Sampingan

938 27 4
                                    

Tokoh:

Pak Agus: 49 Tahun, Gempal, Berkumis dan memiliki bulu dada

Ifan: 20 Tahun, Gempal, Kuli, mahasiswa

Panji: 18 Tahun, Mahasiswa baru

_____________________________

Karna masalah finansial keluarga ku yang kurang, aku harus mencari uang tambahan agar aku bisa bertahan di kota ini. Beruntung aku mendapatkan tawaran untuk membantu sebuah proyek dari senior ku di kampus.

Alasan aku menerimanya selain aku memang membutuhkannya, sebenarnya aku dan seniorku ini berpacaran. Dia menembak ku tepat satu hari setelah aku kuliah disini.

Tapi masalahnya, aku tidak terbiasa dengan pekerjaan berat. Makanya bos sering menegur dan memarahiku, meskipun setelah itu senior pasti membela ku.

"Payah.." kataku lesu sambil menekuk sebotol air yang di berikan bang Ifan.

"Jangan nyerah gitu donk Ji. Semangat kerjanya.." kata bang Ifan menyemangati.

"Tapi bang, kayanya bos kita ga suka deh sama aku,"

"Ga gitu Ji. Kalo emang dia ga suka, pasti dia udah keluarin kamu,"

Emang benar yang di katakan bang Ifan. Tapi tetap saja, kalau setiap hari di marahi, semua orang juga pasti tidak akan betah.

"Panji, nanti jam kerja selesai, temui saya di ruangan," katanya dengan nada berat.

Jujur saja, aku sangat menyukai tubuhnya yang kekar dan gempal, tumis tebalnya, dan bulu dadanya yang keluar dari kaus singlet putih yang dia bawa.

Tiap kali dia bekerja dan menyeka keringat di dahinya, aku langsung bergairah. Tapi sepertinya ini hari terakhir aku bisa melihat pak Agus.

"Permisi.." kataku mengetuk pintu.

Setelah mendengar sahutan dari dalam, aku pun membuka pintu itu. Aku sempat terheran karna di dalam sudah ada bang Ifan yang duduk di sisi lain meja pak Agus.

Pak Agus mempersilahkan ku untuk duduk di depannya. Dengan grogi sambil melirik ke arah bang Ifan, aku pun duduk disana.

"Jadi gini Ji, kamu-"
"Saya mau berhenti pak," kataku menyela pak Agus.

Pak Agus langsung mengerutkan keningnya sementara bang Ifan tampak sangat terkejut.

"Maaf kalo saya sering bikin banyak masalah. Kayanya saya emang ga bisa lanjut kerja disini. Selain saya sering ngacau, saya juga ga terlalu cocok sama kerjaan berat kaya gini," kataku menjelaskan sambil menunduk.

Aku mengerutkan kening saat mendengar sesuatu dari pak Agus.

"Sini deh Ji," katanya meminta ku untuk mendekatinya.

Aku mengangguk, tapi saat aku berdiri, aku terkejut melihat pak Agus ternyata tidak memakai celana. Kontolnya yang gemuk terus di mainkan nya sampai jadi berdiri tegak.

Aku menelan ludah lalu berjalan dan berdiri di sebelah pak Agus. Pak Agus meminta ku untuk berjongkok lalu dia menyodorkan kontolnya ke mulutku.

Karna aku sangat menginginkannya, aku langsung melahap, menjilati, dan mengemut kontol itu.

"Wah gila.. bener Fan, enak banget," kata pak Agus kenikmatan sampai dia bersandar di kursi.

"Hahaha iya kan ayah? Panji jago banget kalo di suruh ngisep,"

Aku sempat terkejut saat bang Ifan memanggil pak Agus dengan sebutan ayah. Aku ingin berbicara tapi pak Agus menahan kepalaku.

Pak Agus meraung sambil menjambak rambutku. Tidak lama, aku merasa pejunya yang kental menyembur keluar.

"Oooooh... Enak banget..." Teriaknya.

Pak Agus terus menahan kepalaku selama pejunya keluar semua. Sementara bang Ifan membuka semua bajunya lalu dia melepaskan celanaku.

Pak Agus melepaskan kontolnya dari mulutku lalu dia dan bang Ifan meletakkan di atas meja.

Dengan wajah menghadap ke atas, tanpa berlama-lama pak Agus langsung memasukkan kontolnya ke dalam pantatku. Besar dan nikmat sekali. Aku sampai tidak bisa berkata-kata karna keinginanku akhirnya terwujud.

"Uuuuuuuuhh.. enak banget fan.. sempit.."

Aku lihat bang Ifan terkekeh lalu dia menyodorkan kontolnya ke mulutku.

Dua kontol ayah dan anak terus menusuk mulut dan pantatku tanpa henti.

"Ssssshh.. uuuuh.. aku keluar nih Ji.." kata bang Ifan memegangi kepalaku.

Karna tidak kuat dengan kontolnya yang besar juga, aku memukuli bang Ifan karna aku tidak bisa bernafas.

Bang Ifan yang sadar pun langsung melepaskan kontolnya.

"Maaf Ji, kamu gapapa kan?" Tanyanya cemas. Meski aku terbatuk sekalipun, sebenarnya aku sangat menyukainya.

Dari cengkraman pak Agus di pinggang ku, aku bisa tau kalau sebentar lagi dia akan keluar. Pak Agus menarikku bangun dan memelukku dengan erat. Di pelukannya, aku bisa mendengar suara pak Agus yang berat. Pejunya juga mengalir banyak ke dalam perutku.

Pak Agus terengah-engah lalu dia mencium bibirku.

"Masih mau keluar?" Tanya pak Agus.

Mana bisa.. mana bisa aku menolak kenikmatan ini..

"Kayanya saya ga jadi keluar deh hehehe," jawabku terkekeh.

"Ga jadi keluarnya gara-gara apa nih?" Tanyanya menyeringai licik sambil mendorong kontolnya dengan kuat.

Aku tersentak sampai gemetar.

"Kontol bapak sama bang Ifan enak banget," ucapku terengah-engah.

Pak Agus menyeringai lalu dia menoleh ke arah bang Ifan yang tampak marah pada kami.

"Jangan ngambek gitu dong. Panji juga bilang kontol kamu enak," kata pak Agus terkekeh geli.

"Panji kan pacar aku, masa ayah maen cium gitu aja," katanya terdengar sebal.

"Ooh.. cemburu nih ceritanya?" Ledek pak Agus sambil menurunkan ku ke lantai.

Baru saja aku menginjakkan lantai, aku langsung terjatuh. Beruntung pak Agus masih memegangi ku, jadi aku tidak sampai jatuh ke lantai.

"Kamu gapapa?" Tanya bang Ifan langsung menghampiri terlihat panik.

"Hehe gapapa bang. Tapi kayanya agak susah buat di bawa jalan," kataku mencoba berdiri tapi kedua kakiku masih gemetar.

Setelah memakaikan celanaku, dan miliknya. Bang Ifan memapah ku dan mengantar keluar.

"Saya bisa jalan sendiri ko bang," kataku melepaskan pelukan bang Ifan.

"Bener gapapa? Apa mau nginep di rumah Abang aja?" Tanyanya dengan wajah cemas.

"Iya Ji bener tuh, nginep aja di rumah kami," sahut pak Agus sambil memakai celananya.

Aku terdiam sejenak lalu tersenyum lebar.

"Kalo bang Ifan sama pak Agus ngewe saya seharian, saya mau,"

___________________________________

Next: Travel

Tokoh:

Vincent: 56 Tahun, Kurus berisi, kulit putih, Rambut dan janggut putih

Andre: 26 Tahun, Vlogger

Hari-HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang