(2)

944 133 17
                                    

Suara gaduh dari sebuah unit apartemen mengawali pagi yang cerah saat matahari mulai menampakkan semua cahayanya. Unit nomor 36 adalah yang paling berisik selama tiga bulan terakhir, beruntung tetangga mereka adalah pekerja yang pergi pagi buta pulang larut malam.

"Hanzo, cepat pakai dasimu!" Hayabusa menginterupsi dari dapur sambil memanggang roti.

"Ugh, aku tidak suka pakaian ini, menggelikan!" Sementara Hanzo yang tengah bercermin di dalam kamar tidak menggubris Hayabusa, malah sibuk mencaci seragam sekolah yang menurutnya tidak nyaman.

"Hanzo, kau mendengarku tidak?" Hayabusa yang tidak kunjung mendapat jawaban dari Hanzo memutuskan untuk melihat apa yang dilakukan pemuda bersurai merah itu. "Apa yang kau lakukan? Bahkan bajumu belum dikancingkan!"

Hanzo mendecak karena Hayabusa yang mulai cerewet, bilang kalau mereka sudah kesiangan, nanti Hanzo bisa terlambat ke sekolah, mereka belum sarapan, dan hal-hal lain. Mirip ibu-ibu, ditambah celemek bunga-bunga yang dikenakan laki-laki bersurai hitam itu menghilangkan eksistensinya sebagai laki-laki tampan dan cuek seperti saat awal bertemu dulu.

"Baiklah Ani, berhentilah berceloteh! Aku jadi pusing mendengarmu cerewet seperti itu- HEI!" Hanzo tersentak ketika Hayabusa mencoba untuk mengancingkan bajunya, buru-buru dia menepis tangan itu agar tidak menyentuhnya.

"Ah, ma-maaf..." Sesal Hayabusa karena bertindak gegabah, habisnya dia gemas ingin mengancingkan baju Hanzo agar lebih cepat bersiap.

"Bukankah kau tadi memasak, heh? Kau yakin tidak membakar dapurmu kan?"

"Ya Tuhan!" Hayabusa segera berlari menuju dapur karena teringat kompornya yang belum dimatikan.

Sepeninggal Hayabusa, Hanzo segera mengancingkan bajunya dan memakai dasinya sebelum Hayabusa berceloteh lagi, tentu saja sambil menggerutu sebal. Jujur dia tidak suka mengenakan seragam itu. Bukannya tidak terbiasa, tapi sudah lama Hanzo tidak sekolah dan seragam mengingatkannya pada kenangan buruk.

Setelah penampilannya dirasa rapi, Hanzo pergi ke dapur untuk sarapan. Terlihat Hayabusa yang sedang merapikan alat-alat memasaknya. Di meja sudah tersedia roti bakar seperti biasanya, bedanya hari ini rotinya lebih gosong. Hanzo segera duduk dan mengoleskan mentega di roti buruk rupa itu.

"Apakah tidak ada roti lain?" Tanya Hanzo yang sedikit heran karena Hayabusa menghidangkan roti gosong dan tidak menggantinya.

Hayabusa menggaruk kepalanya, "Hanya itu roti yang tersisa, kemarin aku lupa belanja."

"Dasar pikun pangkat dua, sudah lupa mematikan kompor, lupa belanja pula."

Hayabusa tertawa kecil mendengar sindiran Hanzo. Laki-laki bersurai hitam itu melepas celemek, kemudian bergabung untuk sarapan dengan Hanzo.

"Kau terlihat cocok mengenakan seragam itu, Hanzo." Puji Hayabusa, tapi yang dipuji terlihat tidak suka.

"Apanya yang cocok dengan pakaian mengganggu seperti ini? Rasanya tidak nyaman."

"Tapi kau harus mengenakannya untuk pergi ke sekolah."

Hanzo mendecak, "Apa aku harus melanjutkan sekolahku? Padahal lebih baik aku bekerja saja, jadi aku bisa membalas jasamu. Bukannya kau malah menghabiskan uangmu dengan menyekolahkanku?"

"Pemikiranmu benar-benar keliru." Hayabusa menggeleng, "Umurmu masih 16 tahun, tidak ada yang memperbolehkan anak-anak di bawah umur untuk bekerja. Seusiamu harusnya fokus sekolah, aku tidak keberatan membiayai pendidikanmu setinggi apapun. Kau bisa membayarku dengan belajar." Jelas Hayabusa.

"Kau bicara seperti duda anak satu, menggelikan." Seloroh Hanzo.

Hayabusa mendengus, "Selama ini seperti itukah kau melihatku?"

ANIKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang