Pukul dua dini hari dan Hanzo masih terjaga. Di layar ponselnya terpampang tulisan game over yang membuat dirinya kesal, lantas mengacak rambut merahnya. Kalau menuruti hasratnya, Hanzo ingin sekali membanting benda yang membuat mood-nya turun itu, namun Hanzo urung melakukannya sebab ponsel itu adalah ponsel pertama yang dimilikinya atas pemberian Hayabusa. Laki-laki itu rela mengambil uang tabungannya untuk membelikan Hanzo ponsel itu.
"Apapun untukmu, Hanzo, apapun itu."
Seandainya Hanzo adalah perempuan, pasti dia langsung terpikat dengan kata-kata yang terkesan romantis itu. Nyatanya kata-kata itu bukan hanya omong kosong belaka, Hayabusa bahkan mengalah untuk memberikan kamarnya agar Hanzo bisa tidur dengan nyaman sementara dia sendiri tidur di sofa tiga bulan terakhir. Apalagi jika diingat-ingat, Hayabusa juga selalu menuruti keinginan Hanzo. Benar-benar tipe pria idaman sejuta umat. Dengan sikapnya yang seperti itu, seharusnya Hayabusa bisa menaklukkan hati wanita semudah membalik telapak tangan, tapi kenyataannya nihil.
Hanzo teringat gadis yang pulang bersama Hayabusa tadi. Meskipun dia hanya mengamati dari jauh, dia bisa melihat dengan jelas betapa cantiknya gadis itu. Tentu saja cocok bila disandingkan dengan Hayabusa yang tampan, tapi Hanzo merasa tidak senang.
"Entahlah, kurasa aniki lebih cocok menjadi pria single." Gumamnya.
•××ו
Pagi hari.
Hanzo masih menguap lebar-lebar meski sudah berpenampilan rapi dan duduk menunggu Hayabusa selesai memanggang roti. Dia menyesal karena baru tertidur pukul setengah empat subuh.
"Begadang?" Tanya Hayabusa sambil meletakkan piring berisi roti dan segelas susu di hadapan Hanzo.
"Tidak, hanya terlambat tidur." Hanzo menjawab sekenanya.
Hayabusa menggeleng, lalu kembali sibuk di dapur. Hanzo memperhatikan Hayabusa yang cekatan mencuci alat-alat masak dan merapikan dapur, tidak lupa celemek bunga-bunga yang dikenakan laki-laki itu. Kemudian Hanzo mengalihkan pandangannya pada roti dan susu dihadapannya. Susu? Kemarin-kemarin Hayabusa tidak menghidangkan susu saat sarapan.
"Untuk tambahan saja biar kau lebih kenyang." Hayabusa menjawab, mengerti raut wajah Hanzo yang mewakili pertanyaannya yang tertahan di kepala.
"Memangnya aku bayi?"
Hayabusa mendecak, "Apa hukum dunia menyatakan susu hanya untuk bayi?"
Hanzo tertawa singkat melihat wajah kesal Hayabusa. Kalau dipikir-pikir dia keterlaluan juga, masih saja protes padahal Hayabusa sudah menyiapkan yang terbaik untuknya.
"Terima kasih, ani." Ujarnya sambil menggigit ujung roti.
Hayabusa mengernyit heran, dia melepas celemeknya dan bergabung dengan Hanzo di meja makan. "Kau berterima kasih? Aku tidak salah dengar 'kan?"
Si surai merah memukul meja, "Jujur saja, aku sedikit tersinggung. Kau mengatakannya seakan aku ini tidak tahu berterima kasih."
"Bukan begitu maksudku, Hanzo." Hayabusa mengusap wajah, "Aku bercanda, jangan kau bawa serius."
Hanzo diam, dan begitulah pagi yang cerah itu diakhiri dengan Hanzo yang merajuk.
•××ו
Sampai di sekolah, mood Hanzo masih buruk. Rasanya sekolah memang tempat untuk memperburuk mood, apalagi dengan acara membosankan untuk menyambut siswa-siswi baru, dua hari berturut-turut. Hari ini adalah pengenalan lingkungan sekolah yang mengharuskan siswa-siswi baru berkenalan satu sama lain. Hanzo tidak tertarik, alasannya masuk ke sekolah ini adalah untuk menuruti keinginan Hayabusa, selain hal itu Hanzo sudah tidak peduli lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANIKI
Romance[Hayabusa x Hanzo] [Modern AU] "Apa aku hanya sekadar adik buatmu?" "Aku tidak ingin menjadi kakakmu, aku ingin lebih dari itu." * MY FIRST BOOK * - Jadwal up tidak tentu, kadang ide mandek di tengah jalan. - Banyak kesalahan tipografi, jadi kalau m...