Happy Reading!
Rian berdiri dengan pandangan tak terbaca sembari menatap ke arah kuburan baru di depannya. Elin, wanita itu dinyatakan meninggal setelah 12 jam kritis di rumah sakit.
"Hiks_ Elinn"
Rian menatap ibu mertuanya yang terus menangis dipelukan Reza. Wanita paruh baya itu sempat memarahi dirinya begitu tiba di rumah sakit. Menyalahkan ketidakbecusannya menjaga sang putri. Dan Reza, adik Elin juga terus menatapnya dengan pandangan menuduh seolah dirinyalah yang mencelakai Elin.
Rian menghela napas. Ia akui jika akhir hidup Elin sangat menyakitkan. Tapi sungguh, Rian tidak mengharapkan semua itu. Elin mungkin jahat karena berselingkuh dan membohongi dirinya. Tapi kembali lagi, Rian sendiri juga bukanlah orang suci. Ia juga memiliki Meylia.
"Papa_"
Rian menoleh lalu menatap jemari kecil yang menggenggam ujung kemeja yang ia pakai.
"Kemarilah!"Pinta Rian lembut kemudian menggendong tubuh kecil Adel dan menggenggam tangan Lia.
Rian memperhatikan wajah Lia dan Adel yang nampak sedih namun tidak ada air mata ataupun isak tangis.
"Jangan sedih, masih ada papa yang akan menjaga kalian." Bisik Rian lembut. Ya. Rian memutuskan untuk merawat ketiga anak Elin. Lagipula Meylia juga pasti tidak akan keberatan. Kehadiran mereka justru akan mengalihkan pikiran Meylia tentang seorang anak.
Satu persatu anggota keluarga meninggalkan area pemakaman. Hanya tersisa Reza dan Rian sekarang, menatap batu nisan bertuliskan nama Elin.
"Ini semua pasti karena abang. Mbak Elin meninggal karena kesalahan abang." Tuduh Reza menatap Rian dengan penuh kebencian.
"Jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Maka_ya, silahkan salahkan abang." Ucap Rian dengan wajah datar. Meskipun ingin mengakhiri pernikahan tapi tidak sedikitpun Rian berharap Elin meninggal. Mereka harusnya berpisah dan Rian akan dengan senang hati memberi Elin setengah dari harta yang ia miliki jika wanita itu menginginkannya.
Reza tersenyum kecut. "Lihat! Abang bahkan tidak menangis." Ucap Reza lagi membuat Rian menghela napas.
"Dengar Reza_ abang ingin mengatakan yang sebenarnya tapi abang takut kau tidak bisa menerima semuanya. Lebih baik tenangkan dirimu dulu dan abang akan menceritakan segalanya setelah kita bertemu lagi." Ucap Rian lalu melangkah meninggalkan area pemakaman meninggalkan Reza dengan tangan terkepal. Nampak sekali jika ia menunjukkan aura kebencian yang sangat besar terhadap suami dari almarhumah kakaknya itu.
Rian menggandeng lengan Lia dan Adel memasuki rumah diiringi seorang pelayan yang menggendong Mia. Rian memutuskan untuk langsung kembali ke rumah karena enggan bertemu dengan keluarga Elin yang menginap di rumah orang tuanya.
"Lia, Adel_ masuklah ke kamar dan bersihkan diri kalian!" Ucap Rian membuat Lia dan Adel mengangguk kemudian berjalan menuju kamar mereka.
"Tidurkan Mia dan minta pelayan dapur untuk menyiapkan makanan." Titah Rian yang diangguki oleh pelayan yang sedari tadi berdiri di belakangnya sembari menggendong tubuh kecil Mia.
Rian melepas dua kancing atas kemejanya kemudian melangkah menuju kamarnya. Rian memasuki kamar mandi kemudian keluar dengan handuk di tubuh kekarnya serta rambut yang basah.
Tok tok
Ceklek
"Papa_ apa Adel boleh masuk?" Tanya seseorang yang muncul di depan pintu.
Rian mengangguk. "Tentu_ kemarilah!"
Adel melangkah memasuki kamar kemudian berdiri di belakang Rian yang sedang mengambil pakaian.
"Ada apa, hm?" Tanya Rian setelah selesai berpakaian.
"Papa_ apa Adel dan Lia boleh menempati kamar kami lagi?" tanya Adel pelan dengan wajah tertunduk membuat Rian mengernyit. Apa maksudnya?
"Apa maksudmu nak? Tentu saja kalian boleh menempati kamar kalian." Ucap Rian membuat Adel mendongak dengan wajah berseri.
"Yey_ terima kasih papa. Adel menyayangi papa." Teriak Adel lalu berlari keluar dari kamar meninggalkan Rian yang penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi. Dan lagi, wajah berseri Adel terlihat sangat bahagia di saat ia kehilangan seorang ibu.
Enggan memikirkannya, Rian bergegas mengambil ponselnya untuk menghubungi Meylia.
"Sayang_"
"Mas_ apa semua baik-baik saja? Apa mbak Elin curiga? Dan apa maksud perkataan mas kemarin? " Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Meylia membuat Rian menggeleng.
"Dengar sayang! Ada sesuatu yang ingin mas katakan. Hahh_ Elin meninggal."
"......"
Rian menatap ponselnya memastikan apa panggilannya masih terhubung atau tidak. Ternyata masih terhubung.
"Sayang__"
"Apa yang mas katakan? Apa mas bercanda?" nada suara Meylia terdengar tidak senang.
Rian menghela napas berat. Ia juga sebenarnya tidak percaya jika Elin akan meninggal secepat ini. "Mas serius_ Elin jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan hebat."
"Hm__ apa mas baik-baik saja? Bagaimana dengan anak-anak?." Tanya Meylia pelan.
Rian menutup matanya lalu membukanya. "Besok_ mas akan membawa mereka untuk bertemu denganmu." Ucap Rian lancar membuat Meylia terdiam.
"Tapi_ bagaimana jika mereka menolak kehadiranku mas. Jujur saja_ aku masih takut dan mereka pasti masih sangat berduka." Ucap Meylia membuat Rian terdiam. Ketakutan Meylia sepertinya tidak akan terjadi.
"Itu tidak akan terjadi. Percayalah!" Ucap Rian lalu berjalan menuju balkon kamar.
"Baiklah_ dan mas juga berhutang penjelasan padaku." Ucap Meylia membuat Rian mengiyakan.
"Mas akan menceritakan semuanya."
"Baiklah_ selamat malam, mas."
"Selamat malam, sayang."
Tuut
Rian menatap ponselnya yang menampilkan wajah Meylia sebagai wallpaper depan namun tiba-tiba sebuah pesan masuk. Rian membacanya dan tubuhnya langsung menegang.
'Ayah ingin bertemu dengan istri keduamu! Bawa dia ke hotel X besok'
Namun sebuah pesan kembali masuk membuat Rian tersentak.
'Dan juga kau berhutang ucapan terima kasih pada ayahmu ini'
Deg
Apa maksudnya?
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Meylia : Istri Kedua
RomanceHarap bijak memilih bacaan! 21+ Selama ia bisa tinggal di tempat yang nyaman, kuliah di kampus yang bagus, dan kedua orang tuanya bisa mendapatkan perawatan terbaik. Meylia sungguh rela menjalani kehidupan seperti apapun. Bahkan jika itu artinya ia...