Sebelum melanjutkan membaca jangan lupa follow akun ini dan akun ig aku iya : @adiaryofka.❤❤
🦋🦋🦋
Seperti kata yang utuh, kita hanyalah sebuah runtutan yang selamanya akan seperti itu. Runtut dan bersinambung, namun jika dirubah mungkin akan menjadi sebuah kalimat yang menyakitkan untuk kita berdua.
Sepanjang malam ini Nana gelisah karena notif yang muncul di layar ponselnya. Beberapa kali Nana keluar masuk room chat tersebut. Nana hendak membalas pesan tersebut namun Nana urungkan niat itu. Nana melihat seseorang yang berlari kearahnya membawa dua kantong kresek berwarna hitam.
"Nih makan dulu." Azel menyodorkan kantong kresek yang tadi ia bawa kepada Nana.
"Gue udah makan, lo makan aja dulu."
"Gue beli dua ini, nanti lo masuk angin gue juga nantinya yang repot." Azel masih belum menurunkan tangan yang membawa kantong plastiknya tadi.
"Udah lo aja makan dulu. Lo dari tadi siang nungguin nyokap lo. Sekarang lo balik aja dulu kerumah istirahat gue gantiin ngejagain nyokap lo."
"Lo aja kali yang pulang. Lo aja dari pagi di sekolah terus kesini pasti belum balik kerumah, papah lo nungguin." Azel pun menurunkan kantong plastik yang ada di tangannya.
"Biarin, orangnya sibuk gak bakal nyariin gue." Jawab Nana acuh
Sedangkan dihadapannya terlihat seorang perempuan paruh baya yang masih terbaring lemas. Tante Nilam yang belum juga siuman dari siang tadi.
Jam 2 siang ketika Azel pulang dari sekolahnya Azel telah mendapati mamanya yang sudah tergeletak di lantai. Dengan tangan kanannya yang masih memegang jarum songket, serta benang-benang yang sudah berserakan karena terkena tangan tante Nilam ketika pingsan.
Diruangan itu dua anak manusia itu kali ini terdiam cukup lama, setelah Azel mengalah dari Nana dan memakan nasi bungkus yang dibawanya. Disampingnya Nana hanya menatap nanar tante Nilam. Ia mengingat kembali sesosok perempuan yang telah pergi meninggalkannya sejak 10 tahun yang lalu.
Nana terlalu benci ketika ia akan kembali teringat tentang masa-masa itu. Nana merasakan betapa sedih dan hancurnya perasaannya ketika melihat Bundanya terbaring lemah, tanpa ada Papa yang ada di samping Bunda. Setiap hari tangan kecil itu yang menemani Bunda ketika terbaring di atas ranjang. Sesekali Papa hanya menjenguk Bunda dan tak pernah berbincang dengan waktu yang lama. Papa nggak akan pernah tahu bagaimana perasaan Bunda setelah Papa campakkan begitu saja.
"Zel, kira-kira momen apa yang mungkin bakal bikin hidup lo merasa hancur?"
Azel menoleh ke arah Nana dan membersihkan bekas makannya.
"Ketika gue melihat mama kembali terbaring seperti saat ini."
"Kalaupun suatu saat nanti ketika mama lo pergi ninggalin dunia ini siapa yang bakalan lo salahin?"
"Gak ada yang perlu gue salahin Na. Karena mungkin garis takdir gue begitu. Gue akan nerima takdir gue semampu yang gue bisa"
Nana menoleh kearah Azel dengan tatapan teduh dan putus asa yang pernah Azel liat pada 10 tahun yang lalu. Mata cerah itu kembali memancarkan tatapan yang sangat nanar. Nana tidak menangis namun, tatapan itu berbicara seakan betapa hancur dan kecewanya dia terhadap takdir Bundanya.
"Na, kita gak bisa ngerubah sepenuhnya garis takdir yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ketika jiwa dan raga seseorang akan pergi dari dunia ini sekecewa dan semarah apapun perasaan kita kepada garis takdir, perasaan itu nggak bakal bisa ngembaliin mereka hidup dan kembali didunia ini."
"Tapi kenapa garis itu dibuat nggak adil. Ketika Bunda gue menderita sampai Bunda akhirnya pergi ninggalin dunia ini, kenapa orang itu masih saja baik-baik saja. Orang itu tetap bahagia."
Azel tahu kemana arah pembicaraan Nana saat ini. Azel paham betapa hancurnya Nana saat itu. Azel juga merasakan betapa rindu yang Nana pendam kepada Bundanya. Sampai pada akhirnya Azel hanya bisa memeluk tubuh Nana yang saat ini mulai menunduk dengan menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Azel menepuk dan mengelus punggung Nana dengan lembut. Seakan perasaan emosi itu akan Nana bagi kepada Azel. Dibalik peluknya Azel memejamkan matanya dan berdo'a untuk laki-laki yang Azel peluk itu.
Didalam hati Azel berdo'a "Tuhan jika aku bukannlah orang yang tepat untuk bisa menyembuhkan lukanya, maka pertemukanlah dia dengan orang yang bisa mengerti dia dan menerima semua luka yang dia rasakan. Disini aku akan tetap menjadi tempat berteduhnya ketika dia belum bisa menemukan rumah yang nyaman untuk dia." Air mata Azel tak terasa juga ikut menetes di punggung laki-laki itu.
"Udah ah, kayak telutubis berpelukan mulu." Oceh Azel dan melepaskan pelukannya.
"Makasih zel. Dan gue minta maaf pada beberapa waktu lalu."
"Sama-sama, terimakasihnya dibayar pake satu bungkus nasi padang... Untuk waktu itu lo nggak perlu minta maaf, karena nggak ada yang perlu di maafin Na."
"Gue nggak bisa nerima perasaan lo lebih dari sekedar teman karena gue nggak mau kita berantem cuma gara-gara sebuah status. Dan lo udah gue anggap adik gue sendiri."
"Iya gue paham kok. Udah sana lo makan tuh nasi."
"Karena gue nggak mau kalau lo sedih karena gue."
Detik itu juga Azel menghentikan bergerakan tangannya untuk memakan nasi yang ada di depannya itu. Dengan susah payah Azel menelan gumpalan yang mengganjal di tenggorokannya. Menahan bulir air yang akan jatuh dari kedua matanya.
"Udah ngomong mulu lo. Kalau makan tuh diam selesain makannya."
Nana pun diam, menghela nafas berat. Membuka nasi bungkus yang ada di depannya dan memakannya.
Kedua anak manusia itu akan tetap menjadi sebuah kalimat rumpang, yang akan saling melengkapi. Menjaga selayaknya menjaga tumbuhan agar tetap tumbuh dengan baik.
Bersambung.....
🦋🦋🦋
Catatan sunny:
Haii, Selamat malam semua..
Selamat bermalam minggu. Nikmati hari weekend mu dengan baik. Istirahat yang cukup dan makan yang cukup dan minum.air putih yang banyak. Dan jangan lupa untuk minum vitamin.Dan semoga kalian bisa menikmati cerita pada bab baru yang aku upload ini ya❤❤😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Temu (On Going)
Teen FictionKamu tau kan kenapa kita di hadirkan di bumi ini? kita semua yang di hadirkan di bumi ini semuanya ada alasannya, ada manfaatnya. Jangan pernah kamu merasa kamu yang paling nggak berguna. Buang fikiran itu Na. Kamu berguna, kamu berharga Na.