Akhir pekan, aku mengisinya dengan pergi berbelanja kebutuhan rumah ke supermarket. Biasanya sih sendirian, tapi kali ini, karena para sepupu ada di rumah, aku jadi punya teman untuk pergi.Kebetulan, di usia kehamilanku yang sudah memasuki umur delapan bulan ini aku diminta dokter untuk rajin berolahraga, setidaknya aku beraktivitas jalan kaki seminggu dua kali.
Jadi, aku memutuskan untuk berbelanja ke supermarket dengan berjalan kaki. Untung saja, jarak rumah ke supermarket cukup dekat.
"Ki, jalan sekarang?"
"Ayo."
Aku dan Sekala mulai berjalan kaki menuju supermarket. Sepanjang jalan aku tidak berhenti bercerita apapun yang menurutku menarik untuk dibahas. Entah kenapa di saat aku hamil seperti ini, kadang aku berubah menjadi seperti anak kecil.
Aku tidak segan untuk bermanja-manja dengan Papa, Mama, Mas Aaron dan para sepupu. Lagi pula, aku adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga besar kedua orang tuaku. Tidak heran, para sepupu memperlakukanku layaknya ratu yang sangat berharga keberadaannya. Tidak heran juga, mereka sangat membenci mantan suamiku.
Baiklah, kita lupakan saja si brengsek itu.
"Mau beli apa nanti?"
"Nih." Aku menunjukkan selembar kertas yang berisi daftar belanjaan pada Sekala.
"Waaw. Banyaaaaak."
"Ibu hamil sering laper kalo malam. Jadi, amunisi harus selalu siap."
Sekala mengangguk-angguk sembari tersenyum. Lalu, pandangannya turun ke arah perut buncitku, "Gimana rasanya, Ki?"
"Rasa apa?"
"Perut buncit lo, gimana rasanya bawa perut gede kayak gitu? Nggak berat?"
"Berat lah, liat nih cara gue jalan."
Sekala terkekeh, kemudian tangannya mengusap perutku. "Mama kamu hebat, ya. Kamu harus jadi anak kuat nanti." Dan Sekala bergerak mencium perutku dengan gerakan cepat.
"Sekala! Lihat-lihat dong kalau mau cium perut gue!"
"Memang kenapa?"
"Nanti kirain orang, lo itu suami gue."
"Biarin aja lah orang mau ngomong apa." Seperti itulah Sekala, dia tidak begitu peduli pendapat orang lain tentang dirinya. Selama itu masih dalam batas wajar.
"Anak gue harus banyak-banyak sabar nih, para Uncle-nya pada aneh."
Sekala tertawa, "Gue nggak ada apa-apanya, ya, sama Gala. Hati-hati anak lo bakal diajakin main sama chucky nanti."
"Ya ampun, anak gue." Aku langsung mengusap-usap perut.
•••
Setelah acara berbelanja selesai, semua kantung plastik sudah berada di tangan Sekala. Hebat lho, dia. Tidak kelihatan kesusahan bawa belanjaan. Padahal, aku yakin semua bawaan itu berat.
"Mau ke mana dulu, nih?"
"Ke taman, yuk."
"Oke."
Sekala tahu, kalau sudah keluar rumah aku akan betah berlama-lama menghirup udara luar. Karena, aku itu kalau untuk keluar rumah saja kadang mager sekali. Jadi, kalau ada waktu keluar, ya harus di manfaatin baik-baik. Seperti ini.
Saat di taman, pandanganku berkeliling. Dan, ada satu titik yang aku perhatikan cukup lama. Ada keluarga kecil yang sedang bermain, terdiri dari suami istri dan satu orang anak laki-laki. Mereka terlihat sangat bahagia sekali. Berlari-larian di area taman. Seketika aku ingat dengan calon anakku—yang belum lahir ini—sudah ditinggal oleh papanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/300163881-288-k413842.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
She Was My First Love
Lãng mạnBagaimana rasanya di umur 25 tahun teman-teman mu sudah menikah sedangkan kau masih sendiri? Bagaimana rasanya di umur 25 tahun patah hati mu sesakit saat pertama kali mengenal cinta di umur 17 tahun? Bagaimana rasanya di umur 25 tahun di desak meni...