25. Lamaran

1.8K 78 0
                                    

Seperti apa yang sudah diucapkan oleh Brayen dulu kini setelah Ega sudah lulus kuliah mereka akan menikah. Hari ini Brayen sedang berbicara kepada ayah dan ibu nya terkait niat nya yang ingin menikah dengan Ega.

"Ini tidak bisa kita bicarakan secara sepihak saja Bry. Lebih baik kerumah Ega temui orang tua nya lalu utarakan maksud mu. Kita tidak tau mereka homopubic atau bukan" jelas ayah Brayen

"Iya pa aku tau. Aku sudah bilang Ega, sekarang aku bicara ke papa dan mama supaya kita bisa ke sana bersama".

"Bry... hikss, mama ga nyangka kamu udah gede udah mau nikah aja. Kenapa kamu ga jadi balita aja lagi Bry biar mama bisa gendong" ucap mamanya sambil mengusap matanya dengan punggung tangan

"Lebay banget ma" ucap Brayen.

"Bian pulang!!!!!!"

Bian yang baru pulang langsung ikut bergabung dengan mereka karena tumben mereka berkumpul di ruang tamu jam siang begini

"Ada apa nih?"

"Lo bocah Lo ga diajak" ucap Brayen

"Ih kok gitu. Kak Bry hamilin anak orang lagi ya?"

Plakkk. "Mulutnya" Brayen langsung memukul mulut Bian dengan tangan nya

"Maa liat"

"Udah kalian ini sudah pada gede jangan berantem terus" tegur Kesya. Nama ibu dari tiga orang anak itu.

"Ma kalo mau yang balita kita bikin lagi aja" kali ini Bobby. Ayah mereka yang bicara.

"Ck udah tua jangan sering-sering nanti sakit pinggang hahaha" ucap Bian sambil berlari menaiki tangga dan langsung mendapat teriakan oleh sang mama"

"Bian ga boleh gitu. Gitu-gitu papa kuat loh!"

"Jadi apa papa dan mama ada waktu buat nanti malam?" Brayen bicara serius. Membuat kedua orang tua itu memasang wajah serius juga.

"Ya atur saja waktunya. Nanti malam kita kesana".

Dilain tempat Ega sedang memberitahu orang tuanya perihal akan ada tamu nanti malam.

"Ma. Pa. Nanti malam emmm.. anuu boleh ga Brayen kesini?" Ucap Ega sambil menautkan dua jari telunjuknya di depan dada.

"Dalam rangka apa? Apa perlu mama masak?"

"Kalau boleh sih mama harus masak ma. Soalnya dia mau makan malam disini"

"Aduhhhh Ega!"

"Kenapa ma?"

"Kenapa baru bilang sekarang sih, mama kan belum belanja. Yaudah kamu nanti temanin mama ke pasar. Papa nanti petik bunga mawar di kebun 5 batang aja jangan kurang dan jangan lebih terus taroh ke pot kaca di kasih air dulu separo aja"

Sementara itu Tirta bingung mencerna perkataan Bunga istrinya.

"Banyak banget ma kerjaan papa"

"Dikit itu mah pa, yaudah yuk ga kita kepasar cepat ambil kunci motornya sana pakai jaket sama celana panjang biar ga belang tuh kulit"

"Iya ma. Sabar"

Berakhirlah Ega sedang membawa banyak barang belanjaan mereka tangan kanan dan kirinya sudah penuh. Itu pun mamanya masih mengajak nya berkeliling.

"Ma sudah belum?"

"Mama lupa beli kunyit"

Setelah menghabiskan waktu sekitar 2 jam berkeliling pasar akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang. Ega memarkirkan motor maticnya berbarengan dengan Yoga yang juga baru datang.

"Pulang kamu Ga?"

"Pulang kak"

"Itu dari mana tumben pake motor"

"Temanin mama ke pasar"

"Oh. Yuk masuk"

Saat Yoga menggandeng bahu nya. Ega teringat yang dikatakan sekertaris Brayen yang bernama Eva itu. Yoga yang sedang memeluk Ben watu itu apakah maksudnya peluk itu dirangkul sepertinya sekarang?

Ega menatap wajah kakak nya. Yoga yang peka langsung bertanya kepada Ega "kenapa?"

"Kak kerja di kantor kak Ben kan?"

"Iya. Dia butuh bantuan jadi kakak bantu"

"Terus kakak tau siapa pacar nya kak Ben?"

"Tau. Bukan nya dia dikirim ke kantor Brayen ya"

"Hm iya kak"

"Kenapa pacarnya godain Brayen?"

"Engga kok kak"

Yoga hanya mengangguk dan mengusak rambut adiknya itu lalu menuju kamarnya terlihat sekali kalau dia lelah.

Sampai lah waktu yang dijanjikan tiba. Pukul 7 malam Brayen bersama kedua orang tuanya sudah tiba di rumah Ega.

"Ega kok kamu ga bilang kalo Brayen ngajak ortunya. Mama kan masak nya sedikit" bisik Bunga. Mereka saat itu sudah duduk di meja makan.

"Maaf ya jeng saya masak nya dikit aja. Ega ga bilang kalo jeng ikut"

"Gapapa jeng ini banyak banget kok" jawab Kesya yang melihat meja makan yang penuh makanan, ada sup ayam, ayam goreng, ikan goreng, sambel, sayur lalapan dan aneka puding.

"Yuk makan dulu nanti baru kita bicara setelah makan" ucap Tirta. Mereka semua makan sambil berbincang-bincang sementara Ega yang duduk bersebrangan dengan Brayen merasa terganggu karena karena kaki Brayen yang mengelus kakinya.

"Bry... Udahh"

"Hm mau nambah?" Tanya Brayen seakan menawarkan makanan.

"E-engga cukup. Udah kenyang"

Kemudian dia mengangguk dan melanjutkan kegiatannya. Brayen mulai berani menaikkan kaki nya hingga pas digundukan yang tertutup celana itu.

Ega segera berdiri. Takut mengeluarkan suara aneh. "Saya susulin Ega dulu sepertinya tadi dia tersedak" ucap Brayen. Kini mereka berdua sudah berada di kamar mandi.

"Bry kamu ngapain? Jangan gitu nanti ga disetujuin lagi sama papa kalo tau kamu mesum gitu"

"Oke tapi cium dulu" Brayen menunjuk bibirnya. Ega segera mencium bibir Brayen. Tapi Brayen menahan tengkuk Ega agar ciumannya lebih lama.

"Jadi maksud kedatangan kami kesini untuk melamar Ega buat Brayen" ucap Bobby membuka pembicaraan

"Melamar? Gimana gimana?" Ucap papanya Ega bingung

"Iya saya mau melamar ega buat jadi mantu saya"

"Begini pak Bobby" Tirta menarik nafasnya sejenak kemudian melanjutkan ucapannya. "Kita ini di Indonesia bagaimana caranya melangsungkan pernikahan antar lelaki begini?"

"Untuk itu tidak usah khawatir. Nanti kita nikahkan mereka di Paris"

"Gimana ma?" Tanya Tirta

"Mama sih oke-oke aja pa selama Ega bahagia"

"Yasudah kalau begitu untuk acara pernikahan nya pak Bobby yang mengatur. Saya dan anak istri saya cukup datang saja apakah boleh begitu?"

"Tidak masalah. Itu easy" ucap Bobby

Sementara Ega tercengang mudah banget orang tuanya menyetujui ga ada drama marah-marah atau gimana dulu nih?

Ega tidak tau kalau ternyata kedua orangtuanya sudah tau hubungan nya dengan Brayen dan kenapa mereka setuju Ega tinggal dengan Brayen ya karena mereka tau. Dan yang memberitahu adalah Yoga.

.
.
.
Tbc

Your Crush (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang