BAB 21 | Membuka Luka

34 3 5
                                    

BAB 21 | Membuka Luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BAB 21 | Membuka Luka

Ara, nama panggilan Aurora sejak dia  lahir. Hanya lingkungan keluarganya yang mengetahui nama panggilan itu. Entah kapan terakhir Aurora mendengar orang-orang memanggilnya Ara. Mungkin sejak belasan tahun yang lalu.

Vella masih terpaku setelah mendengarkan pertanyaan Aurora. Kemudian Aurora meletakkan kembali foto keluarga yang tadi dipegang. Setelah itu Aurora kembali  duduk di kasur. Tatapannya kembali kosong. Kedua tangannya mengepal dengan kuat.

Mamanya yang mengetahui perubahan Aurora pun kemudian duduk di samping Auroroa. "Maafin Mama, nak."

"Mama sadar Mama salah," lanjut Vella dengan air mata yang menetes.

"Setelah sekian lama, setelah belasan bahkan puluhan tahun. Penantian Ara sedikit terwujud, Ma." Aurora tersenyum tipis, matanya masih lurus menatap lantai dengan pandangan kosong. "Ara akhirnya merasakan punya Mama."

Pertahanan Aurora akhirnya runtuh. Air matanya menetes dengan deras. Vella pun demikian, dia menangis sesenggukan. Kemudian dia menarik  Aurora dalam pelukannya. "Maafin Mama, sayang. Maafin Mama."

Keduanya saling menumpahkan semua tangis yang bertahun-tahun dipendam mereka. Aurora selalu takut pulang ke rumah, takut air matanya kembali, takut semua bayangan menyakitkan itu menguasai, takut dia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menyakiti. Untuk itu dia tidak pernah pulang, dia tidak ingin tangis itu kembali datang.

Setelah beberapa saat, Aurora melepaskan pelukannya. Kemudian dia berdiri. Vella mengerutkan dahinya bingung. Lalu Aurora menatap Mamanya nanar.

"Tapi Ara ingin tahu, Ma. Siapa Ayah kandung Aurora?" Aurora menghapus air matanya yang baru saja menetes. "Aurora gak tahu alasan Mama terus menyembunyikan semua ini. Mungkin Mama punya alasan kuat sehingga Mama tidak mau memberitahukannya. Tapi Ara pengen tahu ayah kandung Aurora, Ma. Sampai kapan Mama mau menyembunyikannya?"

"Ara juga pengen merasakan punya Ayah. Ara emang punya Papa, tapi Papa tidak pernah mengakui Ara sebagai anaknya begitupun dengan Eyang yang tidak pernah mengakui Ara sebagai cucunya. Ara salah apa sih sama kalian? Ini semua menyakitkan, Ma..." lanjut Aurora menumpahkan segala hal yang berkecamuk di dalam hatinya yang dia pendam bertahun-tahun.

Vella berdiri di depan anak perempuannya tersebut. "Mama tidak ingin merusak keluarga ayah kamu kalau Mama jujur Ara! Mama sudah janji sama Ayah kamu untuk tidak akan membocorkan semua ini."

"Ara berhak tahu, Ma!" ucap Aurora dengan nada tinggi. Namun seperkian detik kemudian dia menghela nafas. "Maaf, Ma. Sebaiknya Ara belum pulang dulu, belum siap dengan seperti ini."

"Ara pamit, ya. Makasih sambel terong dan mendoannya. Enak, Ara suka. Ara sayang Mama," lanjut Aurora lalu mencium pipi Mamanya.

Setelah itu Aurora keluar kamarnya. Tangannya kemudian mengambil ponsel di sling bagnya. Lalu mengetik pesan untuk Saka. Setelah beberapa hari susah dihubungi, hari ini Saka sudah kembali sering menghubunginya.

Jumpa Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang