BAB 9 | Desak

40 3 2
                                    

BAB 9 |Desak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BAB 9 |Desak

Angin malam semakin membawa hawa dingin. Tangis Aurora mereda, lalu melepaskan dekapan Saka. Tangannya lalu menghapus sisa-sisa air mata di pipi. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum menerbitkan kembali senyumnya. Wajahnya didongakan ke atas melihat wajah Saka. "Maaf, gak seharusnya dokter lihat aku seperti ini."

"Kenapa?"

"Tangis saya hanya boleh dilihat saya, dokter lupakan saja tangis saya malam ini, oke!" jawab Aurora dengan senyum yang dipaksa ada.

Saka tersenyum, lalu menyenderkan badannya pada dinding pembatas. "Oke, karena saya terlanjur melihat. Seterusnya kamu tidak usah menyembunyikan dari saya."

"Dok!"

"Saya bukan dokter kamu, Ra. Gak usah manggil dokter."

Aurora memutar bola matanya. "Dahlah saya mau pulang."

"Apakah kamu juga menyembunyikan tangismu dari sahabat-sahabatmu?"

Aurora tidak menjawab pertanyaan Saka. Dia hanya terdiam, dengan ekspresi datar. Kemudian Saka berbicara lagi, "ayo saya antar pulang."

❤️❤️❤️

"AURORA!" Teriakan serta gedoran pintu berirama menjadi alarm Aurora pagi ini. Dengan rasa malas, dan mata yang setengah terpejam dia menuju pintu kontrakan mininya.

"Uahhh...." Aurora menguap, lalu mengucek matanya. "Ya ampun bu... Ini masih pagi, kasihan pintunya loh bu kalau rusak. Lagian kalau rusak Ibu sendiri yang nanggung, saya mah gak bikin rusak justru membuat kontrakan bu Rosalia ini jadi bagus."

"Eladala malah ceramah, kurang ajar kamu sama orang tua!"

"Gini deh, bu. Daripada Bu Ros mengganggu penghuni kontrakan lainnya, mending masuk aja dulu deh. Lihat isi kontrakan saya yang sudah saya renovasi jadi makin bagus."

"Kamu ini, ya!!!" Bu Rosalia semakin geram mendengarkan jawaban Aurora.

"Iya, bu... iya. Bentar saya ambil dompet."

Aurora masuk ke dalam lalu mengambil dompetnya. Setelah itu menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan. "Lunaskan, bu. Pliss jangan menganggu tidur nyenyak penghuni kontrakan Bu Ros yang paling setia ini."

"Nah gini dong, masih untung kamu nelat 2 bulan gak saya usir. Darah tinggi saya lama-lama punya konsumen seperti kamu." Bu Rosalia bergumam terus sambil meninggalkan Aurora. Sedangkan Aurora terkekeh, senang membuat Ibu kontrakannya itu jengkel. Padahal aslinya ia tahu, hati Ibu Rosalia sangatlah baik. Mungkin dia terlihat memarahi Aurora, tapi Ibu Rosalia sudah menganggap Aurora sebagai anaknya sendiri.

Suara pintu dibuka terdengar di telinga Aurora, lantas dia menoleh ke arah kiri. Kiki tetangga kontrakannya menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil melihat Aurora dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ra... Ra... Gak ada kapok-kapoknya ya lo ngerjain Bu Ros."

Jumpa Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang