BAB 29 | Jujur Perihal Hati

30 4 0
                                    

BAB 29 | Jujur Perihal Hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BAB 29 | Jujur Perihal Hati

"Lo kemana aja, Ra?" Pertanyaan Denaya berhasil membuyarkan lamunan Aurora. "Gue perhatiin lo sering ngelamun juga. Ada apa sih?"

Aurora menatap Ziya yang memandangnya dengan ekspresi datar. Kemudian menatap Denaya yang menaikan sebelas alisnya. "Gue lagi banyak urusan. Kerjaan numpuk, orderan banyak, masalah pamasokan yang seret, dan masih banyak lagi."

"Gak biasa loh lo kek gini."

"Aurora kecapekan palingan, Na. Akhir-akhir ini susah bangetkan nyari waktu buat kumpul karena Aurora kerja," sahut Ziya.

Denaya mengangguk. "Iya gue paham. Bukan masalah itu, Aurora tuh akhir-akhir ini jarang berekspresi gitu, datar. Lo ada masalah apa sih sebenarnya? Lagi ada masalah sama pacar lo itu? Siapa namanya? gue lupa."

"Fauzan."

"Nah itu," ucap Denaya sambil menunjuk. "Ada masalah sama dia? Cerita dong, Ra. Masa lo terus yang dengerin kita cerita, sesekali lo juga cerita dong."

"Gue gakpapa. Bener kata Ziya, gue hanya kecapekan dan kurang tidur, makanya lesu gini. Sepertinya gue butuh refreshing deh."

Suara dering ponsel terdengar dari dalam sling bag Denaya. Perempuan tersebut pun mengangkat telpon. Setelah selesai berbicara dengan si penelpon, wajah Denaya ceria. "Guys gue duluan, ya. Mau nyari cincin buat tunangan."

"Lo jadi sama Reno, Na?" tanya Aurora.

Denaya terkekeh. "Gue gak bisa kehilangan Reno, ya meskipun hati gue masih milik Saka."

"Na..."

"Iya gue tau gue salah. Tapi soal hati siapa sih yang bisa ngontrol, ya gak? Yaudah deh gue cabut dulu ya guys..."

Setelah kepergian Denaya, Aurora menghela nafas kemudian menyenderkan tubuhnya pada sofa di rumah Ziya tersebut. Hari ini seperti biasa mereka berkumpul. Winny tidak bisa ikut karena honeymoon. Sehingga hanya mereka yang berkumpul di rumah Ziya.

"Lo bagaimana, Ra? Sama dok Saka?" tanya Ziya sambil mengambil toples berisi brownies kering.

Mata Aurora terpejam, bibirnya masih terbungkan enggan menjawab pertanyaan Ziya. Aurora dan Saka masih belum berkomunikasi dan belum kembali bertemu setelah hari dimana Saka datang ke kontrakan itu. Aurora sama sekali tidak mengetahui kabar Saka sama sekali hingga saat ini.

"Mau sampai kapan membohongi diri sendiri?"

"Gue bingung, Zi."

Ziya menghela nafas lalu memiringkan tubuhnya ke arah Aurora yang masih bersandar dan memejamkan matanya. "Gue setuju sama ucapan Denaya tadi. Gak biasanya lo kayak gini. Raga lo ada di sini, tapi pikiran lo entah dimana. Sampai kapan lo nyiksa diri sendiri?"

"Gue harus apa?" tanya Aurora sambil membuka matanya dan menatap ke arah Ziya.

"Jujur sama diri lo sendiri. Lo bisa membohongi gue apa yang lo rasain, tapi lo juga jangan membohongi diri lo sendiri dong dengan apa yang lo rasain."

❤️❤️❤️

Ucapan Ziya terus memenuhi otak Aurora. Jujur dengan diri sendiri? Aurora mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya tersebut. Dia sudah berusaha jujur dengan dirinya sendiri. Dia nyaman bersama Saka. Lalu apa lagi yang harus diungkap oleh dirinya perkara hatinya?

Cinta? Aurora tidak yakin merasakan rasa itu. Justru yang dia yakin sebuah rasa bersalah yang kini terus menerus membelenggunya. Begitupun rasa bingung yang terus mengobrak-abrik jalan pikirnya. Apakah dia merasakan cinta? Aurora terus bertanya pada dirinya tapi tidak menemukan jawabannya.

Perasaan kebingungan menutupi jawab perihal perasaan. Kebingungan tanpa tahu titik utama penyebab bingung itu sendiri. Bingung dengan apa yang terjadi pada hatinya. Bingung dengan apa yang terjadi dengannya dan Saka. Atau bingung dengan rasa bersalah yang menghantuinya. Rasa bingung itu bercampur membentuk sesak setiap kali Aurora memikirkannya.

"Sampai kapan, ra?" Ziya kembali berbicara setelah memberi ruang Aurora untuk merenungi semua.

"Gue bingung, Zi," jawab Aurora dengan suara serak menahan tangis.

Ziya mengusap pundak sahabatnya tersebut. "Bingung ini bukan perkara Denaya, kan?"

"Campur, Zi." Air mata Aurora menetes. "Gue bingung dengan apa yang terjadi antara gue dan Mas Saka, dan di satu sisi gue bingung dengan perjanjian persahabatan kita."

"Rasa bingung itu menutupi gue untuk tahu jawaban soal hati gue, Zi. Terlalu banyak kebingungan, terlalu banyak pertanyaan yang tidak gue ketahui jawabannya, dan semua itu membuat gue sulit menebak hati gue bagaimana," lanjutnya.

Ziya pun memeluk Aurora yang kini sudah tidak sanggup menahan tangisnya. Membiarkan sahabatnya mengeluarkan tangis yang selalu dipendam sendirian. Ziya tidak bermaksud membuat Aurora kebingungan ataupun menangis hari ini. Dia hanya ingin sahabatnya tidak menyesal di kemudian hari akibat terlanbat menyadari apa yang dirasakan.

Setelah tangis Aurora reda. Ziya pun melepaskan pelukannya. Sedangkan Aurora masih berusaha menormalkan nafasnya yang sesak akibat tangisannya dan masih sesenggukan. "Gue gak mau lo nyesel, Ra. Gue pernah, hampir mirip seperti kisah lo. Waktu gue SMA, gue pernah dekat dengan seseorang. Awalnya kita hanya saling curhat, tapi lama-lama makin dekat. Gue bingung dengan perasaan gue, satu sisi gue takut kehilangan dia jika perasaan ini sepihak. Bodohnya karena kebingungan gue justru menghindar."

"Pada akhirnya gue kehilangan dia tanpa tahu perasaannya ke gue bagaimana. Gue nyesel, Ra, dan gue gak ingin lo nyesel juga. Jadi gue harap lo pikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan," lanjutnya.

"Terima kasih, Zi. Gue gak tau cerita ini sama siapa. Gue cuma bisa cerita ke lo sama mbak Kiki. Tapi gue bisa diketawain nih kalau sampai nangis gini perihal cowok, " ucap Aurora diakhiri dengan tawa.

Ziya pun ikut tertawa. "Gue aja juga mau ngakak, Ra. Bisa-bisanya lo nangisin cowok. Si Saka lagi. Beruntung kali dia ditangisin sama Aurora yang gak pernah jatuh cinta."

"Yeee gue belum memastikan gue cinta ya sama Saka. Jangan ngadi-ngadi lo!"

"Halah Raa... Ra... Masih aja susah ngakunya. Dah lah, yuk ikut gue."

"Kemana?"

"Udah tunggu bentar gue ambil tas dulu," ucap Ziya sambil berlari ke arau kamarnya.

"Zi muka gue sembab banget loh. Mau kemana sih?

"Rahasia," jawab Ziya dengan teriak karena sudah berada di dalam kamar.

♥♥♥

ditulis, Exsalind
26 Juni 2022

Jumpa Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang