Suasana kelas siang itu ramai. Sekarang sedang jam kosong, dan sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Siswa-siswi di kelas itu sudah bersiap melipir ketika bel berbunyi nanti.
Di antara keramaian, laki-laki itu duduk di bangkunya sembari memandangi ponsel. Dia Samudra, senyum tak lepas dari bibirnya. Menatap layar ponsel yang menampilkan fotonya bersama seorang perempuan yang dia jadikan desktop wallpaper.
Dalam hati laki-laki itu tertawa. Merasa lucu jika mengingat bagaimana awal cerita mereka. Tentang pertemuan pertama yang berlanjut dengan kebersamaan yang terjalin. Samudra tidak mengerti mengapa semua bisa terjadi. Dia hanya berusaha bersikap baik pada semua orang. Hanya ingin berteman baik. Namun, sepertinya perempuan itu terlalu terbawa perasaan. Kebaikannya dan kebersamaan mereka membuatnya nyaman dan menyukai Samudra.
Tanpa diduga perempuan itu menyatakan perasaannya. Samudra baru menginjak tahun pertama di Sekolah Menengah Pertama. Itu membingungkan untuk Samudra tentu saja. Ketika ada perempuan yang dua tahun lebih tua darinya mengajak untuk berpacaran. Bukan apa-apa. Samudra hanya menganggapnya teman biasa. Dia merasa masih terlalu dini untuk sebuah hubungan percintaan.
Tetapi, tahun-tahun berikutnya ketika tahun pertamanya di Sekolah Menengah Atas. Samudra justru jatuh cinta pada perempuan itu. Berada di sekolah yang sama membuat kebersamaan di antara mereka semakin erat tercipta.
Ternyata memang benar, waktu dapat mengubah banyak hal. Termasuk perasaannya.
***
Dhara. Nama perempuan itu. Berada dalam satu sekolah yang sama membuat mereka jadi sering menghabiskan waktu berdua. Kebersamaan itu menimbulkan perasaan berbeda bagi Samudra. Dhara bukan lagi siswi SMP yang dia kenal tiga tahun lalu. Mereka bertumbuh. Begitu juga cerita di antara keduanya. Samudra pikir mereka sudah selesai setelah pernyataan perempuan itu. Ternyata cerita itu masih berlanjut.
Samudra sudah memikirkan ini selama berhari-hari. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan seperti yang sebelumnya. Maka, dia akan menyatakan perasaannya. Jika dulu Dhara yang melakukannya, sekarang Samudra. Perasaan nyaman di antara mereka membuatnya yakin untuk melabuhkan hati pada perempuan itu.
"Akhirnya selesai juga UN-nya," tutur Dhara saat sudah sampai di depan gerbang rumahnya. Hari terakhir Ujian Nasional. Samudra menjemputnya dan mengantarnya pulang.
"Gimana tadi Ujiannya?" Samudra membantu Dhara melepaskan helm.
"Duh, Sam. Nggak usah bahas ujian lagi ya. Otakku udah capek."
Samudra tertawa. Tangannya terulur mengusap kepala perempuan itu sambil merapikan rambutnya. Samudra terdiam menatap perempuan di depannya.
"Emm… Ra, nanti malam bisa keluar, nggak?" tanya Samudra.
Dhara mengernyit, perempuan itu terdiam, merasa ada yang tidak biasa dari ajakan Samudra. Dhara menunduk, kemudian mengangkat kepalanya lagi dan berkata, "Maaf, ya, Sam. Kayaknya malam ini nggak bisa. Mungkin lain kali."
Samudra mengangguk, tersenyum kecil, melihat Dhara sudah bersiap masuk le dalam rumahnya. " Ya udah, nggak apa-apa. Kamu istirahat aja."
Dhara melambaikan tangan setelah mengucapkan terima kasih. Samudra berkutat dalam benaknya. Dia benar-benar tidak bisa menahan perasaannya lagi. Tidak tahu bagaimana nantinya jawaban perempuan itu, Samudra merasa harus mengutarakan perasaannya.
Maka malam harinya dia akan mencobanya sekali lagi. Mereka berbicara lewat telepon. Seperti biasa. Percakapan terjalin seperti malam-malam sebelumnya. Selalu menyenangkan berbicara dengan perempuan itu. Hingga satu hening yang terjadi. Samudra berusaha mempersiapkan hati.
"Ra, aku mau ngomong sesuatu," ujar Samudra.
"Apa? Ngomong aja," balas Dhara dari balik telepon.
Samudra menarik napas dalam. Walau tidak berhadapan dengan orangnya langsung, Samudra tetap merasa gugup.
"Aku suka sama kamu, Ra. Aku suka waktu sama kamu. Kebersamaan kita bikin aku nyaman." Samudra mengambil jeda sejenak. "Aku rasa, aku mau kita lebih dari teman."
Lengang. Tidak ada jawaban dari Dhara. Samudra menahan napas. Lama tak ada suara. Kemudian Samudra mendengar suara isakan dari balik telepon. Samudra mengernyit. "Ra? Dhara? Ra, kenapa?"
Dhara masih terisak sebelum berkata, "Aku juga suka sama kamu, Sam. Tapi maaf, aku nggak bisa."
Detik berikutnya Dhara mematikan telepon. Menyisakan Samudra bersama sunyi dan kebingungan yang menghampiri.
***
Sudah tiga hari sejak malam itu. Dan Samudra belum bertemu dengan Dhara lagi. Dia bahkan tidak mendengar kabar dari perempuan itu. Pesannya tidak dibalas. Teleponnya tidak diangkat. Samudra tidak melihatnya di sekolah. Dan juga tidak melihatnya sewaktu melintasi rumahnya.
Samudra bingung, dan juga khawatir. Apa yang dipikirkan perempuan itu sebenarnya? Samudra tidak bisa bertahan dalam resah. Dia bertekad untuk menemui Dhara langsung di kelasnya.
"Dhara mana?" tanya Samudra pada teman kelas Dhara.
Kakak kelasnya itu tidak menjawab. Justru menyodorkan ponselnya pada Samudra. "Nih, Dhara nitip pesan lewat pesan suara ini."
Jantung Samudra berdebar ketika pesan suara diputar. Terdengar suara Dhara di ssna. Suara yang sudah sangat Samudra hafal.
"Samudra, maaf ya kalau aku bikin kamu bingung. Jujur, aku senang dengar pernyataan kamu malam itu. Tapi maaf, aku nggak bisa, Sam. Bukannya aku nggak suka sama kamu. Aku suka kamu. Dari lama, kamu tahu itu. Tapi… aku harus ikut ayah. Ayah akan pindah ke Jakarta.
Harusnya aku ngomong ini secara langsung ke kamu. Tapi aku terlalu takut untuk melakukannya. Aku takut… kalau itu malah bikin aku nggak sanggup untuk pergi. Aku harap kamu bisa menerima dan memahami situasi aku. Sekali lagi aku minta maaf. Terima kasih untuk semuanya, Samudra."
Ada sesak yang Samudra rasakan setelah mendengar pesan suara itu. Benaknya dipenuhi tanda tanya. Apakah sesulit itu untuk tetap bersama meski ada jarak di antara mereka?
Samudra tidak mengerti. Tapi dia mencoba memahami. Meski ada patah hati yang tak bisa dihindari. Namun, setidaknya ada hal yang akhirnya Samudra mengerti.
Rasa yang sama, tidak selalu harus bersama
---
12 November 2022
-P
![](https://img.wattpad.com/cover/237329628-288-k631073.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shades of Broken Heart
Cerita PendekSetiap hati memiliki definisi 'patah hati' yang berbeda. Yang pasti, ketika ia 'patah', tidak ada satu hati pun yang baik-baik saja. Kumpulan Kisah Singkat Dengan Definisi Patah Hati Yang Berbeda