Bab 14 #Mata Yang Teduh

15 4 2
                                    

🦋🦋🦋

Seperti matahari di siang itu, cahayanya yang cukup cerah membuat suasana di Yayasan itu semakin terasa hangat. Senyuman cerah dan indah dari perempuan yang Nana ajak membuat hati Nana tersa semakin menghangat. Senyum Nara sangatlah candu bagi Nana, beberapa kali Nana menatap dengan lamat ke arah Nara samapai pada akhirnya Nana menyusul Nara yang sedang bermain di taman Yayasan itu bersama dengan anak-anak yang ada disana.

Nana mendudukkan dirinya di kursi putih yang ada di sana, melihat setiap gerak yang di lakukan oleh Nara. Ketika Nara tersenyum karena ulah anak-anak kecil yang berlarian kesana-kemari seperti kupu-kupu, Nana pun ikut tersenyum. Nara yang sadar akan keberadaan Nana yang sudah ia abaikan sejak beberapa menit yang lalu, Nara pun mengahmpiri Nana.

"Istirahat dulu ya, kalian pasti capek kan dari tadi main terus? Nanti main lagi sama kakak." Ujar Nara dengan nada dan senyum yang sangat lembut kepada anak-anak yang ada di depannya.

"Janji iya kak?" ucap anak kecil perempuan yang tingginya masih mencapai lutut Nara dan mengacungkan jari kelingkingnya. Sehingga Nara menyelaraskan tingginya agar sama dengan anak perempuan itu, dan Nara ikut mengacungkan jari kelingkingnya dan menautkan ke dua jari mereka.
"iya kak, janji"

Nara pun pergi meninggalkan anak-anak itu dengan melambaikan tangannya dan kemabali melemparkan senyuman kepada mereka.

"maaf gue ke asyik kan main sama mereka." Nara sudah mendudukkan dirinya di sebelah Nana dan menoleh ke arah Nana dengan tatapan yang tidak enak karena telah meninggalkan Nana sedirian.

"santai aja." Matanya masih menatap ke arah depan memandangi beberapa bunga lili putih yang tumbuh di taman itu. Dengan posisi, melipat kedua tangannya di depan dada, dengan wajah dinginnya.

"lo nggak marah kan sama gue?" Nara masih saja menatap ke arah Nana dengan tatapan khawatir. Khawatir jika Nana benar-benar marah dengannya karena Nara takut kalau Nana merasa tidak dianggap keberadaannya oleh Nara.

"kan tadi gue udah bilang enggak. Nggak denger?" Nara hanya menjawabnya dengan anggukkan dan mengalihkan pangannya kedepan.

Namun setelah itu Nana menurunkan tangannya lalu mengalihkan pandangannya. Nana menoleh ke arah Nara, menatap netra  Nara dalam-dalam samapai Nara merasa akan ditatap oleh Nana hingga Nara kembali ikut menoleh kearah Nana. Kedua netra mereka saling bertemu, sampai beberapa menit mereka hanya diam. Dalam tatapan itu, Nara masih mengagumi bagaimana seorang laki-laki memiliki bulu mata yang lentik dan bola matanya yang hitam legam menatapnya.

"kenapa?" pertanyaan Nara memecah keterdiaman mereka. Tatapan mereka kembali ke depan menatap ke arah tanaman bunga lili putih yang tertanam disana.

"nggak." Nana menggelengkan kepalanya sembari menyugar rambut hitamnya itu dengan jari-jarinya.

"lo sering ya datang ke sini?" tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul dari mulut Nara.

"ya nggak terlalu sering juga sih." Nana mengangguk-anggukkan kepalanya

"lo kok tau sih tempat kayak gini?" ujar Nara kembali menoleh ke arah Nana penasaran.

"taulah. Lo nggak tau kalau gue cenayang," Nana juga kembali menoleh dan memasang wajah jailnya.

"nakutin temanan sama lo." di sebelahnya Nara bergidik ngeri mendengar ucapan Nana.

"kalau cenayang ganteng kayak gue, pasti dedemit pun nempel sama gue" Nana memasang wajah songongnya

"lo mau di tempelin sama dedemit? aneh."

"iya bukan gitu maksud gue. Gue juga cuma bercanda yaelah, serius amat hidup lo" mendengar kalimat itu Nara hanya menghela nafas berat.

Garis Temu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang