(7)

1K 118 21
                                    

Hayabusa menelan ludah berkali-kali. Bagaimanapun dia juga manusia biasa, hal seperti ini adalah sesuatu yang memicu nafsunya. Jika dia tidak menahannya, gawat.

'Sialan!'

Dengan cepat dia membalikkan posisi Hanzo dan menindihnya. Hayabusa menyilangkan tangan Hanzo dan mengunci pergerakan si surai merah yang nampak terkejut itu. Deru napasnya memburu.

"Aku yakin kau mengerti, Hanzo, melakukan hal seperti itu sangatlah berbahaya. Dengan keadaanmu yang sekarang bagaimana caramu memberontak, hah?" Hayabusa melepaskan kunciannya, lalu bangkit dan membawa laptopnya pergi. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu demikian, hanya saja jernihkan pikiranmu dan renungi perbuatanmu!" Pungkas Hayabusa sebelum akhirnya keluar dari unit.

Angin dingin menusuk tulang, Hayabusa mengutuk dirinya sendiri karena lupa mengenakan jaket. Mau bagaimana lagi, kalau bukan karena Hanzo dia tidak berniat keluar selarut ini.

Jujur saja tingkah Hanzo barusan membuatnya hampir kehilangan kendali. Segila apapun, Hayabusa tidak akan pernah melakukannya pada Hanzo sementara dia sudah berjanji untuk menjaga Hanzo sebaik mungkin. Anak itu sangat sensitif dengan sentuhan, Hayabusa takut mental Hanzo terkena kalau dia melakukannya.

Di sisi lain, Hayabusa memang terpana dengan pesona si surai merah itu sejak awal.

"Berhenti memikirkannya!" Hayabusa menampar pipinya sendiri. Setelah berjalan cukup jauh dari apartemen, Hayabusa tiba di depan kedai kopi yang masih buka dengan beberapa pengunjung yang sibuk bercengkerama.

Hayabusa memutuskan untuk menikmati secangkir kopi di sana. Dia mendorong pintu masuk kedai dan disambut oleh bunyi lonceng yang terpasang di atas pintu. Begitu Hayabusa duduk di sudut kedai, seorang pelayan menghampirinya dengan membawa nota kecil dan pena. Hayabusa memberitahu pesanannya dan pelayan dengan cepat mencatatnya, kemudian membawa catatan itu agar pesanan Hayabusa segera dibuat oleh barista.

Laki-laki bersurai hitam itu membuka laptopnya dan melajutkan pekerjaannya yang terjeda. Mata dan pikirannya sempurna tertuju pada layar yang menyibukkannya, sampai tidak menyadari secangkir kopi terhidang di samping laptopnya, jika saja aroma kopi itu tidak tercium olehnya. Hayabusa menyesap kopi panas itu, merasakan sensasi hangat yang mengalir di kerongkongannya. Nikmat.

•××ו

Beberapa menit Hayabusa mengetik dengan telaten, tiba-tiba ponselnya berdering. Hayabusa beralih menatap layar ponselnya yang terpampang nama Kagura di sana. Dengan cepat Hayabusa menerima panggilan itu.

[Haya-san!] Suara di seberang membuka obrolan lebih dulu.

"Ada masalah, Kagura?" Tanya Hayabusa.

Di seberang sana, Kagura tengah berdiri sambil memegang ponselnya. Telinga kiri gadis itu disumpal airpods yang dipenuhi suara Hayabusa.

"Uh, sebenarnya aku tidak yakin, tapi ..." Kagura menatap pemuda bersurai merah yang tengah meliriknya tajam sambil meniup-niup teh mengepul, duduk bersandar pada sofa dengan kaki yang seenaknya diluruskan di meja.

"... sejak tadi ada penyusup imut di apartemenku. Awalnya dia menggedor pintu berulang kali, lantas marah-marah saat aku membukakan pintu, dia tengah mencarimu. Kurasa dia adikmu." Jelas Kagura.

[Adikku? Hanzo di sana?"]

"Dia punya rambut merah panjang sampai tengkuk dengan poni yang menutupi dahinya, ada bekas luka lebam di wajahnya. Benar adikmu 'kan?" Kagura menyebut ciri-ciri pemuda yang tengah menguping pembicaraannya itu.

[Ya Tuhan ...]

Kagura terkikik mendengar Hayabusa yang mengeluh pasrah. Lantas terdengar suara gemeresak seperti terburu-buru.

ANIKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang