Bab 8 #Berisik

23 11 4
                                    

🦋🦋🦋

Jika suka adalah sebuah tuntutan dari cinta, namun kenapa rasa sayang harus ada dengan rasa ikhlas dan tanpa syarat?

Pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh laki-laki yang masih duduk dengan bakso di hadapannya yang kini sudah habis. Dan di depannya masih bersama perempuan itu. Ia masih sama seperti tadi,

Cantik.

Namun tak ada yang tahu bagaimana perasaan Nana saat ini.

Nara dengan gerak cepat ia membuka ponselnya dan memastikan jam berapa saat ini. Dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun tempat mereka berada saat ini masih terguyur hujan. Namun tidak selebat sebelumnya.

"Balik kapan? udah hampir malam, mumpung hujannya juga udah nggak terlalu deras" ucap Nara sembari memasukkan kembali ponselnya kedalam tas.

Di depannya Nana menjawab dengan anggukan, berdiri dari posisinya dan melangkahkan kakinya mendahului Nara.

"Lo tunggu diluar aja gue mau ba.." Namun sebelum Nara selesai berucap, dan ingin mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, ternyata Nana sudah mendahuluinya.

"Nanti gue ganti ya uangnya" ucap Nara lagi sembari menatap Nana yang sudah menaiki motornya. Sebelum ia memakai helm miliknya Nana menoleh ke arah Nara dan menatapnya. "Nggak usah." lalu Nana memberikan helm kepada Nara.

"Lah kok gitu sih" ucap Nara sembari memakai helm yang sudah ia terima dari Nana.

"Udah, lo nggak usah bawel bisa nggak. Diam aja kayak waktu lo di sekolah gitu." lagi-lagi Nana menatap Nara. Dan disana Nara hanya diam tanpa ekspresi dengan tangannya yang masih setia memegangi pengait helm yang sulit untuk di kaitkan.

Tersadar dengan tingkah perempuan itu tiba-tiba saja Nana turun dari motornya, memposisikan dirinya tepat di depan Nara. Dan dengan hitungan detik Nana menurunkan tangan Nara yang masih memegangi pengait helm itu dan Nana mengaitkan pengait helm yang Nara kenakan.

"Bisa nggak? Bengong mulu lo gue liat-liat" ujar Nana yang sudah selesai mengaitkan kaitan helm yang di pakai oleh Nara.

Disana Nara hanya membalas dengan tatapan sinis kepada Nana. Namun Nana tak menghiraukan tatapan yang di lemparkan oleh Nara kepada dirinya. Nana meninggalkan Nara yang masih saja menatap dirinya. Lalu Nara menyusul Nana yang sudah menaiki motornya terlebih dahulu.

-------
Setibanya mereka di depan rumah Nara, Nana hanya melihat sekeliling rumah milik perempuan itu.

Rumah minimalis berlantai dua, berwarna putih dan abu-abu, berpagar kayu berwarna coklat, dengan halaman rumah yang cukup luas di isi dengan berbagai macam tumbuhan. Terlihat menjadi sebuah rumah yang tenang.

Sembari melepas helm yang Nara pakai, ia berujar "sekali lagi terimakasih ya. Gara-gara kamu- eh lo nyimpen no handphone lo pakai nama Kang Ojek, jadinya gue kira beneran no nya kang ojek. Makanya gue chat suruh jemput." Lalu ia memberikan helm yang ada di tangannya kepada Nana dengan ekspresi yang tidak nyaman.

"Santai" jawab Nana sembari menerima helm yang Nara berikan kepadanya.

"Dah sana masuk!. Masuk angin baru tahu rasa lo" ujar laki-laki itu. Lalu ia menyalakan mesin motornya lalu pergi dari rumah itu.

"HATI-HATI" ucap Nara berteriak kepada Nana, namun sepertinya Nana tak mendengar apa yang baru Nara katakan.

Ketika Nara memasuki rumahnya ia hanya mendapati Mamanya yang sudah menunggu di meja makan.

Garis Temu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang