Khawatir

96 9 7
                                    

Revan terus mondar mandir di temani Ryzql dan Illa.

"Tenang dulu Van, bini lo pasti baik-baik aja ko." ucap Ryzal mencoba menangkan Revan.

"Gimana gue bisa tenang si zal, istri gue di dalem lama banget."

"Lo tenang dulu bang, ada yang mau gue omongin sama lo."

Tanpa menjawab ucapan Illa, Revan pun duduk dengan tenang mendengar setiap perkataan Illa.

"Jadi maksud lo dulu Fanny pernah kena bully lebih dari ini."

"Iya bang, dan itu buat mentalnya rusak bahkan sampe cuti sekolah."

"Yang gue salutin dari dia dia bisa nutupin semua masa lalunya dan itu yang buat gue Nisa selalu di samping dia sampe sekarang.

Setelah mendengar penjelasan Illa, Nira dan temen-temen Revan dateng bersamaan saat pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok dokter yang pernah menangani Fanny.

"Gimana keadaan istri saya dok?"

"Alhamdulillah semua baik, tapi saya minta tolong dampingi Fanny ya Van karena saya cuma khawatir dia trauma lagi."

"Baik dok."

"Kapan kira-kira mantu saya sadar dok?"

"Sekarang sudah boleh, kalo gitu saya permisi dulu ya."

"Baik dok terimakasih."

•••

Saat Revan memasuki ruangan, ia melihat keadaan Fanny terbaring pucat di brankar rumah sakit.

"Focus Fanny dulu Van baru lo urus tiga iblis itu."

Dengan gontai Revan mendekat ke arah Fanny, duduk di kursi samping brankar menggenggam tangan istrinya.

"Maafin aku ya Fan, aku gagal jagain kamu aku gagal jadi suami."

Ceklek..

Saat pintu ruangan terbuka Revan menoleh menampakan Willy dan Annisa.

"Sabar ya Van." ucap Willy menepuk bahu Revan, mendengar ucapan sahabatnya senyum tipis tersirat di wajah Revan.

"Makasih Wil kalo bukan karena lo mungkin Fanny." ucap Revan mengantung.

"Udah gapapa lo itu sahabat gue dan Fanny istri lo gue juga harus jaga istri sahabat gue."

"Bang Revan sabar ya, gue yakin Fanny cewe kuat." Annisa pun mengelus rambut sahabatnya itu.

"Cepat pulih nanti kita ke salon yah kita potong rambut bareng oke baby."

"Thanks ya sa lo berdua sahabat terbaik Fanny."

"Udah kewajiban bang karena dari dulu Fanny juga selalu lindungin kita."

"So, apa rencana lo selanjutnya." tanya Willy.

•••

Revan terusik dari tidurnya saat merasa seperti ada yang mengusp pucuk kepalanya.

Berkali-kali ia mengerjapkan matanya melihat pemandangan di hadapannya.

"Fanny." Revan tersentak kaget dengan apa yang ada dihadapannya.

"Alhamdulillah kamu udah sadar."

"Apa yang kamu rasain sekarang ada yang sakit ga?." lanjutnya Fanny pun hanya menggeleng.

"Yaudah aku panggil dokter dulu yah."

Setelah dokter memeriksa ia pun merasa lega karena kondisi Fanny stabil.

"Jadi kapan saya bisa pulang dok."

"Besok kamu sudah bisa pulang Fan."

"Alhamdulillah makasih ya dok."

"Yaudah saya permisi dulu ya."

"Alhamdulillah aku seneng kamu baik-baik aja." ucap Revan yang terus menerus mencium kening Fanny.

"Kamu mau apa minum makan?."

"Minum kak."

Revan yang menatap istrinya dalan membawanya dalam pelukannya menenggelamkan kepala di curuk leher Fanny.

"Maaf aku ceroboh." lirih Revan.

"Seharusnya aku ngikutin kamu jagain kamu bukan malah biarin kamu pergi sendiri aku emang suami." ucap Revan yang langsung di potong Fanny

"Stt jangan ngomong gitu yah."

"Aku yang salah udah nolak niat baik kamu, aku minta maaf."

"Dari kesalahan ni kita sama-sama  belajar ya." ucap Revan.

"Iyah sayang." Fanny melihat sekitar hanya ada mereka berdua.

"Mama papa masih perjalanan bisnis nanti kalo udah selesai mereka pulang ko." peka Revan.

"Semalem bunda mau nemenin juga tapi aku larang biar bunda istirahat aja takut dia kecapean."

"Makasih ya sayang." Nira memeluk Revan mengusel wajahnya ke dada bidang Revan mencium aroma yang menjadi candu.

•••

"Selamat morning guys."

"Astaghfirullah Revan Fanny." Mark yang masuk dengan heboh tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia pun tersentak kaget melihat pemandangan yang ada di depan matanya.

"Ck si bangsat kalo masuk kebiasaan gak ngetok dulu." decak Revan kesal melihat tingkah laku temannya yang satu ini.

"Van gue masih polos anjing."

"Lo juga kebiasaan." celetuk Ryzal menjitak kepala Mark.

"Sakit asu."

"Mon di maklum Fan temen kita yang satu ini waktu antri otak dia telat dateng jadi begini." timpal Andre

Illa dan Nisa yang tak sabar melihat Fanny menerobos masuk ke lima laki-laki yang menghalangi jalan, memeluk Fanny erat membuat nafas sang empu sesak.

"Biasa aja dong." kesal Nicho.

"Bacot." saut Nisa.

"Aaa gue kangen Fan."

"Alhamdulillah lu gapapa."

Fanny yang melihat tingkah kedua temannya tersenyum lebar bahagia yang saat ini ia rasakan.

Revan dkk pun memberikan ruang untuk mereka bertiga.

"Jadi lo kapan pulang?." tanya illa

"Besok."

"Oke berarti besok kita ke salon ya potong rambut." ucap Nisa seketika raut wajah Fanny berubah sendu.

"Maaf Fan."

"Gapapa sa kalian ga perlu potong rambut ko biar gue aja."

"Kita tuh bestie lo potong kita juga potong lah rambut lo panjang kita juga panjang." ucap Illa

Wajah yang semula sendu sedikit berbinar mendengar ucapan Illa, ia merasa sangar beruntung karena di kelilingi orang-orang baik.

"Makasih makasih banget ya sa la gue sayang lo berdua."

"Lah gua kga Fan." ledek Nisa

Happy Reading guys
See You Next Chapter 💜

19 Juni 2022

REVAN [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang