***
Jarum jam menunjukkan pukul 14.20 siang, saat Zero berada di kamarnya. Belum saatnya pulang sekolah, akan tetapi ia kabur begitu saja bersama Blue yang telah resmi menjadi kekasihnya, setelah puas menyiksa gadis malang tersebut.
Walaupun terkesan merasa bersalah, Zero langsung dengan segera mengenyampingkan perasaan anehnya tersebut, agar ia tak salah paham sendiri dengan hatinya. Untuk itu, Zero lekas mengantarkan gadis itu pulang dengan selamat dari orang lain, tapi tidak darinya.
Terlihat, sebuah foto berbingkai yang terpajang indah menghias dinding sebuah ruangan, dengan gambaran sebuah keluarga kecil yang terlihat begitu bahagia. Seorang Ayah, Ibu, dan anak lelaki mereka yang berusia kisaran lima sampai tujuh tahun, tengah tersenyum manis seakan menggambarkan betapa indahnya kehidupan mereka saat itu.
Zero meneguk white wine-nya langsung dari botol, sembari menikmati potret yang terpajang indah menghias ruang mewah yang dipenuhi oleh banyaknya vas bunga berbentuk guci, dengan bunga-bunga indah berwarna putih segar. Sepertinya, bunga-bunga itu diganti beberapa hari sekali, terlihat dari betapa indah dan segar bunga-bunga tersebut.
Setelah beberapa saat memandangi potret gambar yang ada, Zero lantas bangkit dan mengambil sebuah pistol dengan warna hitam legam yang tersedia di atas nakas, dan dengan tatapan tajam, Zero mengacungkan mulut pistol tersebut menghadap pada foto keluarganya.
"DOR!"
"PRANK!"
Seketika, setelah peluru itu melesat cepat mengenai bingkai figur yang terkesan mahal tersebut, kacanya pun pecah dan bingkainya jatuh ke lantai. Menyebabkan bunyi nyaring yang menggema di setiap penjuru ruangan.
"DOR! DOR!"
Dan dengan pistol itu juga, Zero menghancurkan bingkai mahal miliknya. Tembakan pelurunya tepat pada kepala masing-masing anggota keluarga, termaksud pada kepala anak kecil di foto yang kini telah hancur berkeping.
Tak puas sampai di sana, Zero berjalan mendekati pecahan bingkai tersebut, dan dengan tatapan dingin nan benci, dihancukkannya kembali barang itu dengan memukulkan tinjunya pada serpihan kaca yang masih terkesan hampir utuh di atas gambar yang ada.
"Prak! Prak! Prak!"
Zero terus menghantamkan tinjunya ke arah figuran rusak itu, hingga membuat tangannya sendiri yang terluka dan berdarah-darah.
Perasaan lelaki itu tengah bercampur aduk saat ini. Entah bawaan mabuk dari alkohol yang diminumnya, atau penyesalan atas apa yang telah dilakukannya kepada Blue tadi. Mungkin, gadis itu tengah meringkuk ketakutan di bawah selimut tebalnya saat ini, seakan dunia Blue baru saja dihancurkan lelaki brengsek sepertinya.
"Huh, sial!" umpat Zero berteriak keras dengan peluh yang membasahi rambut dan wajahnya.
"Sial, sial, sial...!" Zero menjambak rambutnya sendiri dengan tatapan frustasi.
"Apa yang sudah kulakukan, huh?" gumamnya dengan rasa sesal yang nampak jelas tergambar di wajah tampannya.
Nafasnya berderu lebih cepat dari sebelumnya, hingga membuat wajah Zero merona lantaran menahan panas yang ada di dalam dada.
"Aku," Zero terduduk sembari memegangi dadanya sendiri yang tiba-tiba terasa sesak.
"Aku belum puas," lirih Zero dengan tatapan kosong.
"Aku belum puas menikmatinya," bisiknya saat membayangkan wajah tersiksa Blue tadi.
"Haha," senyum Zero muncul dengan aneh, dalam timing yang tidak sesuai sama sekali.
"Aku belum puas menyiksanya...," rintih Zero seperti orang kesetanan.
"Aku belum puas menghajarnya," lelaki itu meringkuk dengan wajah aneh, tatapan kosong, sembari menggenggam dada dan menjambak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK PAPER
RomanceMenceritakan tentang kehidupan seorang gadis bernama Blue Arcean, yang bertemu lelaki tampan nan baik hati di toko bunganya. Namun, siapa sangka jika laki-laki tersebut malah datang ke sekolah Blue sebagai anak baru? Zero Arcean, lelaki tampan denga...