BAB 8 | Are You Okay, Aurora?

40 3 2
                                    

BAB 8 | Are You Okay, Aurora?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 8 | Are You Okay, Aurora?

Sejak setengah jam lebih sepuluh menit yang lalu Aurora sudah mendengus kesal sebanyak empat belas kali. Bagaimana tidak kesal, hari ini dengan terpaksa ia harus menghadiri acara keluarga yaitu syukuran salah satu sepupunya naik jabatan. Dengan paksaan, Aurora yang tadinya enggan datang terpaksa harus menebarkan senyum manis palsu kepada seluruh keluarga besarnya.

Kali ini, Aurora duduk di sofa mengamati orang-orang berlalu-lalang. Ada yang heboh berfoto-foto, ada para budhe yang ngerumpi sambil membakar gurame, ada para pakdhe yang membicarakan kesuksesan diri, ada keponakannya yang berlari-larian, dan ada pula sang eyang yang membicarakan kelebihan masing-masing cucunya kecuali Aurora. Perempuan itu mendengus kesal sekali lagi ketika mendengar sang eyang menyebut namanya. "Kamu ini pintar sekali mencari calon, baru 23 tahun loh sudah mau tunangan. Aurora saja yang 26 tahun masih keluyuran belum bawa calon ke rumah."

"Risih ya mbak dengar ucapan Eyang sejak tadi?" lontaran pertanyaan terdengar di telinga kanan Aurora. Perempuan itu menoleh mendapati adik sepupunya yang entah sejak kapan duduk di sampingnya.

"Ya lo pasti tau rasanyalah, Put. Hari ini apa yang dikomen Eyang tentang lo?"

Adik sepupunya tersenyum. "Andai saja kamu kuliah di ITB seperti mas-masmu, kamu pasti enak cari kerja. Hari ini cukup itu. Rasanya Putri mau pulang aja deh mbk. Capek gak sih tiap ketemu Eyang kita dikomentarin mulu. Gue baru lulus mbk, baru kemarin lusa. Gue juga pengen gitu istirahat bentar. Kampus gue bagus kali meskipun swasta, ikut-ikut kena. Hih... Gemas aku mbak."

"Sudah, nanti Eyang dengar tambah dirosting lo." Aurora memejamkan matanya lalu memijat pangkal hidungnya. "Eyang kan memang seperti itu, kita harus memaklumi. Bukankah begitu setiap kali kita ngeluh ke orang tua."

"Tap—"

"Aurora." Sanggahan Putri tidak jadi diutarakan karena kehadiran seorang wanita bersanggul modern di hadapannya.

"Budhe Vella, apa kabar?"

"Kabar Budhe baik, Put. Hm... Maaf ya Budhe ganggu. Aurora bisa ikut Mama sebentar?"

Aurora mendengus kesal keenam belas kalinya, lalu berdiri. Wanita itu membawanya ke teras rumah Eyangnya yang sepi. "Ada apa, Ma?"

"Kamu gak kangen rumah?"

"Sejak kapan Mama memikirkan kerinduanku akan rumah?"

"Aurora!!"

"Aurora nyaman di tempat Aurora. Tumben Mama datang? Eyang yang minta?"

Mama Aurora memijit pelipisnya. "Budhe Sari yang meminta Mama datang, Mama hanya sebentar. Mama harap kamu sempatkan pulang ke rumah. Mama pulang dulu, kalau tidak nyaman izin pulang dulu saja jangan dipaksa."

"Sejak kapan Mama memperdulikan kenyamananku?"

"Ra..."

"Iya, Aurora akan sempatkan untuk pulang," jawab Aurora dengan tersenyum datar.

Jumpa Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang