kuucap padanya. Aku tidak sanggup lagi menahan air mataku.










----------------------------------------------
Lamongan, 21 Agustus 2022

-B.R

Shades of Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang