Sebulan. Bukan satu minggu, aku baru bisa menjawab ajakan menikah Gian setelah satu bulan kami bertemu terakhir kali di restoran. Dan, Gian tidak keberatan.
Karena ini adalah keputusan besar yang akan aku ambil, tentu aku harus memikirkan nya baik-baik. Banyak orang yang aku ajak berdiskusi tentang keputusan yang akan aku ambil ini, seperti Mama, Papa, Mas Aaron, beberapa sepupuku, juga sahabat baikku, Pragia.
Mereka semua serempak mengatakan, "Kalau keputusan itu membuat kamu bahagia, jalanin aja."
Akhirnya ..., aku pun menyetujui perjodohan itu.
•••
Hari ini, aku resmi menjadi istri seorang Gian Kalingga. Pria pilihan Mama yang aku setujui untuk bersamaku selama sisa hidupku.
Aku tidak menolak dan juga tidak menyetujui perjodohan ini secara gamblang. Aku hanya mencoba membuka hatiku untuk menerima dengan sungguh-sungguh pria yang Mama pilihkan.
Dan, sejak pertama kali aku bertemu Gian. Sejak pertama kali kami beradu tatap. Saat pertama kali aku melihat senyumnya. Saat pertama kali aku mendengar suaranya. Sejak saat itu, entah mengapa, aku merasa nyaman berada didekatnya Gian.
Pada akhirnya keputusan yang aku ambil ini benar-benar berasal dari hatiku. Tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
Mama sangat bahagia melihat aku telah resmi menjadi seorang istri. Papa apalagi, dia yang paling terlihat keberatan saat aku memutuskan untuk pergi dari rumah. Mas Aaron juga merasa sedikit cemburu ketika aku sudah menemukan pendamping, itu yang dia katakan tadi saat melepasku pergi setelah kedua keluarga mengadakan makan malam bersama.
"Kamu baik-baik sama suami ya, Cer. Jangan ngebantah. Mas akan selalu kangen kamu." Mas Aaron memelukku erat-sangat erat. Sepertinya benar-benar tidak rela melepaskanku pergi.
Mas Aaron kalau sudah dalam mode sangat menyayangiku, dia akan memanggil arti dari namaku-Kiraz itu artinya Cherry. Karena, katanya dulu Mama mengidam Cherry saat mengandung aku. Dan saat aku lahir, kedua pipiku merah seperti buah Cherry. Itulah mengapa nama Kiraz sangat cocok untukku.
"Iya, Mas. Rumah aku masih di kota ini, kok. Nggak usah bertingkah seolah-olah aku akan pergi jauh."
Pelukan Mas Aaron makin erat, "Mas nggak bisa manja-manja lagi sama kamu. Dan itu rasanya lebih jauh, tau nggak?!"
Aku merasa lucu melihat tingkah Mas Aaron yang seperti anak kecil, "Mas bisa manja-manjaan sama Mbak Anya."
Mas Aaron membuang napas berat, "Ya... beda."
Aku balas memeluk Mas-ku itu dengan erat. "Mas, udah deh. Aku sayang Mas pokoknya." Lalu, aku mencium kedua pipinya berulang kali.
Setelah salam perpisahan dengan keluarga kecilku, aku pergi bersama suamiku menuju kediaman baru kami yang baru saja dibeli oleh Gian seminggu sebelum kami menikah.
Aku sangat takjub saat sudah tiba di rumah yang-kata Gian-sangat sederhana. Dari mana sederhananya? Aku rasa rumah ini bisa menampung seluruh keluarga besarku. Kami hanya tinggal berdua, apa tidak terlalu kebesaran?
"Kamu suka sama rumahnya?"
Aku hanya mengangguk, saking takjubnya.
"Yuk, masuk." Kami berdua langsung melangkah masuk ke dalam, dan semakin melongo ketika melihat keadaan di dalam rumah. Luar biasa mewahnya.
"Gian?"
Gian menghentikan langkahnya, kemudian menatapku, "Ya?"
"Serius kita mau tinggal di sini?"
Gian terlihat bingung, "Kenapa memangnya? Terlalu kecil?"
Apa katanya? Aku tidak salah dengar, kan? Terlalu kecil? Jangan bercanda, Gian!
Aku menggeleng dengan cepat, "Nggak, nggak. Ini besar banget. Dan kita cuma berdua di sini."
Gian terkekeh singkat, "Kita berdua dengan 10 ART."
"APA??!!" Wajar, kan, kalau aku terkejut mendengar ucapannya? "Sebanyak itu?"
"Tentu. Satu ART akan bertanggung jawab untuk satu pekerjaan. Aku mau mereka fokus dalam bekerja."
Aku benar-benar merasa bahwa pilihan Mama sangat tepat.
•••
Satu minggu setelah menikah, keadaan kami baik-baik saja. Sama seperti pasangan baru pada umumnya. Semuanya manis. Sangat manis.
Aku diperlakukan layaknya seorang putri di dalam sebuah kerajaan. Aku rasa kekhawatiran Papa dan Mas Aaron tidak perlu. Karena, aku sangat dimanja di sini.
Setiap hari kami selalu sarapan bersama, dan menu yang dibuat oleh chef pribadi pun berbeda-beda. Karena, Gian pernah berkata kalau dia selalu ingin mencoba hal-hal baru.
Sampai hari ini pun aku masih menganggap semua ini hanya mimpi. Ternyata, perjodohan tidak semengerikan itu, ya?
Jadi, selama ini sepertinya aku sudah salah menilai tentang hal-hal yang berbau perjodohan. Nyatanya saat aku yang mengalami itu sendiri, semua ketakutan yang sempat terlintas di pikiranku selama ini ternyata tidak terbukti. Aku baik-baik saja. Ya, sejauh ini aku merasa pilihan ku untuk menikah dengan pilihan Mama tidak salah.
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
She Was My First Love
RomanceBagaimana rasanya di umur 25 tahun teman-teman mu sudah menikah sedangkan kau masih sendiri? Bagaimana rasanya di umur 25 tahun patah hati mu sesakit saat pertama kali mengenal cinta di umur 17 tahun? Bagaimana rasanya di umur 25 tahun di desak meni...