BAB 17 #Kisah Yang Dimulai

7 2 0
                                    

Setelah kejadian pagi tadi Nana selalu saja mengikuti Nara kemanapun Nara akan pergi. Sampai-sampai ketiga prajurit Nana juga mengikuti perginya Nana dan Nara.

Sampai akhirnya Nara risih dengan Nana yang sedari tadi mengikutinya. Nara pun tiba-tiba saja berhenti, begitupun Nana. Sehingga membuat ketiga prajurit Nana pun menabrak Nana.

"Ih kalau berhenti tuh aba-aba kali" celetuk Haidar sambil mengisi-usap kepalanya.

"Iya mana gue tau kalau Nara mau berhenti" jawab Nana menoleh kearah Haidar.

"Ih ngapain sih lo dari tadi ngikuti gue terus? Tuh temen lo juga?" sewot Nara sembari menatap ke empat laki-laki yang ada di belakangnya yang berbaris rapi seperti bebek yang mau menyebrang jalan.

Mereke berempat hanya saling tatap sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Tuh gue ngikutin si Haidar" celetuk Jendra yang berada di belakang sendiri.

"Kan gue ngikutin si bambang tampan nih." Haidar menunjuk Nana dengan tatapan yang tak santai.

"Siapa suruh kalian ngikutin gue."

"Iya gue penasaran aja sama lo. Gue takut kalau lo mau ngapa-ngapain anak orang" celetuk Janu dengan wajah tanpa dosanya.

"Lo yang gue apa-apain, mau ?"

"Ih kenapa jadi kalian yang ribut sih? Udah sana pada pergi, ngapain juga ngikuti gue. Gue mau ke kamar mandi, mu kalian ikuti juga biar kena tampol sama guru BK ?" ujar Nara dengan wajahnya yang geram dengan tingkah mereka berempat. Terutama pada biang pelakunya, Nana.

"Iyaudah yuk pergi aja, ngapain juga ngikuti si Nana nggak ada istimewanya" celetuk Haidar sambil berputar membalikan badannya.

"Gue pergi dulu iya bro, gue mau ngisi tenaga dulu biar nggak pingsan ngehadapi kehidupan yang nggak jelas ini" ujar Janu sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Nana disusul oleh Jendra yang berjalan di belakang Janu.

Namun disana Nana hanya menatap ketiga temannya yang pergi itu.

"Lo nggak mau pergi? Mau tetep berdiri disini ?"

Nana refleks menoleh ke arah Nara dengan wajah datarnya.

"Terserah gue."

Namun Nana lebih dulu melangkah pergi meninggalkan Nara yang berdiri di sana sembari mengamati kelakuan Nana yang membingungkan.

"Lo mau berdiri disana terus? Mau jadi patung disitu?"

Nara berjalan menghampiri Nana yang tiba-tiba berhenti di depannya. Dengan jarak diantara mereka berdua yang masih belum terlalu jauh dari tempat Nara berdiri.

"Kenapa lo ikut kesana, kan kesana jalan mau ke arah toilet cewek. Atau jangan-jangan lo emang mau ngapa-ngapain gue ya ?" tuduh Nara

"Enak aja kalau ngomong. Udah diam aja lo, nggak usah banyak bicara gue gak bakal ngapa-ngapain lo."

"Beneran ya, awas kalau lo sampai macam-macam sama gue." ancam Nara, lalu ia melangkah mendahului Nana.

Selesai Nara dari toilet, benar saja Nara masih melihat Nana yang masih saja menunggu Nara keluar dari toilet iti. Nana duduk di kursi kosong yang ada disana, sembari memain-mainkan serpihan kayu.

"Lama iya nunggunya?" tanya Nara yang sudah menghampiri Nana.

"Lumayan lama sih, sampai tangan gue mulai hijau"

"Ah masak sih. Nggak tuh" Nara menunjuk telapak tangan Nana.

"Iya udah yuk." Nana pun berdiri dari tempat duduknya dan menarik lengan Nara.

Garis Temu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang