45. Penyelamat

5.7K 272 0
                                    

Selamat membaca beibers 🦋
Bintang-bintang bermekaran bisa lah ya ngehehe..
Acak-acak kolom komentar juga hayuu...


****

Sebuah monitor terlihat menampilkan kode-kode misterius yang sulit dipahami oleh kacamata orang awam. Jari-jari tangan seorang pria bermasker sibuk menari-nari lihai di atas papan ketik benda canggih itu. Ia menekan tombol demi tombol dengan super cepat. Seolah sudah sangat khatam dalam menggunakannya. Tak butuh waktu lama, dengan cepat ia berhasil mengobrak-abrik jalannya berbagai situs penting di seluruh dunia. Merusak, memperbaiki, mengendalikan semua mampu ia buat seusai apa yang ia inginkan.

Bibir pria misterius itu sedikit mengembang, menerbitkan senyum miring merasa puas. Tak lama sebuah suara terdengar dari jam beker di sampingnya. Seolah langsung tersambung dengan panggilan telepon di seberang sana tanpa perlu  mengangkatnya.

"Kerja bagus Gar," ucap suara dari jam beker itu.

"Seperti biasa, jangan lupa Bos."

"Tenang aja, gue belum pikun soal itu."

Pria itu sedikit mengulum senyum merespon ucapan pada sambungan telepon itu.

"Kita buat Mahendra menyesal karena berani main-main dengan Asgras."

"Jadi kapan kartu As kita akan keluar?"

"Jangan buru-buru kita perlu sedikit bersenang-senang."

***

Moyna mencoba mengatur deru napasnya yang memburu. Nyawanya nyaris berada di ujung tanduk kalau saja ia teledor sedikit saja. Beruntung Calvin selalu waspada di semua keadaaan. Jika tidak, mungkin Moyna dan Calvin akan pulang hanya tinggal nama.

"Lain kali lo harus hati-hati dodol. Hampir aja mereka sadar sama keberadaan kita," omel Calvin sambil mengemudikan mobilnya.

"Gue hampir kelepasan gara-gara ada semut rangrang gigit kaki gue."

"Lo tinggal milih digigit semut atau mati konyol."

"Karena gue pinter, gue nggak milih lah. Dua-duanya ngga ada yang nguntungin gue," jawab Moyna tanpa beban.

"Terserah lo Moy. Sekarang lo diem, daripada gue tendang keluar dari mobil gue."

Moyna mendengus kecil, lalu mengelus kucing milik Rena hingga hewan berbulu itu tertidur pulas di pangkuannya.

"Jangan lupa! Lo ditugasin apa sama Arega," pesan Calvin mengingatkan Moyna. Pasalnya daya ingat gadis itu sangat pendek dan singkat.

"Iya pipin.. Moyna nggak se-pi-kun itu kok," kata Moyna dengan raut wajah tepaksa dibuat sekalem mungkin. Calvin hanya diam malas merespon sepupunya itu lebih jauh.

***

Rena hanya mampu menangis mengetahui segala kenyataan pahit yang harus ia telan mentah-mentah. Tak cukup dengan orang tua, dan bibi Rose sekarang paman kejam yang dahulu ia kira telah meninggal kini tiba-tiba muncul kembali. Semuanya bagaikan sebuah bom nuklir yang meledak secara bersamaan. Meluluh lantahkan kehidupan seorang gadis kecil yang kini hidup sebatang kara. Tak ada yang bisa ia percaya di dunia ini kecuali dirinya sendiri.

"Tuhan kenapa kau sangat baik hingga mengujiku sampai sejauh ini?," tangisnya.

"Kau sudah terlalu menyayangiku Tuhan... Tapi kali ini maafkan aku, tubuhku sudah terlalu rapuh untuk melanjutkan skenario mu. Rasanya tubuh ini sudah tak sanggup bertahan."

"Aku hanya ingin bertanya. Mengapa? Mengapa aku dilahirkan?"

"Aku sendirian di sini. Tak ada yang menginginkan ku."

Rena menunduk menangis, air mata yang mengalir di pipinya kian menderas. Ia seperti menumpahkan segala kesedihan nya saat ini. Isakan penuh luka terdengar sangat menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Di tengah isak tangisnya, tiba-tiba pintu ruangan itu kembali terbuka. Rena enggan mengangkat kepala untuk melihat seseorang yang berjalan menghampirinya. Ia sudah pasrah dengan segalanya kali ini. Dirinya sudah sangat lelah, mungkin menyerah memang pilihan terbaik.

Seorang pria berjongkok tepat di hadapannya. Tangan kekarnya terulur menyentuh dagunya mengangkat kepalanya perlahan agar melihat ke arah pria itu. Rena hanya menurut, di selingi dengan isakan kecilnya ia melihat ke arah sosok misterius di hadapannya.

Pria itu memakai setelan tuxedo rapi persis seperti orang-orang yang berlalu lalang menjaga di luar ruangan. Berbadan tinggi tegap juga memakai kacamata hitam membuat Rena tak bisa mengenali sosok itu dengan jelas. Rena hanya memandangi sosok itu beberapa saat, ia merasa familiar dengan pria ini. Hingga pria itu mula melepas kaca matanya barulah Rena mengenali siapa dia.

"A-arega..," lirihnya dengan suara tercekat.

Tanpa suara Arega langsung menarik Rena ke dalam pelukannya. Ia merasakan tubuh gadis itu semakin melemah. Sekujur badan yang bergetar menahan dingin, bibir pucat pasi, rambut dan pakaian acak-acakan. Pertama kalinya netra Arega terlihat berkcaca-kaca menyaksikan buruknya kondisi Rena saat ini.

Sementara Rena hanya mampu menangis. Ia tak membalas pelukannya sebab rasanya menggerakkan tangannya pun sangat sulit. Gadis itu sudah benar-benar kehabisan tenaga.

"Lo aman sama gue. Seisi dunia pun nggak akan bisa sakitin lo."

Tak ada hal tidak mungkin di kehidupan Arega. Apapun pasti bisa ia lakukan jika ia berusaha. Seperti berada di tempat Rena kali ini. Ia menyingkirkan jauh-jauh segala resiko yang akan terjadi. Ia hanya butuh mencoba, lalu menghadapi segalanya sekuat dan semampunya.

"Ikut gue. Gue bawa lo pergi dari tempat laknat ini."

Rena menggeleng," Jangan bahayain diri lo sendiri, Ga."

"Apapun bahaya itu, demi lo gue nggak takut."

Rena tersenyum tipis dengan mata sayu nya membuat Arega semakin khawatir. Kondisi Rena semakin melemah, entah apa yang sudah mereka lakukan pada gadisnya ini.

Arega memutus tali rantai itu dengan gunting besi yang dibawanya. Ia menemukan alat itu disaku milik salah satu bodyguard yang ia culik tatkala bersama Moyna dan Calvin.

Beruntung tak ada yang menyadari keberadaan Arega. Terlalu banyak bodyguard membuatnya tak mencolok sedikitpun. Saat Rena sudah berhasil terlepas, Arega menggendong tubuh Rena ala bridal style. Ia tak mungkin membiarkan gadis itu berjalan dengan kondisinya yang lemah.

"Ga apapun yang terjadi.. Gue mohon jangan mati demi gue."

Arega hanya tersenyum samar membalas tatapan Rena intens, lalu mengangguk kecil. Saat mereka dekat dengan pintu, Rena menahan tindakan Rega untuk membuka pintu itu.

"Tapi kita gak bisa lawan mereka sendirian Ga," ucap Rena putus asa.

"Kita bisa, karena kita nggak sendiri."

Sesaat kemudian pintu itu langsung terbuka dengan sendirinya. Sosok Edzard datang dengan beberapa luka lebam kecil di pipinya.

"E-edzard?!" kaget Rena.

"Gue nggak telat kan?," balas Edzard dengan terkekeh.

______________________


#Bacotbicit

Haduh bang Edzard sad boy mulu ih.. mending sama chippi aja sini jatah nya aman kok xixixi
*jatah makan maksudnya, biar sehat ye kannn

pokoknya hari ini double gengs tenang bae pokona mah.

Teman malming lah ya.. yang gamon cepet move on, yang move on jangan balik gamon ahaha

Bubeyyyyy

Thanks for reading <3
To be continued

Chippi


Arega✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang