42. Jika Dia Tidak Ada

4.9K 242 4
                                    

Alooo beibers gengs..
Bintang sama komen gratiss loch
Happy reading xixi

----0-0----


Sesosok gadis tengah meneguk segelas wine dengan kedua mata yang sembab. Kondisinya sudah amat berantakan, masa bodoh dengan penampilan. Gadis itu hanya ingin menangis menumpahkan segala keluh kesah.

Selang beberapa saat suara knop pintu terdengar, ia melihat ke arah pintu dengan mata merah yang menyipit.

"Hai gais, kalian mau gabung? Kita pesta malam ini," ucapnya seraya mengangkat gelas yang berbentuk seperti mangkuk kecil, serta memiliki kaki satu dibawahnya.

"Del, udah del lo udah mabuk banget," kata salah satu dari ketiga gadis remaja itu.

"Sssttt! Bentar lagi gue mau bunuh Rena kalian ikut kan..?"

"Del udah jangan minum terus bego!," maki seorang gadis berambut cepak yang berpenampilan seperti lelaki.

Salah satu dari mereka langsung merebut gelas dan botol wine milik Fidel dan langsung menyembunyikannya.

"Ahahaha... Rena lo bakalan mati di tangan gue! Lo yang udah rebut Rega gue ngga bakalan tinggal diem. Nggak ada yang milikin Rega selain gue!"

Fidel mulai kembali, meskipun matanya terpejam tapi tetap mengeluarkan air mata bibirnya juga terus meracau tanpa henti,

"Lo harus mati Rena.. Lo yang bikin Rega ninggalin gue..." isaknya.

Ketiga teman Fidel hanya menatap gadis itu miris. Mereka tau, bagaiman Fidel sangat menyukai Arega lebih dari apapun. Tak heran jika ia sangat terobsesi untuk memilikinya.

***

Beberapa hari ini Xaverius sedang hangat diperbincangkan mengenai berita penculikan seorang siswi bernama Irena Kaila Egberta. Hampir satu pekan kabar itu terus bergejolak tanpa tahu kabar pasti yang sebenernya terjadi. Pencarian terus dilakukan oleh pihak aparat kepolisian, juga dua geng mobil terkenal yang cukup berpengaruh seantero Ibukota. Kedua geng yang digembor-gembor menjadi musuh bebuyutan itu saling bersatu bersama-sama mencari keberadaan gadis biasa yang tak se-terkenal para anggota kedua geng itu. Hal itu menambah rasa ingin tau dari para khalayak menimbulkan pertanyaan tentang siapa Rena, darimana gadis itu berasal, apa hubungan gadis itu dengan kedua geng itu.

Selaku sahabat satu-satunya Moyna sampai me-nonaktifkan akun media sosialnya karena lelah terus diserbu pertanyaan-pertanyaan tidak jelas dari beberapa orang yang tak ia kenal.

"Gila ya Vin lo tau ngga? Gue sampek harus bikin akun baru gara-gara notif ig gue ga berhenti-berhenti. Lagian orang-orang bukannya bantu cari Rena malah pada jadi wartawan."

Calvin hanya diam, tak merespon ucapan Moyna. Calvin juga ikut terpukul mendengar berita hilangnya Rena. Lelaki itu seperti hilang semangat dan menjadi sangat pendiam dari biasanya.

"Vin udah dong. Lo jangan sedih terus, gue juga sedih tapi kita harus semangat sampek Rena bener-bener ketemu. Gue yakin Rena masih hidup dan dia bisa secepatnya kumpul sama kita lagi," tutur Moyna memotivasi Calvin.

"Kalo Rena pulang tinggal nama, apa lo siap?"

Moyna menoleh pada Calvin, ia sempat tercekat kemudian memukul bahu Calvin dengan keras.

"Jaga mulut lo! Rena nggak akan selemah itu."

"Gue semalem mimpi Rena ngga balik seperti yang kita harapin. Wajahnya Cuma pucat pasi, sekujur tubuhnya dingin dan kaku."

"STOP! Itu cuma imajinasi lo aja Calvin. Rena pasti bakal baik-baik aja."

Dengan sedikit tersulut emosi Moyna langsung pergi meninggalkan Calvin begitu saja.

***

Seminggu berlalu Arega bagai bongkahan es dingin yang tak tersentuh. Bagaikan tak ada satu warna sedikitpun di hidupnya. Lelaki bertambah berkali lipat lebih dingin dari biasanya. Sesekali ia masih merasa bersalah karena membuat Rena hilang hingga saat ini. Ia sering menghabiskan waktu sendiri, sembari terus memikirkan cara menemukan Rena meskipun hasilnya nihil, tapi membuatnya tak berhenti untuk terus berusaha.

Perubahan sikap anak pertamanya itu sangat dirasakan oleh Lusya, sebagai ibu kandungnya naluri seorang tentu lebih kuat dibandingkan orang lain. Ia memperhatikan putranya sedang membelakanginya seraya menghisap seputung rokok menghadap kosong ke arah jendela balkon. Ia tersenyum miris, lalu menghela nafas pelan berjalan menuju Arega.

"Anak Mommy belum tidur?"

Arega menoleh sekilas, lalu mematikan bara pada rokoknya segera.

"Abang udah besar sekarang. Mommy udah ngga kuat kalo suruh gendong kayak dulu."

Mendengar kata abang membuat Arega langsung menoleh pada Lusya. Meski terlihat mengabaikan sang ibu, tapi Arega sebenarnya mendengarkan setiap perkataan Lusya.

"Rega jangan dipanggil abang mom."

Lusya sedikit terkekeh. "Kamu harus mau dipanggil Abang, kalau dipanggil kakak itu bingung cowok apa cewek."

Arega membuang pandangan memilih mengalah dan menuruti ucapan Lusya.

"Abang kok cepet sih gedenya? Perasaan baru kemarin Mommy taruh di dalem perut. Eh sekarang udah bisa galauin anak orang."

Arega hanya diam memandang lurus ke depan, memperhatikan gemerlap lampu kota dari kamarnya yang terletas di lantai atas.

"Kamu ngga bisa gini terus, hidup itu harus punya tujuan. Kita ngga bisa terus jalan di tempat yang sama. Kalau kamu mau temuin Rena, harus ada tekad yang kuat untuk itu. Nggak akan pernah ada hasil tanpa proses dan pengorbanan."

Lusya kemudian tersenyum menatap lekat wajah anaknya, mengusap sisi wajahnya lembut sebelum bangkit dan pergi. Arega mematung beberapa saat, ia mendapat kesadarannya kembali saat terdengar dering ponselnya. Ia menatap nata tertera di atas layar lalu menerima panggilan suara itu segera.

"Kenapa?"

"Gue perlu ketemu sama lo."

"Kirim alamatnya."

_____________________




Thanks for reading <3
To be continued

Chippi

Arega✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang