Teman kantor

963 22 1
                                    

Tokoh:

Pak Alan: 31 tahun, 170cm, 72kg

Pak Amil: 30 tahun, 149cm, 58kg

_______________

Meriah, ceria, dan bersenang-senang. Tiga kata itu sangat menggambarkan bagaimana kondisi di divisi kami. Dan semua itu berkat pak Amil yang selalu bercanda bahkan sering bernyanyi layaknya sedang konser di atas meja dengan tubuh kecilnya.

Keceriaannya selalu memberikan kesan positif bagi semua orang. Bahkan kepala bagian sampai bos besar perusahaan kami menyukainya.

Perawakannya sedikit mirip dengan tetanggaku di rumah. Bedanya pak Amil belum menikah. Sebenarnya nama asli pak Amil itu Emir, tapi kami memanggilnya Amil karna terdengar lebih lucu.

Setelah sedikit curhatan dengan tetangga ku yang mirip dengannya, aku berencana mengatakan perasaan ku padanya. Tapi aku tidak tau harus mulai dari mana karna takut nantinya pak Amil akan bersikap beda padaku.

"Tetangga? Dia bisa main biola? Keren.." ucap pak Amil begitu tertarik setelah aku menceritakan soal tetanggaku.

"Iya. Kapan-kapan mau main ke rumah saya?" Ajak ku.

"Waduh.. hahaha saya sih mau. Tapi maaf pak Alan, saya ga bisa," jawabnya terkekeh.

"Kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Soalnya ini hari Rabu. Buat saya hari Rabu sama Sabtu itu hari mencuci hehehe,"

Aku tersentak lalu ikut tertawa. Ternyata alasannya hanya itu, kupikir karna dia tidak mau ikut denganku.

Sambil memakan bekal makan siangnya, aku memperhatikan pak Amil dengan lahap memakan roti lapis dan beberapa buah potong segar yang dia bawa. Bahkan beberapa kali dia menawarkan makan siangnya padaku.

"Kayanya ga banyak yah yang bawa bekal kaya kita," ujarnya tiba-tiba memperhatikan sekitar.

"Iya. Dari dulu orang yang bawa bekel itu-itu aja," sahutku ikut melihat sekitar ruangan khusus untuk makan karna perusahaan ini melarang kami makan di ruang kerja.

Aku kembali memperhatikan pak Amil yang sedang memilih buah potong yang ingin dia makan dulu.

"Pak.." panggil ku.

"Hmm?? Mau?" Tawarnya dengan mulut penuh.

"Oh ngga ngga. Saya cuman pengen ngomong sesuatu tapi saya takut nanti bapak marah atau malah ngejauh," kataku menunduk.

Pak Amil memperhatikan ku lalu menelan buah yang ada di mulutnya.

"Ngomong aja, kenapa juga saya jadi ngejauh," jawabnya menyeringai.

Aku melirik ke arahnya lalu aku menghela nafas.. mengumpulkan semua keberanian ku dan mengatakan nya.

"Saya suka sama bapak,"

Pak Amil terdiam sejenak lalu dia tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha apaan sih pak Alan. Saya kira bapak ga bisa ngelawak. Saya tau saya belum nikah jadi kalo masukin jokes ke situ dapet banget buat saya," katanya tertawa keras.

Selang beberapa saat, tawanya perlahan berhenti karna aku tidak mengubah ekspresi ku sama sekali.

"Serius? Beneran?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk pelan lalu melanjutkan makan siang ku. Aku lihat pak Amil tampak gelisah dan bingung. Dia terdiam berfikir sambil terus memainkan jari-jarinya.

"Beneran bapak ga bohong?" Tanyanya lagi.

Mendengar pertanyaan itu sebanyak dua kali, aku pun menutup kotak makan siang ku lalu mengajaknya pergi ke toilet. Setelah memastikan tidak ada orang, aku membawa pak Amil masuk ke dalam satu bilik toilet lalu mengangkat dan meletakkannya di atas toilet duduk yang sudah di tutup.

"Pak Alan mau ngepain!!" Ucapnya panik saat aku mencoba membuka celananya.

"Bapak ga percaya kan sama yang saya bilang tadi? Kalo saya nyoba isep kontol bapak, pak Amil bakal percaya kan?" Kataku mendongak melihatnya berdiri di hadapanku.

"Jangan ngomong gitu ah. Meskipun saya ga pernah denger ada yang suka sama saya, saya bakal sensitif Meskipun itu laki-laki tau," omelnya sambil memegangi celananya.

"Udah saya bilang, saya serius," ucapku meyakinkannya.

Pak Amil menelan ludah lalu dia perlahan membuka dan menurunkan celananya. Dengan kemeja dan dasi hitamnya, pak Amil setengah telanjang di hadapan ku. Baru kali ini aku melihat kontol selain milikku.

Kontol pak Amil tidak terlalu besar dan terlihat menggemaskan. Aku mencoba menjilatinya sedikit lalu pak Amil tiba-tiba meringis keras.

Aku langsung menarik diri dan menyuruhnya untuk diam karna takut ada orang lain disini. Pak Amil yang terengah-engah mengangguk sambil menutup mulutnya.

"Abisnya geli..." Bisiknya.

"Maaf. Saya baru pertama kali ngejilat kontol," bisik ku.

Setelah melihat pak Amil tenang, aku melanjutkannya. Aku kembali menjilati sekitaran kepala kontolnya lalu memainkannya di dalam mulutku. Aku bisa lihat pak Amil yang tidak bisa diam mungkin saja karna merasa nikmat dengan permainanku.

Pak Amil yang sudah tahan akhirnya memegang kepalaku lalu dia menggenjot pinggangnya.

"Ssssh.. ahhhh.. ssssshh.. pak Alaan.."

Padahal aku yakin kontolnya tidak terlalu besar. Tapi kenapa tiap kali pak Amil mendorongnya, aku merasa kontolnya mentok ke ujung tenggorokan ku.

Pak Amil meremas-remas rambutku. Tidak lama kulihat kakinya gemetar, aku merasakan cairan asin memenuhi mulutku yang kuyakini ini adalah pejunya.

Rasanya begitu nikmat. Aku terus memeluk kakinya agar dia tidak melepaskannya karna aku masih ingin merasakan batang kontolnya di lidahku. Tapi sepertinya pak Amil juga merasa demikian. Aku tidak merasakan tangannya melepaskan kepalaku sama sekali.

Saat ku tepuk pantatnya sekali, pak Amil langsung menarik kepalaku.

"Maaf pak Alan, saya kelewatan," katanya panik dengan nafas terengah-engah.

"Gapapa, saya juga suka. Jadi bapak percaya kan sekarang?" Tanyaku tersenyum.

Pak Amil kembali menunduk sambil mengelap kontolnya dengan tisu toilet.

"Saya percaya. Tapi gimana bilangnya yah.." katanya bingung.

Inilah bagian yang paling menakutkan kalau kalian baru saja menembak seseorang.

"Saya mau aja sih jadi pacar bapak. Tapi saya bingung," ucapnya lesu Sambil kembali memakai celananya.

"Bingung kenapa?" Tanyaku senang.

"Kira-kira yang jadi ceweknya siapa yah?"

Seketika aku membatu. Tidak pernah terpikirkan oleh ku kalau hal seperti ini ada di hubungan antar lelaki.

"M-Maaf pak Alan. Bukannya saya mau bikin bapak bingung. Tapi abis bapak ngisep kontol saya, kayanya bukan ga mungkin deh kalo kita bakal ngewe juga nantinya.. iya kan? bapak kan udah nikah. Pasti ga mungkin bapak ga punya keinginan untuk ngewe sama orang yang bapak suka," Tanyanya grogi.

Karna melihatku masih terdiam, akhirnya pak Amil kembali membuka mulut.

"Kalo gitu biar saya aja,"

Aku tersentak lalu menggeleng.

"Ngga pak, biar saya aja. Saya dari dulu suka banget ngebayangin muka bapak kalo lagi sange.."

Saat berfikir sejenak, aku baru sadar kalau yang ku katakan barusan sangat memalukan.

"Ih.. cabul banget hahaha," ledeknya tertawa kecil.

Aku ikut tertawa lalu untuk pertama kalinya kami berciuman meskipun hanya menempel saja.

"Gimana kalo gantian?" Tawarnya.

"Kenapa gitu? Gapapa ko saya yang jadi ceweknya," kataku mengalah.

"Kalo gitu nanti saya ga bisa minta di manjain," ucap pak Amil tersenyum nakal.

"Seenggaknya bapak kan udah pernah ngewe kalo saya belum. Terus kalo mau kita bisa pake kosan saya, saya kan tinggal sendiri," katanya.

Aku tersenyum lalu memeluknya dengan erat karena sangat senang akhirnya bisa bersamanya. Pak Amil awalnya terkejut, tapi kemudian aku merasakan pak Amil membelai rambutku.

Hari-HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang