26-Trèfle à Deux Feuilles

34 9 5
                                    

***

Mengingat kembali, tentang kejadian siang tadi, tatkala Zero membawa Blue kabur dari sekolah selepas ia menyiksa gadis itu.

"Kenakan ini!" pinta Zero seraya mengenakan jaket dari seragam olahraganya ke tubuh Blue.

Setelah mengoyakkan kaus seragam Blue, Zero tidak memiliki pilihan lain selain memberikan jaketnya pada gadis itu, agar keduanya dapat keluar dari sana dengan cepat.

"Aku mau pulang, Zero." ujar Blue dengan wajah babak-belur, juga darah yang keluarkan di ujung bibir, ujung mata, dan bawah hidungnya.

Gadis itu tidak terlalu menghiraukan bagaimana penampilannya saat ini, lantaran wajahnya terasa keram akibat tampar-tamparan Zero yang tidak berbelas kasih sama sekali.

"Aku akan mengantarmu," ujar Zero seraya memperbaiki rambut Blue yang berantakan dan acak-acakan di buatnya.

"Aku bisa pulang sendiri." tolak Blue dengan nada rendah, tahu kalau Zero sedang dalam perasaan tidak baik-baik saja.

"Tidak bisakah kau menurut dengan apa yang kukatakan, Blue?" kecam Zero tegas, seraya membersihkan wajah Blue dengan sisa kain dari baju Blue sebelumnya.

Terdiam setelah mendapat tatapan tajam dari Lelaki di hadapannya itu, Blue mau tidak mau hanya perlu mengalah dan mengikuti keinginan Zero.

"Ayo," ajak Zero seraya menarik pergelangan tangan Blue.

Dengan kaki keram akibat dari menahan beban di pahanya tadi, Blue sedikit lebih kesulitan untuk berjalan menyamai Zero.

"Tidak bisakah kau berjalan lebih cepat?" tanya Zero mengetahui jika Blue begitu lama dalam gerakan.

"Ah, aku...,"

Tak ingin berlama-lama, Zero sontak membopong tubuh Blue, kemudian berjalan cepat membawa gadis itu ke aera pemarkiran kendaraan. Sekalipun terkesan kejam, Zero paham jika Blue merasakan sakit di kakinya, lantaran Zero menduduki paha gadis itu.

Perjalanan menuju area pemarkiran kendaraan memang tidak terlalu jauh dari gudang belakang, tempat keduanya bersama tadi. Dengan akses dari belakang gedung, keduanya dapat dengan bebas dan leluasa untuk keluar dari area sekolah itu.

"Kepalamu," ucap Zero tatkala memasukkan tubuh Blue ke dalam mobilnya.

Hanya menurut, Blue tahu jika ia sudah tidak memiliki tenaga sama sekali untuk melakukan perlawanan pada Lelaki tersebut.

"BUAK!" Zero menutup kasar pintu mobilnya, tatkala ia masuk.

Detik berikutnya, Lelaki itu tanpa banyak berkata-kata, hanya menyalakan mesin mobilnya, kemudian melaju cepat, meninggalkan gedung sekolah tanpa membawa tasnya, ataupun milik Blue.

Dalam perjalanan, hanya ada kesunyian, tanpa ada seorang pun yang hendak membuka obrolan terlebih dahulu. Rasa sakit yang Blue rasakan saat ini, seolah membuatnya bernostalgia dengan seseorang yang amat sangat dirindukannya saat ini.

Sosok Pria dengan senyum manis, yang selalu menyayanginya sepenuh hati, juga mendidiknya segenap jiwa. Sosok penyayang dan penyabar, yang selalu menjadikan Blue prioritas utama dalam hidupnya. Bahkan, ia sanggup mempertaruhkan nyawa hanya untuk melihat putri semata wayangnya bahagia.

"Zero!" panggil Blue sontak terkejut, tatkala mendapati Zero tidak berniat bmembawanya kembali ke rumah.

"Kau ingin membawaku ke mana?" cecer Blue melihat jalan yang seharusnya mereka lewati, di lalui begitu saja dengan Zero.

"Apa aku terlihat ingin membawamu pulang, huh?" tanya Zero, dengan ekspresi datar, yang terkesan sangat menakutkan dan kejam.

Mendengar jawaban itu, Blue sontak lemas dibuatnya. Membantah pun percuma, Lelaki di sampingnya ini bukanlah lawan yang pantas untuk seseorang seperti Blue.

BLACK PAPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang