TWENTY TWO

1.6K 248 41
                                    

Pagi ini keluarga Lee dengan formasi lengkap duduk di meja makan. Entah apa yang membuat Minhoo ikut bergabung bersama mereka dan Suzy yang menginjinkannya.

Jennie merasa canggung disuasana seperti ini. Bahkan biasanya Lisa akan berceloteh tak jelas, tapi kali ini hanya diam. Mereka sangat tak menyukai Minhoo duduk dibangku dekat mamanya itu.

Mungkin ini adalah kesempatan Jennie untuk meminta izin untuk mengikuti olimpiade. Biar saja Minhoo tak menyukainya, tapi ia benar-benar membutuhkan persetujuan kedua orangtuanya.

Jennie juga akan terima jika Minhoo akan mencaci makinya karena telah melarikan diri kemarin. Setidaknya disini ada mamanya yang jika Jennie akan disakiti Minhoo, Suzy maju paling depan.

"Jennie mau minta izin." ucap Jennie terdengar keras karena keheningan yang mereka ciptakan, padahal Jennie hanya mengeluarkan suara seadanya.

Semua mata menatap Jennie membuat Jennie nerasa terintimidasi. Kemudian ia menoleh pada Suzy yang duduk disamping Jisoo.

"Minta izin apa sayang?" tanya Suzy ketika menyadari gadisnya ditatap begitu intens.

Jennie kemudian mengeluarkan amplop dari tasnya dan menyodorkan itu pada Suzy.

"Itu surat perizinan olimpiade dan harus ditanda tangani oleh kedua orangtua." ucap Jennie.

Suzy meraih amplop itu dan membukanya perlahan. Dibacanya dengan teliti isi amplop tersebut dan menatap Jennie dengan senyuman.

"Mama pasti setuju jika ini bukan karena paksaan dari siapapun." Suzy menekan kalimat terakhir itu dan sesikit melirik Minhoo yang memperhatikan interaksi ibu dan anak tersebut.

"Bukan kok, itu kemauan Jennie sendiri."

"Mama memberi izin sayang, setelah mama tanda tangani, Jennie bisa langsung membawanya." Suzy begitu lembut saat berucap pada gadisnya.

Senyum gummy Jennie juga merekah saat itu.

"Makasih mama."

"Apa kau melupakan izin dari papamu?" suara berat terdengar oleh telinga Jennie.

Jisoo menatap tak suka pada pria yang berstatus sebagai ayahnya itu. Apa katanya tadi? Papa? Setelah perlakuan kasarnya terhadap anaknya, masih bisakah pria itu menyebut dirinya sebagai papa.

Suzy menoleh cepat pada suaminya itu. Raut wajah tak suka sangat mendominasi, ia benar-benar mulai muak dengan suaminya itu.

"Izinku saja sudah cukup." tegas Suzy membuat wajah Minhoo merah, mungkin tersulut emosi.

"Kau tak menghargaiku sebagai kepala rumah tangga? Ha?!" suaranya lumayan keras dengan rahang yang mengatup tegas.

"Kepala rumah tangga mana yang berani main tangan dengan anaknya sendiri? Kupikir itu bukan kepala rumah tangga, melainkan perusak rumah tangga." sarkas Suzy yang kini mendapat tatapan dari keempat anaknya, serta Minhoo yang berapi-api.

Minhoo menggebrak meja membuat semua yang ada disana terkejut. Sikapnya benar-benar layaknya orang gila.

"Jangan mengacaukan pagiku, pa." Lisa berujar menatap papanya.

"Lisa, papa hanya ingin dihargai sebagai kepala rumah tangga. Mama mu tidak bisa mengambil keputusan begitu saja."

"Jika ingin dihargai, lalu mengapa kau selalu merendahkan orang lain dan meremehkannya. Dan orang lain itu adalah adikku." Jisoo rasanya sudah tak bisa menahan gejolak yang akan meledak dalam dirinya.

"Karena dia memang bodoh, nilainya turun tanpa sebab." Minhoo tak mau disalahkan dan malah mencari alasan lain.

"Itu karena kau yang memaksanya untuk selalu belajar. Tubuhnya lelah dan butuh istirahat, bukan malah kau pukul!!" emosi Jisoo keluar dengan mata yang menatap tajam pria dihadapannya ini.

Sorry, JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang