☠︎︎ 26. Apologize ☠︎︎
Suara mesin motor terdengar kemudian tak lagi berkumandang setelah mesinnya dimatikan. Alga menghela napas dengan sedikit payah. Dadanya terasa sedikit nyeri karena perkelahian tadi. Setelah berdiam selama semenit di atas motor, Alga pun beranjak untuk masuk ke dalam rumah meski mau tak mau. Tidak bisa dipungkiri, dirinya memang butuh istirahat.
Baru Alga membuka pintu rumah, ia sudah melihat figur Albar berdiri seraya menatapi bingkai foto. Bingkai foto yang digenggamnya adalah foto keluarga utuh yang mana Alga masih didekap oleh bahagia tiada tandingan. Alga hanya memasang wajah datar, hendak melangkah menuju kamarnya. Ia tak peduli akan keberadaan Albar di sana.
"Al."
Crap.
"Hm?"
"Papa mau bicara sama kamu. Kali ini Papa nggak terima penolakan," ucap Albar dengan suara yang sedikit bergetar.
Alga terpaku untuk beberapa saat. Akhirnya ia melangkah menuju sofa, teralihkan dari tujuannya yang ingin merebahkan diri di kasur. Ia duduk di atas sofa, disusul dengan Albar yang duduk di sofa seberang. Alga hanya ingin lebih cepat menyelesaikan obrolannya, jadi ada baiknya Alga tetap diam saat Albar melontarkan suara.
Albar menatap sendu ke arah putra semata wayangnya itu. Ia merasa sangat sedih, terpukul, padahal sedang tak terjadi apa-apa. Hanya wajah putranya itu terluka. Albar ingin bertanya, tapi ia urungkan karena bukan itu yang akan dibicarakannya. Takut-takut Alga justru malah terpancing emosi.
"Papa minta maaf sama kamu, Al." Akhirnya Albar bersuara setelah bungkam beberapa saat. "Papa memang salah karena sudah mengabaikan kamu selama belasan tahun. Papa tahu Papa terlambat untuk memperhatikan kamu."
Alga tetap diam meski gelombang kesedihan dan amarah memancari hatinya.
"Perihal penembakan Mama kamu, itu bukan Papa yang melakukannya, Nak. Tapi salah satu saingan bisnis Papa," ungkap Albar.
Alga menghela napas, berusaha menjaga emosinya. "Kalau emang bukan anda, kenapa anda ada di sana?"
"Karena saat itu Papa hendak menolong kalian. Papa tahu kalau orang saingan bisnis Papa itu telah merencanakan penembakan Mama kamu, makanya itu Papa punya berkasnya. Saat Papa ingin menghentikan dia, saat Papa ingin menghajarnya, semuanya terlambat karena Papa nggak gerak cepat, Al. Papa cuma bisa berdiri. Kaki Papa seolah-olah nggak bisa ngelangkah waktu mendengar suara tembakan itu."
"Asal kamu tahu, Al ... Papa sangat menyayangi Mama kamu itu. Jefina Anthea, dia memang bukan cinta pertama Papa tapi dia yang terakhir. Sampe detik ini, Papa tidak pernah mencari penggantinya dan kamu tahu itu." Albar menghela napasnya kuat-kuat. "Papa ruptur gin— Papa ... Ah! Papa nggak tahu harus gimana lagi, Al. Papa cuma punya kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
EROTAS 2
ActionPerihal yang terulang di tiga tahun kemudian. [ ⚠ 15+ - 17+! ⚠ MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN YANG TAK PATUT DITIRU! ]