Membayangkan

734 19 2
                                    

Tokoh:

Pian: 19 Tahun, 170cm, 63kg

Sendi: 17 Tahun, 168cm, 110kg, gempal

Edi: 40 Tahun, 172cm, 69kg

Sebelumnya: Jual mahal?
__________________________________

*Huhhh.. *Huhhh..

Dengan nafas panjang dan berat, seorang kepala keluarga yang sedang lari pagi mengelilingi komplek rumahnya tiba di rumahnya.

Nafasnya tersengal-sengal, keringat bercucuran. Setelah dia memenangkan diri, pria bernama Edi itu pergi ke dapur untuk mengambil minum.

"AH GOBLOK!! DAPET TIM GINI AMAT," Teriak Sendi, anak kedua Edi yang gempal.

"Sen.. mulut Elu sampah banget sih," tegur halus Pian kakaknya.

"Bodo amat. Elu aja yang ga pernah maen game jadi gatau. Najis," umpat sendi.

Edi hanya bisa menghela nafas karna kedua anaknya selalu bertengkar setiap saat. Tapi yang dia tidak tau, entah malam atau pun siang saat mereka hanya sedang berdua, mereka punya hubungan yang sangat dekat.

Pian yang menindih sambil mengangkat kaki sendi, menatap adiknya yang terengah-engah dengan wajah memerah.

"Mau di masukin ga?" Tanya Pian.

Sendi langsung mengangguk.

"Mau.. aku mau di entot bang Pian.." katanya memohon dengan mata berkaca-kaca karna tidak dengan kontol kakaknya yang sudah menyentuh lubang pantatnya.

"Ngga ah. Kamu udah janji janji terus ga bakal kasar lagi tapi tetep aja begitu kalo kita udah selesai," ucap Pian membuang wajah.

"Ngga.. beneran aku janji.. ayo bang cepetan..."

Pian menyeringai lalu dia langsung mendorong masuk kontolnya sekuat tenaga.

"Ssssh aaaah.. enak bang.. AAAAHH.. enak bang Pian.."

Sendi sampai terisak-isak menangis kenikmatan di entot kakaknya tiap malam.

Tapi seperti biasa, besok paginya sikap Sendi kembali seperti biasa. Entah membuat masalah, berkata kasar, dan sebagainya.

Hari itu saat pulang sekolah, Sendi merasa rumahnya sangat sepi. Dia tidak melihat atau mendengar kakaknya dimana pun. Saat mendengar ada suara langkah kaki dari dapur, dia merasa senang tapi tidak lama karena ternyata itu ayahnya.

"Ayah ga kerja?" Tanya Sendi heran.

"Kemaren ayah kelarin proyek gede di kantor. Jadi dapet libur seminggu, kalo ibu tetep masuk. kamu mau makan sekarang?" Tanyanya.

"Ngga nanti aja," katanya ketus sambil melihat ke segala arah lalu berjalan perlahan ke arah tangga.

"Kamu nyari Pian?" Tanya ayahnya.

Sendi tersentak kaget.

"Najis banget. Ngepain nyari dia," katanya ketus lalu dia berlari naik ke lantai dua.

Edi merasa heran dengan tingkah anaknya yang satu itu. Tapi dia juga tidak mau berfikir lebih lanjut lagi karna saat ini dia sedang makan di dapur.

Saat sedang makan malam, Edi memperhatikan sendi yang tampaknya masih mencari kakaknya karna dia terlihat tidak nyaman.

"Kamu pasti penasaran kan kenapa Pian ga ada?" Tanya ayahnya.

"Ngga tuh. Siapa juga yang nyariin dia," katanya.

"Pian pergi perpisahan di Yogyakarta seminggu," sambung ibunya.

Sendi seketika terdiam. Dia tidak tau soal ini, bahkan Pian sama sekali tidak membahasnya.

Hari-HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang