13-Orchidée Bleue

43 15 18
                                    

***

Bruk!

Membuang tubuh lelah di atas kasur empuk kamarnya, Pemeran utama kita terlihat begitu lelah setelah aktivitas panjang hari ini.

Jarum jam menunjukkan pukul 09.18 malam, sedang Blue baru beberapa menit lalu sampai di dalam rumah. Menghadapi pertanyaan Nenek yang merasa khawatir, Gadis kotor itu hanya mampu menjawab dengan sedikit kebohongan.

"Ada latihan voli di sekolah, Nek. Kami harus berlatih lebih giat untuk pertandingan beberapa hari lagi."

Hum, kebohongan yang terlihat rapih.

Untung saja Nenek memiliki mata yang sudah kurang jelas untuk melihat. Karenanya, Nenek tidak mungkin memperhatikan bagaimana kusut dan berantakan cucunya malam ini.

"Agh...!"

Menggeliat, meregangkan otot-otot lelah di atas kasur empuknya adalah suatu anugerah baik bagi Blue.

Setelah bertarung seorang diri mengandalkan keberuntungan dan keberanian yang ia miliki, didukung dengan keahliannya dalam ilmu bela diri, Blue akhirnya dapat membuat Helena dan para Cecunguk bajingan tadi lari terbirit-birit lantaran mendengarkan sirine polisi yang Rebecca bunyikan dengan speaker sekolah.

"Hah...," Blue menghela nafas panjang, sembari merentangkan tangannya menutupi sinar lampu. Kebiasaan yang cukup unik.

"Sial, aku masih belum puas menghajar mereka...," gumam Blue meletakan telapak tangannya ke wajah.

Terdiam sejenak, Gadis itu masih menutupi wajahnya dengan sebelah tangan.

"Akh...!"

Bukg! Bukg! Bukg!

Blue berguling-guling seraya menendang-nendang kasurnya sendiri.

"Sial! Sial! Sial...! Aku belum puas...!" gerutunya menyesal lantaran belum membalaskan dendam dengan benar.

Padahal, para cecunguk yang bersama Helena tadi telah babak-belur dibuatnya. Namun, Gadis itu masih merasa harus menghancurkan mereka dengan sehancur-hancurnya, membalaskan dendam kedua sahabatnya yang terlibat dalam masalah yang ia buat. Lebih tepatnya, Zero Allen lah yang menyebabkan ini semua.

Setelah mengantar Aleah dan Maody ke rumah sakit tadi, Blue juga menyempatkan diri untuk mengantar Rebecca yang senantiasa menemani, membantu, dan memberi tahu Blue sedari siang. Kejadian hari ini seakan membuat Blue berolahraga lebih. Bahkan lebih banyak dari yang sering ia lakukan.

"Huwaa...," Blue menguap hingga air bening tak sengaja ikut keluar dari ujung matanya.

Merasa begitu lelah, Gadis tersebut hanya bisa terdiam sembari berkedip dan bernafas. Tak lama, matanya mulai berkedip secara lemas, kemudian terlelap secara perlahan, berbaur bersama mimpi tanpa bergati pakaian terlebih dahulu.

Dengan seragam yang masih melekat di badan, Blue terlelap dalam tidur nyenyak tanpa memikirkan apa-apa lagi. Wajahnya terlihat begitu tenang tatkala terlelap seperti ini. Dengan kulit putih lembut, bulu mata panjang, hidung bangir, bibir kecil yang terkesan memanjang serta anak rambut yang berantakan mengenai wajah.

Setelah beberapa saat Blue terlelap, sebuah notivikasi pesan masuk ke ponsel pintarnya, hingga berdering beberapa kali.

Tring! ... Tring! Tring! Tring!

Namun, hal tersebut sama sekali tidak mengganggu tidur lelap Gadis cantik tersebut. Sepertinya, sekalipun ada gempa, tsunami, kebakaran, atau bencana alam lainnya pun, Blue tetap tidak akan sadar.

***

Keesokan paginya, Blue terbangun dengan badan yang sedikit lebih sakit dan pegal-pegal di seluruh tubuh. Lekas, ia membersihkan diri dengan mandi air hangat, Kemudian keluar untuk meregangkan otot, dan membantu Nenek merawat bunga di toko. Untungnya, hari ini adalah hari minggu. Jadi, Blue tidak perlu khawatir akan kedatangan Zero yang tiba-tiba, dan bebas bangun kesiangan.

Setelah melakukan berbagai aktivitas, akhirnya Blue dan Nenek memutuskan untuk sarapan di pukul 10.15 siang, dan hendak melanjutkan aktivitas selanjutnya yang tidak lain adalah merawat bunga dan mempersiapkan pesanan bunga. Setiap hari Minggu, Pian, anak jalanan yang Blue pekerjaan untuk membuat Nenek mengantarkan bunga dan lain sebagainya, diberikan cuti untuk melakukan aktivitas pribadi.

"Beristirahatlah terlebih dahulu, Lily-ku... Wajahmu terlihat begitu lelah." ujar Nenek pengertian.

"Apa Nenek akan baik-baik saja, merawat dan menjaga toko seorang diri?" tanya Blue sedikit khawatir, lantaran Nenek adalah wanita lanjut usia yang masih aktif dalam keseharian.

"Tenaga saja, Lily-ku... Tidak ada pengantaran buket di hari Minggu." kata Nenek meyakinkan.

Dengan senyum manis, Blue mengecup pipi keriput Nenek dan langsung memeluk wanita tersebut.

"Lily sayang Nenek." ungkap Blue yang kemudian beranjak untuk kembali ke kamarnya di atas.

Karna hari ini libur sekolah, Blue berniat untuk tetap di rumah untuk istirahat, kemudian berniat menjenguk Aleah dan Maody saat sore bersama Rebecca, dan mampir ke toko buku untuk membeli komik terbaru yang tengah ia gemari beberapa tahun terakhir ini.

Harapnya, semoga saja hari ini Zero tidak nampak di hadapan dan di permukaan. Ia merasa begitu muak melihat dan mengingat lelaki tersebut. Rasanya, semua masalah dan masalah yang ia hadapi akhir-akhir ini selalu disebabkan oleh si Cecunguk sok tampan yang sebenarnya memang sangat tampan tersebut.

"Huh! Mengingatnya saja membuatku ingin muntah." ketus Blue bergumam kecil, sebelum akhirnya memasuki kamar kecil nan nyamannya.

Setelah setengah hari berkutik dengan bunga, Blue pun masuk dan kembali ke gua tempat persembunyian ternyaman miliknya saat ini, yang sebenarnya telah berhasil dibobol oleh Zero Allen, kemarin. Menyalakan televisi seraya bersantai di kamar kecilnya tersebut, Blue memilih untuk menikmati animasi dan anime kesukaannya setelah melihat jam tentunya.

Walau sederhana, kamar Blue tetap terkesan rapih dan estetik. Dengan cat nude, berhias gorden biru muda dengan motif bunga matahari, juga lampu hias, karpet bulu, dan beberapa perlengkapan berwarna biru muda dan putih, membuat kamar tersebut menjadi lebih nyaman untuk tempat bersantai.

"Tring!"

Suara notifikasi pesan masuk seakan menyita perhatian Blue. Diraihnya benda hitam pipih yang tergeletak sembarang di atas kasur tersebut, untuk melihat apa isi pesannya.

'Anda memiliki 125 pesan masuk yang belum terbaca.'

Tulisan itu membuat Blue mengerutkan kening, berpikir siapa yang akan mengirimkan pesan sebanyak itu kepadanya. Lekas Blue membuka notivikasi tersebut dengan cara menarik layarnya ke atas.

Sedikit terkejut akan apa yang didapatinya saat ini, lantaran begitu banyak pesan bergambar, video, dan klip suara yang dikirimkan oleh sebuah nomor asing, dengan profil siluet hitam. Parahnya lagi, semuanya berisikan candid dari korban perundingan, suara rintihan dan raungan kesakitan, juga video penyiksaan bengis yang begitu sadis.

"Akh...! Ampun! Hiks! Ampun!" suara rintihan yang terekam jelas di klip suara tersebut menjelaskan bagaimana tersiksa dak ketakutannya gadis itu.

"Tolong! Akh...! Tolong jangan bunuh aku!" suara Pria yang sepertinya tidak terlalu asing ini pun terdengar sangat kesakitan dan tersiksa.

Tubuh Blue memucat melihat gambar, Video, dan mendengarkan semua klip suara tersebut. Tangannya bergetar, dengan telapak yang memucat dan dingin. Wajahnya panik, juga sedikit ketakutan. Gadis itu bersandar lemas ke penyadar kursi, kemudian menatap kosong penuh pikiran.

"Siapa?" nafas Blue terasa lebih berat saat ini.

"Siapa yang melakukan ini?"

***

안녕히 주무세요 ...!

Maaf ya, teman-teman yang nunggu novel ini up.
Walaupun kalian cuma 1-2-4 orang, kalian tetap tidak terbaik'3'

Terima kasih atas dukungan kalian, dan selamat membaca juga semangat menjalani kehidupan yang pasti pahit ini:V

Bercanda sebenarnya'-')

Salam sayang, Amanda Do Rara🍓

BLACK PAPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang